Sena menatap ke arah bangku kosong yang terletak paling kanan bagian ketiga dekat jendela. Wali kelas XII mempersilahkan Sena untuk duduk dibangku itu. Mengantikan siswa kelas ini yang mengikuti program pertukaran siswa.
"Baik." Sena berjalan santai kearah bangku yang ia tuju, senyuman harus ia tampilkan ketika mata siswa lain memandang kearahnya.
Sena mengeluarkan buku tulis kosong dan peralatan tulisnya. Ia kemudian mengantungkan tas miliknya pada gantungan yang terletak disamping meja.
"Baiklah anak-anak pelajaran saya mulai." dengan begitu pelajaran matematika telah menjajah kembali kelas ini.
***
Sena memandang lurus kearah papan tulis dimana guru menjelaskan pelajaran dari materi kali ini. Tangannya sesekali menulis beberapa rumus di buku tulisnya. Sena sangat fokus mengikuti pelajaran yang diajarkan sejak ia menduduki kelas ini pertama kali.
Saat Sena menghapalkan rumus-rumus yang ia anggap penting, matanya melirik ke arah lelaki yang memandangi nya datar pertama kali saat perkenalan tadi. Lelaki itu tampak tenang dibangkunya, sangat tenang tidak seperti siswa yang duduk didepan Sena.
Siswa itu tampak sangat pusing dengan rumus yang guru mereka berikan. Padahal Sena rasa tidak ada yang sulit dengan pembelajaran yang gurunya berikan, malah Sena pikir lebih baik seperti ini dari pada menghadapi guru yang hanya berkutat pada handphone nya atau guru yang hanya memberi muridnya tugas kemudian meninggalkannya begitu saja, itu sangat menyebalkan.
Tapi yah, siapa yang peduli.
***
Suara bel tanda istirahat berbunyi membebaskan sebagian siswa yang merasa terperangkap dengan pelajaran matematika.
"Anak-anak pembelajaran kali ini kita akhiri sampai sini, dua minggu kedepan kita akan menghadapi ulangan harian. Persiapkan diri kalian." Guru berjalan santai penuh wibawa keluar dari kelas. Sesaat sosok itu menghilang dari pandangan sebagian siswa berhamburan menuju meja Sena, sebagian lagi pergi keluar kelas untuk mengisi perut mereka yang keroncongan.
Sena mengetahui ini akan terjadi, ia pun sudah menyiapkan beberapa jawaban yang akan terlontarkan dari mulut para teman-teman barunya. Seperti "Rumah mu dimana?" Atau "Apa nomor telpon mu Sena?"
Sena harus membuat senyuman palsu diwajahnya. Gadis itu merasa jika percakapan yang dia lakukan dengan teman-teman sekelasnya tidak lebih sekedar interograsi belakang. Lagi pula siapa yang akan nyaman jika dipaksa menjawab pertanyaan-pertanyaan pribadi seperti ini?
Selang beberapa menit mengobrol ria bersama teman sekelasnya, teman sekelasnya seperti memberikan cela bagi seseorang untuk ikut bergabung mengintrogasi Sena.
Mata Sena menangkapnya sosok lelaki yang memandangi nya datar tadi pagi, tetapi pandangan datar itu hilang entah kemana yang malah digantikan dengan wajah ramah.
Menarik.
"Sena ya?" Kalimat yang menurut Sena sangatlah bodoh untuk memulai sebuah percakapan. Tapi mau bagaimana lagi, ikuti saja alurnya.
"Eh siapa?" Sena berlagak ia seperti gadis polos ramah meneruskan percakapan yang terjadi diantara mereka.
"Alecz." lelaki itu menyodorkan tangannya dan tersenyum ramah kearah Sena. Sena membalasnya dan tidak lupa dengan senyumannya.
Teman sekelasnya yang awalnya berkerumun di meja Sena mulai memutuskan untuk pergi kekantin tentu saja untuk mengisi perut mereka, mengingat waktu istirahat sebagian mereka habiskan dengan mengintrogasi Sena. Hingga tersisa hanya beberapa orang yang berdiri dimeja Sena, memperhatikan obrolan Sena dan Alecz yang mungkin akan menjadi topik hangat untuk gosip besok pagi.
"Jadi apa kau tahu denah sekolah ini?" Alecz menanyakan hal bodoh lainnya. Apakah ia tidak tahu jika setiap murid baru akan diberi denah sekolah dan jadwal pelajaran?
"Umm tidak." Sena berlagak kebingungan. Sudut matanya melihat tawa didalam mata Alecz. Mungkin Alecz pikir Sena telah masuk kedalam jebakan yang ia buat, tetapi tidak Sena telah mengetahui kalimat apa yang akan Alecz lontarkan setelah ini.
"Bagaimana jika aku membantumu untuk mengetahui denah sekolah?" Sena hampir saja tertawa lepas. Kalimat yang Sena sudah duga-duga akan keluar dari mulut Alecz, ternyata beneran dilontarkan oleh Alecz. Siswi yang memperhatikan Sena serta Alecz sendari tadi, tampak terkejut dengan tawaran yang Alecz berikan kepada Sena.
Apa mereka mempercayai itu?
Sena menahan mati-matian agar tidak tertawa dan tentu saja menjaga raut wajahnya. Setelah berdiam cukup lama Sena menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Umm Apa boleh?"
"Tentu." Sekarang Sena menikmati pemandangan polosnya Alecz yang mengira ia telah berhasil menjebak Sena.
"Jadi, kapan?" Sena menatap kearah Alecz yang memperhatikan gerak-gerik Sena. Membuat Sena sedikit risih.
"Haha, secepatnya." Alecz sedikit tertawa saat melihat tingkah Sena yang anggap ia polos. Sedangkan Sena menikmati pemandangan Alecz yang menganggap dirinya tahu segalanya.
Bagaimana jika aku sedikit bersenang-senang?
***
Tatapan cemburu ke arah Sena keluar ketika para siswi melihat Sena dan Alecz duduk bersebelahan di bangku kantin, seusai berkeliling sekolah. Alecz mengajak Sena untuk membeli makanan di kantin. Ia menyetujui itu, Sena merasa sedikit lelah karena berjalan mengelilingi sekolah. Menurutnya itu ialah perbuatan yang sia-sia.
Para siswi mengira jika Sena akan sangat senang karena duduk dengan Alecz. Salah besar, gadis kelahiran Januari itu merasa tersiksa. Bagaimana tidak, ia harus berpura-pura menikmati topik pembicaraan dengan Alecz.
"Jadi mengapa kau pindah?" Hingga topik kepindahannya terdengar ditelinga Sena. Sena tersenyum kecil, atau bisa dibilang itu lebih mirip Smirk. Dan tentu saja tidak ada yang melihatnya bahkan Alecz yang duduk disebelahnya.
"Aku pindah kesini tentu saja karena mengikuti program sekolahku yang dulu." Sena mengucapkan nya dengan nada yang terdengar sedih.
"Jadi kau terpilih?" Alecz tampak percaya dengan perkataan Sena, Sena menggangguk pelan.
"Sebenarnya aku tidak ingin pindah." Bohong Sena, tentu saja Sena senang pindah kesekolah barunya karena dengan begitu tidak ada yang tahu bagaimana sikapnya disekolah lamanya. Bahkan tidak ada yang mengenalinya disini.
Menjadi kepribadian baru sangat menyenangkan. Apalagi saat membodohi mereka dengan bualanmu dan membuat mereka percaya dengan apa yang kau ucapkan. Satu katanya yang cocok untuk situasi Sena, Menyenangkan.
Tapi ya, untuk mendapatkan kesenangan Sena harus melewati rintangan. Rintangannya ialah harus mendapat stempel murid rajin disekolah barunya ini, melelahkan.
Tepukan pelan membuat Sena terkejut, ia mendapati Alecz menepuk pundaknya. Sena menatap ramah ke arah Alecz, dalam tatapan ramah itu tersirat perasaaan muak kearah Alecz.
Alecz tersenyum, "Aku tahu perasaaan itu." Mau tidak mau Sena harus membalas senyuman itu. Kemudian bertingkah seperti remaja normal yang malu-malu kucing.
"Al-Alecz?" Sena tergagap-gagap. Itu ialah bumbu perasa yang ia tambahkan untuk melancarkan aksinya. Sena mengenggam erat minuman susu coklat yang baru ia beli dikantin. Ia sangat muak menghadapi pangeran sekolahnya.
Tiba-tiba terdengar bel. Sena melirik kearah speaker yang tergantung di dinding pintu masuk kantin, Sena tersenyum.
"Ah, sudah masukan." nada Sena terdengar kecewa. Ia bangkit dari tempat duduk dan meninggalkan Alecz sendirian dibangku kantin.
Masa bodo.
Sena berjalan kearah taman sekolah. Setelah memastikan bahwa tidak ada siapapun yang memperhatikannya. Sena tiba-tiba melempar kaleng minumannya ketanah dan menginjaknya, membuat susu yang masih berada didalam kaleng itu muncrat keluar. Tatapan matanya menyiratkan kebencian yang sangat mendalam. Sena mengigit bibir bawahnya dan menyumpahi Alecz dalam hati.
Satu poin yang penting, Sena sangat tidak suka disentuh apa lagi dengan lawan jenis. Itu mengingatkan nya kepada kejadian masa lalu yang tidak ingin ia ingat, Sena mengela nafas pelan. Ia terus mengulang-ulang kalimat.
Tenang, Tenang, Tenang.
Selama beberapa detik Sena kembali membuat raut muka datar andalannya. Tatapan matanya terlihat dingin dan kosong. Sena mengambil kaleng susu coklat itu kemudian membuangnya di tong sampah.
"Sampah seharusnya dibuang ditempat yang seharusnya." Sena berjalan pelan kearah kelasnya.
***
Tbc