Namaku Nathan. Aku seorang mahasiswa sekaligus komikus, tidak ada yang spesial tentangku. Aku bukanlah seorang yang pintar apalagi populer, aku hanyalah seorang yang lebih suka menyendiri dan memperhatikan ekspresi orang-orang untuk membuat tokoh dalam karakter komikku.
Seperti komikus lainnya, yang dipenuhi dengan impian dan gejolak yang menggebu untuk berkarya. Segala upaya yang saya kerahkan demi terciptanya sebuah karya yang memukau banyak orang, tentu saja itu tak segampang seperti membalikkan telapak tangan.
Aku selalu berpikir out of the box agar bisa menciptakan sebuah karya yang berbeda dari yang lainnya, dan ada satu rahasia yang tak pernah diketahui orang-orang bahwa aku adalah K.O. Itu adalah nama samaranku di dunia maya.
Yang tak usah di pertanyakan lagi kepopuleran dari nama itu, namun itu tak berlaku di dunia nyataku. Sejujurnya aku lebih suka dengan duniaku sendiri tanpa decak kagum orang lain ataupun pujian dari orang lain tetapi banyak orang menganggapku aneh karena aku sering menyendiri, mungkin mereka tidak tahu bahwa berada dalam keheningan membuat otak lebih kreatif dan inovatif.
Dalam sebuah penelitian di Amerika mengungkapkan, anak-anak yang tinggal di perumahan atau beraktivitas di kelas yang berdekatan dengan kawasan bandara atau rel kereta api memiliki kemampuan baca yang rendah dan perkembangan kemampuan kognitif dan bahasanya berjalan sangat lambat.
Hal ini terjadi karena otak terlalu sering menerima gelombang suara yang berlebihan. Maka dari itu, otak perlu keheningan agar dapat me-restore informasi yang tidak tercerna atau tersampaikan dengan baik selama tubuh terjebak dalam suasana yang berisik, keheningan membantu manusia berpikir lebih fokus.
Jadi, apa salahnya dengan dunia keheninganku yang baik-baik saja bahkan sudah terbukti bahwa keheningan lebih bermanfaat daripada di tempat yang berisik dan sangat mengganggu bagiku.
Hingga saat pagi-pagi buta saat aku sedang berjalan-jalan di tempat yang paling terindah di kota ini yang berlatar belakang keindahan pegunungan, sambil memakai earphone untuk mendengarkan musik kesukaanku yang seperti biasanya untuk mencari inspirasi untuk cerita komikku.
Namun tak disangka aku melihat seorang gadis berambut panjang yang memakai dress merah panjang disertai jaket kulit berwarna coklat yang sedang melukis tanpa menghiraukan dinginnya udara pagi itu.
Langkahku terhenti dan terus memperhatikannya, sudah cukup lama aku berdiri tapi enggan untuk beranjak. Ini pertama kalinya aku tertarik untuk memperhatikan wanita selama ini, aku seperti merasa pernah melihat suasana seperti ini atau mungkin itu hanya dalam mimpi.
ketika kabut tipis mulai sirna dan cahaya keemasan mulai muncul dari punggung gunung itu. Ia segera kembali melukis yang baru dengan cat minyak di kanvas yang berukuran 50×40 cm, namun ketika cahaya emas mentari mulai muncul di helai rambutnya. Keindahan yang tak pernah kulihat benar-benar hadir di hadapanku, sungguh tak dapat di percaya.
Ia seperti seorang bidadari bahkan lebih cantik dari bidadari yang sedang memandang langit nan indah yang di tambah keindahan pemandangan pegunungan yang jauh namun terasa dekat, saat matahari memancarkan seluruh sinarnya disaat itulah kehidupanku di mulai kembali.
*Bidadari tak bersayap datang padaku
dikirim Tuhan dalam wujud wajah kamu
dikirim Tuhan dalam wujud diri kamu*
Mataku terus tertuju padanya hingga sampai ia mulai merapikan semua peralatannya, aku menatap ke atas langit tak disangka matahari telah bersinar tinggi di langit. Waktu seakan begitu cepat berlalu tetapi dunia seakan terus menahan diriku untuk tetap diam disini untuk terus memperhatikannya, aku menoleh kembali kepadanya tetapi ia telah pergi berjalan dengan perlahan menuju sebuah mobil berwarna putih.
Ingin sekali aku mengejarnya tetapi apa yang akan aku katakan kepadanya, sudahlah jika kita berjodoh kita pasti akan bertemu kembali. Tiba-tiba saja kuas lukisnya jatuh tanpa ia sadari, dengan segera aku berlari mengambil kuas lukis yang ia jatuhkan dan dengan segera mengejarnya.
"Tunggu...!" teriak aku memanggilnya.
Ia membalikkan badannya dan menatap ke arahku, sungguh tak dapat di percaya apa yang terjadi dengan hari ini. Aku menghancurkan dinding egoku hanya untuk menyapanya dengan alasan kuas lukis ini, tetapi sekarang aku tak peduli lagi apa yang akan terjadi antara memalukan atau membahagiakan.
Aku memutuskan untuk terus berjalan menuju ke arahnya, saat kami berpandangan hatiku berdebar dengan sangat kencang ini pertama-kalinya terjadi dalam hidupku. Bahkan saat di lihat lebih dekat ia benar-benar jauh lebih cantik dari bidadari tak ada bandingannya, bahkan semua tokoh wanita yang pernah aku buat kalah oleh kecantikan yang ia pancarkan.
Sungguh sangat memesona ia mempunyai paras yang sangat cantik, kulit putih yang berseri dan mata yang yang sangat indah. Senyuman manis kecilnya itu sungguh membuatku terpanah, apa aku sedang jatuh cinta dengan seorang yang jauh lebih cantik dari bidadari?
"Apa kau mengenalku?" tanya wanita itu dengan ramah sambil tersenyum.
"Tidak, sepertinya kau tak sengaja menjatuhkan kuas ini." kataku sambil menunjukkan kuas lukis miliknya,
"Oh... iya benar, itu milikku. Terima kasih!" kata ia sambil mengambil kuasnya dengan tutur kata yang lemah lembut yang terdengar seperti alunan musik di telingaku.
Aku pun mengatakan, "sama-sama! Lukisan yang kau buat sangat bagus. Apa kau menjualnya?" apa yang baru saja aku katakan dasar bodoh!
Tiba-tiba ia tersenyum lebar kepadaku dan berkata, "maaf tapi aku tidak menjualnya. Namaku Syena, senang bertemu denganmu." ujarnya, sambil menjulurkan tangannya kepadaku.
"Aku Nathan, senang juga bisa bertemu denganmu." ungkapku dengan tersenyum kepadanya, dan kami saling menatap satu sama lain.
*diam-diam aku memandangi wajahnya
Tuhan ku sayang sekali wanita ini
Tuhan ku sayang sekal wanita ini
Sampai habis nyawaku, sampai habis usia maukah dirimu jadi teman hidupku
Kaulah satu dihati, kau yang teristimewa
Maukah dirimu hidup denganku*
"Baik, sampai bertemu lagi. Nathan!" kata Syena sambil melepas genggaman tangannya.
"Tunggu! Apa kita bisa bertemu lagi?" tanyaku.
"Hmm... Aku akan kembali melukis di tempat ini, dengan waktu yang sama aku datang tapi entah kapan hari atau tanggalnya aku belum tahu." kata Syena sambil berjalan masuk ke dalam mobilnya.
"Aku akan menunggu! berjanjilah untuk kembali." teriakku kepadanya dari jendela mobil yang sedang berjalan, ia pun hanya menunjukkan senyuman manisnya itu dan tentu aku akan percaya ia akan kembali.
•••
Bersambung...