***
Jason semakin berlari kencang sambil menggenggam tangan kanan ku. Aku hanya bisa mengikuti langkahnya yang lebar dan tak ku hiraukan nafas ku yang mulai menipis. Takut... ya, itu yang kurasakan saat ini. Segala hal buruk berkecamuk dalam pikiranku, dan mengumpul jadi satu. Entah sudah berapa jauh kami berlari dari pintu gerbang sekolah, menuju sebuah halaman belakang yang bisa dilihat secara sekilas bahwa tempat ini sangat terpencil. Dapat ku lihat ada beberapa teman Jason yang sedang berkumpul dan membicarakan sesuatu yang nampak serius. Jason dan aku mendekat kearah kumpulan itu, dan ia menepuk bahu salah satu temannya yang membelakangi kami. Mereka semua terperanjat dan langsung menatap kearah kami. Satu persatu mereka memandang ku dengan tatapan curiga dan mengintimidasi. Aku hanya bisa mengumpat dibalik punggung Jason yang tegap.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya laki-laki berkepala plontos itu kepada Jason. Mereka yang sempat memandang ku segera menoleh pada temannya yang bertanya dan menunggu reaksi dari Jason.
"Ganti strategi." jawab Jason tenang, nampak dari mereka kurang setuju dengan usulan yang diberikan.
"Yakin?" tanya teman laki-laki yang bertopi baseball menatap Jason gusar.
"No choice, waktu kita sedikit." Jawab Jason final, nada suaranya tak ingin dibantah lagi. Mereka hanya mengangguk kepala tanda setuju. Lalu Jason melirik ku yang masih betah dibalik punggungnya, dengan cepat aku menghadap kearahnya. Jason nampak bimbang terlihat di kedua matanya saat memandang ku. Ia menyeka bulir keringat di dahi ku dengan tangannya. Aku terkesima sesaat, bola mata ku melebar dan hanya melongo saja saat melihat ia melakukan sesuatu hal padaku barusan.
"Tunggu disini, aku ada urusan." katanya pelan namun intonasi suara yang ditimbulkan mengatakan bahwa aku harus patuh pada perintahnya. "Ya." hanya kata itu yang ku ucap memberi tanda padanya bahwa aku mengerti. Ia mulai bergabung dengan kumpulan teman-temannya dan terlibat serius dengan pembicaraan yang sedang mereka lakukan, entah apa yang membuat mereka terlihat tegang dengan ekspresi wajah yang kaku dan datar. Aku hanya menarik nafasku perlahan dan ku tatap langit biru yang cerah berawan. Menyalurkan rasa ketidaktahuan ku pada alam semesta, ku tengok kembali kumpulan itu yang belum selesai dengan urusannya. Seeeettt...
Aku dan mereka pun sama-sama terkejut dengan benda yang mendarat tepat diantara kami. Itu sebuah batu yang cukup besar, dan tak berapa lama, batu yang sama kembali menghantam kearah kami. Jason yang tersadar dari lamunannya segera berlari kearah ku, Bugh.... satu suara yang keras mengagetkan kami. Pintu yang terbuat dari seng dipaksa dibuka dari luar dengan cara kasar. Kumpulan teman-temannya Jason langsung bersiap didepan pintu seng, di kedua tangan mereka ada sebuah kayu dan pisau lipat. Jason sudah berdiri dihadapan ku dengan wajah khawatir, ia segera menarik tangan ku untuk pergi dari tempat ini secepatnya. Namun, "Tahan pintunya!!!!" teriak salah satu dari mereka yang berada didepan pintu menyuruh yang lain untuk maju dan menghadang ancaman didepan. Sayangnya semua sudah terlambat, pintu yang terbuat dari seng itu akhirnya berhasil dibuka dan dapat kami lihat segerombolan siswa SMA Don Juan masuk dengan mudahnya!