Chereads / Live With my CEO / Chapter 3 - Tidak Percaya dengan Takdir

Chapter 3 - Tidak Percaya dengan Takdir

Sang pengendara memberikan helm pada Syifa dan gadis itu langsung memakainya. Setelah Mira naik di kursi penumpang, si pengendara melajukan motornya dengan kecepatan sedang.Motor tersebut melaju menelusuri jalanan ibu kota.

Mira merasa tidak sabar bertemu dengan Tante Gina. Sudah lama sekali ia tidak bertemu dengan wanita itu.

"Neng kayaknya lagi seneng ya," tanya si pengendara sedikit menoleh ke belakang.

"Eh? Kok Abang tahu?" tanya Mira heran.

"Kan keliatan dari spion saya, Neng."

"Oh, iya. Hehe … Iya, Bang saya lagi senang."

"Waah saya senang deh kalo nganterin pelanggan yang ceria kayak neng ini. saya tebak deh , Neng. Neng ini mau ketemu sama pacar Neng ya?"

"Hahaha … gak kok Bang. Saya mau ketemu sama seseorang yang udah lama gak ketemu sama saya dan itu bukan pacar." Mira sedikit tertawa karena dianggap ingin bertemu dengan pacar, padahal, boro-boro bertemu pacar, pacarnya aja gak ada.

"Oooh gitu, Neng. Saya salah ya … Habis senyuman Neng itu udah kayak mau ketemu sama jodoh aja, hehehe …" Mira tertawa kecil. Dirinya baru saja lulus sekolah mana mungkin langsung dapat pacar?

Setelah sampai di tempat tujuan, Mira membayar tarif ongkos pada pengemudi. Café tempat dirinya dan Tante Gina sudah di depan mata. Gadis itu berjalan masuk dengan riang.

"Kursi nomor 2 …" Mira mencari nomor kursi yang sudah di pesan oleh Tante Gina.

Setelah ketemu, gadis itu berjalan menghampiri gadis itu.

Namun seseorang juga menghampiri bangku yang sama dengannya.

Mira mengira itu adalah Tante Anne, namun yang ada di hadapannya sekarang adalah seorang pria dengan pakaian rapih serta tas koper kecil di tangan kirinya.

"Eeeh?" Mira terkejut setengah mati, gadis itu mengingat-ingat lagi. Apakah dirinya salah mendatangi kursi? Tapi, Tante Gina mengirimnya pesan bahwa wanita itu sudah memesan tempat di café tersebut di kursi nomor dua.

Sama seperti ekspresi Mira pria itu pun terkejut melihat dirinya. Dia melihat ke arah kertas yang ada ditangannya berulang kali untuk memastikan apakah dirinya datang ke tempat yang salah atau tidak.

"Kamu?" Mira dan pria itu saling menunjuk.

****

"Kursi nomor 2 …" Mira mencari nomor kursi yang sudah di pesan oleh Tante Gina.

Setelah ketemu, gadis itu berjalan menghampiri gadis itu.

Namun seseorang juga menghampiri bangku yang sama dengannya.

Mira mengira itu adalah Tante Anne, namun yang ada di hadapannya sekarang adalah seorang pria dengan pakaian rapih serta tas koper kecil di tangan kirinya.

"Eeeh?" Mira terkejut setengah mati, gadis itu mengingat-ingat lagi. Apakah dirinya salah mendatangi kursi? Tapi, Tante Gina mengirimnya pesan bahwa wanita itu sudah memesan tempat di café tersebut di kursi nomor dua.

Sama seperti ekspresi Mira pria itu pun terkejut melihat dirinya. Dia melihat ke arah kertas yang ada ditangannya berulang kali untuk memastikan apakah dirinya datang ke tempat yang salah atau tidak.

"Kamu?" Mira dan pria itu saling menunjuk.

"Pak Dika, kenapa di sini?" heran Mira melihat pria itu di meja pesanannya.       

"Kamu sendiri ngapain ke sini?" Dika tidak menjawab pertanyaan tesebut.       

"Saya ke sini mau ketemu sama kenalan saya," jawab Mira. Ia menunggu pria itu menjawab pertanyaannya namun salah, pria itu tidak akan pernah menjawabnya.

"Siapa nama kenalan kamu?" tanya Dika kemudian. Mira melototi pria itu karena sudah tidak menjawab pertanyaannya, dia malah menanyakan pertanyaan lagi padanya. Inilah sikap yang tidak di sukai oleh Mira, dia tidak pernah menjawab pertanyaan yang menurutnya tidak perlu di jawab olehnya.

"Nama kenalan saya Tante Gina," kata Mira memberitahu kenalannya.

Pria di hadapannya tidak mengatakan apaa-apa. "Silakan duduk," katanya kemudian.

Dika menyuruh Mira duduk di hadapannya dan gadis itu mengikuti perintah pria itu.

Mira memasang wajah bingung kenapa dirinya duduk di hadapan pria ini, bukankah seharusnya dirinya itu sedang bertemu dengan Tante Gina di sini?

Suasana hening beberapa saat. Tidak ada yang dilakukan keduanya selain sibuk dengan pemikiran masing-masing. Lala menatap pria yang ada di hadapannya dengan tatapan heran, ia masih bingung kenapa dirinya bisa duduk berduaan dengan pria tersebut.

Padahal, pria ini adalah Direktur perusahaan yang diidam-idamkan oleh berbagai karyawati di perusahaan yang dipegangnya. Dan duduk di hadapannya seperti ini adalah impian dari semua gadis-gadis yang bekerja di perusahaan tersebut, Mira heran kenapa semua ingin duduk berhadapan dengan Dika. Karna ketika dirinya duduk di depan pria itu ia tidak merasakan apa-apa selain rasa canggung.

Dika in adalah pria yang Mira letakan dendam padanya. Pria ini sangat apatis dan ia selalu terlihat salah di depan matanya, pekerjaannya harus diulang beberapa kali hanya karena salah font atau spasi dan gadis itu harus bekerja lembur tanpa bayaran. Mengingat kejadian itu, Mira mentap pria di depannya ini dengan tatapan tajam, ia berharap bisa memasukn racun sianida pada minuman pria ini agar dirinya terbebas dari pekerjaan yang membebani dirinya.