"Bukaaan! Bapak kenapa lepas Baju di depan saya?" tanya Mira.
Gadis itu masih menutup matanya dengan kedua tangan.
"Memangnya kenapa?" pria itu malah bertanya kembali.
"Memangnya kenapa? Bapak kan cowok dan saya cewek!"
"Terus saya gak boleh melakukan hal itu di depan kamu begitu?" Dika berjalan mendekati Mira.
"Dengar ya, yang ada di kolam renang, pantai, atau Hawai. Banyak laki-laki yang berpenampilan seperti saya ini dan para perempuan tidak masalah," kata Dika menceritakan hal itu pada Mira.
"Ya itu kan di tempat umum, kalau kita sekarang ada di mana memangnya Pak Dika mengingatnya?" balas Mira tidak mau kalah. Gadis itu perlahan membuka keduan matanya kemudian menatap pria itu tajam. "Lagian ngapain sih Bapak ngelakuin hal itu?"
"Saya … mau … mandi," kata Dika mendikte setiap katanya.
Detik kemudian Dika pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Meninggalkan Mira dengan pikirannya yang menakutkan.
Gadis itu menghela napas panjang, seharusnya ia sudah memikirkan hal tersebut. Dika melepas pakaiannya hanya untuk mandi, bukan hal yang lain.
Mira duduk di meja rias kemudian memakai produk yang ada di sana untuk membersihkan make up nya. Ia masih mengenakan Dress yang di berikan oleh Gina tadi pagi. Sekarang, bagaimana dirinya tidur dengan menggunakan dress ini?
Ting. Tong. Bel kamar mereka berbunyi, pasti ada seseorang yang datang. Mira berjalan menuju kamar mandi dan mengetuk pintunya. Namun Dika tidak menjawabnya, hanya ada suara air gemericik dan aroma sabun yang keluar dari sela-sela pintu. Sebuah pertanyaan muncul di pikiran Mira, apa yang sedang di lakukan pria itu di dalam sana?
Detik kemudian Mira memukul-mukul pelan pipinya, apa yang sedang ia pikirkan tentang Pak Dika? Itu sangat tidak sopan!
Akhirnya daripada memanggil Pak Dika, Mira pun membuka pintu itu sendiri.
"Selamat malam," sapa petugas yang berdri di depan pintu kamarnya.
"I—iya, selamat malam," ucap Mira membalas sapaan tersebut.
"Saya datang untuk mengantarkan pesanan Pak Dika," kata petugas tersebut sambil mengulurkan sebuah kotak pada Mira.
Mira heran melihat kotak besar yang petugas itu berikan padanya. Tanpa berkata apa pun lagi petugas tersebut pun pergi meninggalkan gadis itu dengan kotak di tangannya. Mira menghembuskan napas berat bisa-bisanya pria itu memesan barang.
Gadis itu membawa kotak tersebutmasuk ke dalam ruangan kemudian menaruhnya di salah satu meja. Mira tidak berani membuka kotak tersebut karena itu adalah milik Pak Dika. Ia harus menunggu Pak Dika selesai mandi jika ingin melihat apa isinya.
Selagi menunggu pria itu membersihkan diri, tidak ada yang bisa di lakukan oleh Mira. Ponselnya di bawa oleh orang tuanya dan dirinya tidak memiliki hiburan sama sekali di sini. Gadis itu melirik ke arah jam dinding di salah satu sudut ruangan, matanya melebar ketika mengetahui bahwa ini sudah tengah malah.
"Gawaaaat! Gimana kalau Ibu dan Ayah marah kalau sampai jam segini gue gak pulang!"panik Mira. Mereka pasti sangat khawatir anak semata wayangnya belum pulang.
"Kamu kan bisa telpon mereka," ucap seseroang yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Ya, Dika baru saja selesai membersihkan diri, wangi sabun dari tubuhnya terasa harum.
"Handphone saya aja gak ada, gimana mau nelpon ke rumah?"
Dika menghela napas panjang menahan emosinya, gadis yang satu ini kenapa bisa jadi rekomendasi Ibunya untuk menjadi calon istrinya ya?
Pria itu melangkah mendekati Mira, melihat dirinya mendekat gadis itu pun sedikit ketakutan. Matanya seperti berkaya, apa yang akan pria ini lakukan selanjutnya? Ya, tingkah Dika yang misterius dan tidak terbaca membuat Mira selalu menduga yang bukan-bukan.
Tangan Dika terangkat menuju ke arah wajah Mira kemudian ia menyentil kecil kening gadis itu. Mira meringis memegangi keningnya, ia tidak mengerti apa yang dilakukan oleh pria itu padanya. Detik kemudian Mira mendekatkan bibirnya ke telinga gadis itu, "kamu tahu kan di hotel ini ada telpon? Kenapa gak kamu pakai untuk telpon ke rumah?"
Mira mengangkat wajahnya, ia baru sadar bahwa dirinya sebenarnya bisa menghubungi kedua orang tuanya. Gadis itu pun bangkit dari tempat duduknya kemudian berjalan ke arah telpon yang di sediakan di setiap kamar, ia pun menggunakan telpon tersebut untuk menghubungi kedua orang tuanya.
Dika menatap gadis itu tanpa ekspresi, bisa-bisanya ada gadis seperti itu. Ia menggeleng kepalanya pelan melihat tingkah Mira, gadis itu sedang menelpon kedua orang tuanya untuk meminta ijin menginap. Detik kemudian, perhatian Dika tertuju pada kotak besar yang ada di meja. Ia membuka kotak tersebut yang di dalamnya ada baju ganti pesanannya. Dirinya sekarang hanya memakai handuk hotel dan menunggu pesanannya datang.
Pria itu pun mengambil pakaian tersebut kemudian mengambil salah satu baju di dalam kotak tersebut kemudian masuk kembali ke dalam kamar mandi untuk memakainya. Tidak mungkin dirinya memakai baju di luar karena ada Mira di sana. Ini sungguh merepotkan untuk pria itu, ia berulang kali mengeluarkan stok kesabarannya agar bisa melalui hari yang berat ini.
Huft, Dika menhembuskan napas berat. Ini yang tidak ia suka dalam berpasangan, perempuan itu pasti akan merepotkannya. Oleh karena itu Dika suka dengan kesendiriannya. Namun Gina selalu memaksanya untuk memiliki pasangan kemudian menikah.
Tidak ada jalan lain selain menurutinya, namun dengan keadaan seperti ini bagaimana bisa dirinya mendapatkan seorang kekasih dengan cara yang mudah? Menikah tidak semudah yang dibayangkan, membutuhkn waktu lama untuk keduanya saling mengenal dna tidak ada jalan pintas. Lagi pula, diumurnya yang sekarang pria itu belum memikirkan pernikahan, ia terlalu santai dan terlalu mendalami karirnya.