"Mas, Gea hamil!!!" Tak ada badai, tak ada petir, dan tanpa ada tedeng aling-aling, kalimat itu keluar begitu saja dari bibir indah sekretaris seksiku. Ia berjalan mendekatiku sambil mengelus-elus perutnya yang masih rata.
"Siapa yang kau maksud Ge, ah maksudku kenapa kau bisa hamil?" ucapku gelagapan.
Ah, sungguh aku panik.
Tapi kenapa dia bisa hamil. Pernyataannya tentu saja cukup mengagetkanku mengingat selama ini aku selalu bermain aman dan hati-hati, baik itu dengannya maupun dengan jalang-jalangku yang lain. Hal ini ku lakukan untuk menghindari kejadian seperti ini.
"Tapi, mas..." Ia berhenti bicara. Matanya mulai merah dan kulihat ia mulai sesenggukan di hadapanku. Hanya mematung tak berniat melanjutkan langkahnya.
"Mas 'kan sudah berjanji mau tanggung jawab??!"
"Ge, ingat. Aku ini adalah milik Reina, dia temanmu, OK. Kamu mau mengkhianatinya? Lagi pula aku itu hanya bermain-main saja, baik itu denganmu atau dengan jalangku yang lain. Kita free. Suka sama suka."
"Tapi mas,.." Luruh sudah air matanya. Ku lihat ia menangis dan air matanya tumpah ruah tanpa henti. Tangannya sesekali menghapus air matanya kasar. Dia terlihat begitu rapuh.
Tak tahan dengan itu, aku segera menghampirinya lalu mendekapnya sayang. Aku membawanya ke salah satu sofa yang ada di ruanganku lalu kami duduk berhadapan.
"Sudah, Ge. Tenangkan dirimu!" aku mengusap rambutnya yang sehalus salju.
"Mas,
Ge-Ge itu wanita. Mau dicap apa Ge nantinya. Mas, Gea hamil. HAMIL?!! Hamil tanpa suami mas. Orang-orang di sekitar rumah pasti menggunjingkan Ge. Teman-teman pasti jijik sama Ge. Keluarga Gea juga pasti malu memiliki anggota keluarga seperti Ge. Mas Digo ngerti kan?!"
"Ge, sebentar lagi aku akan nikah bersama Renata. Jadi mau kamu aku batalkan semua rencana pernikahan yang telah aku persiapkan dengannya terus aku harus milih kamu dibanding dia. Lebih milih nikah sama kamu ketimbang sama dia. Kamu juga ngertiin aku Ge. Bagaimana jika sampai pernikahan ini batal. Gimana perasaan aku, orang tuaku, terlebih Renata. RENATA, Ge. Renata yang notabene adalah kekasihku. Aku juga curiga, Ge. Jangan-jangan ini hanya akal-akalan kamu saja kan. Kamu sebenarnya ga hamil kan. Hanya karena seminggu lagi aku mau nikah terus kamu bersikap egois kaya gini."
aku justru curiga, apa jangan-jangan itu hasil perbuatan jalangnya dengan laki-laki lain, mengingat betapa mudahnya dia dulu ku ajak bermalam, gumamku dalam hati.
"Mas, aku hamil. Ini anakmu mas. Kalo kamu ga percaya, ini buktinya." Gea merogoh tasnya lalu mengambil tiga alat test pack yang mungkin telah ia coba lalu tangannya menyodorkan alat itu padaku.
"Nih, mas. Kalo kamu ga percaya dan bilang aku pembohong. Liat hasil tes itu baik-baik. Bukan cuma sekali aku tes nya mas, berkali-kali aku tes ini dan hasilnya semuanya menunjukan positif. Dan mengenai ini anakmu atau bukan, kamu harus percaya mas. Ini anakmu, darah dagingmu. Teganya jika sampai kamu tidak mengakui perbuatanmu mas"
Inisiatif aku mengambilnya dan melihat ketiga test pack itu. Benar jika hasilnya adalah positif karena test pack itu menunjukan dua garis sebagai alasan. Namun aku tetap masih ragu. Keraguan yang sedari tadi terus menggerogoti pikiranku. Aku melihat Ge sejenak lalu melihat test pack ditanganku, lalu melihat Ge lagi meneliti jika ada raut kebohongan di sana. Tapi nihil, aku tidak bisa menemukan apa yang kucari. Yang kulihat hanyalah Wajah merah yang sedang menahan amarah.
"Ge, pertanyaan terakhir, aku mau kamu jujur. Sebenarnya..." Aku mengelus sayang perutnya yang masih rata itu. Sambil berusaha menenangkan diriku sendiri dengan apa yang akan ku ucapkan selanjutnya.
"Sebenarnya,,," aku meneguk ludah. Sungguh hal ini sangat membuatku gugup.
Dan kalimat yang mengalir setelahnya menjelaskan semuanya. Sebuah jawabannya.