Sesampainya kami di rumah Arisa, kami bertiga langsung masuk ke kamarnya setelah memastikan tidak ada orang lain lagi di rumahnya dan semua pintu sudah terkunci. Setelah kami bertiga masuk ke kamar Arisa yang berada di lantai dua, Arisa langsung menutup dan mengunci pintu kamarnya. Ranata menutup jendela dengan gorden sementara Nia segera menyalakan lampu sebagai penerang ruangan kamar yang telah tertutup.
Setelah itu, Arisa berjalan ke arah meja belajarnya dan menarik kursi lalu duduk dengan santainya. Dia silangkan kakinya yang panjang dan tangannya yang berpangku di atas lutut menahan wajahnya yang cantik menyungging senyuman khasnya yang nakal. Dengan tatapan menggoda, Arisa melihat kami berdua yang berdiri terpaku di hadapannya lalu dia pun berkata,
"Ayo, kapan kalian mulainya nih? Aku sudah nggak sabar mau nonton."
Nia dan Ranata terdiam menatap Arisa. Lalu mereka berpaling dan saling menatap satu sama lain. Setelah menghela nafas panjang, Ranata bertanya pada Arisa,
"Kamu yakin mau nonton, Ris? Kamu tahu kami berdua mau ngapain, kan?"
Sambil tertawa kecil, Arisa berceletuk,
"Kenapa? Kalian malu? Padahal baru kemarin kalian hampir kepergok OSIS di toilet sekolah. Kalian juga pernah begituan di ruang UKS dan kamarku pula. Sudah berapa kali kalian main di tempat umum?"
Dengan muka yang menunduk, Nia mendekati Ranata dan menaruh kedua tangannya di depan dada kekasihnya itu. Dengan wajahnya yang memerah menahan malu, Nia berbisik pelan dalam dekapan Ranata.
"Ayo, Ran..., kita mulai saja... Aku udah kepengen banget nih...."
Ranata memeluk tubuh Nia yang perlahan memanas terbakar nafsu. Matanya menatap dalam - dalam mata Nia seolah ingin menyelami hatinya.
Tiba – tiba Nia memalingkan wajahnya ke arah yang berlawanan dengan arah tempat Arisa duduk.
"Ini (dilihat oleh orang lain) rasanya sangat memalukan..." Wajah Nia yang menunduk terlihat semakin memerah menahan malu.
Ranata hanya tersenyum melihatnya. Dia tahan dagu Nia dengan tangan kanannya, lalu perlahan bergerak memalingkan wajah Nia kembali ke depan menghadap wajahnya dan mengangkat dagu Nia sehingga mata mereka bisa kembali saling bertatapan.
"Tidak usah dipikirkan, sayang.... Sebentar lagi aku akan membawa dirimu ke dalam dunia milik kita berdua...."
Nia terseyum manis dan mengangguk mendengar perkataan Ranata. Mata mereka berdua penuh dengan tatapan cinta dan hasrat yang berkobar dapat terlihat dengan jelas di dalamnya.
Tak berapa lama wajah mereka saling mendekat dan sepasang kekasih itu pun mulai berciuman dan saling merogol satu sama lain sambil tetap berdiri di hadapan Arisa. Arisa yang takjub dengan pemandangan yang tersuguh di hadapannya membelalakkan matanya dan memelototi kedua sahabatnya yang sedang bercumbu di depan matanya tersebut dengan penuh rasa antusias.
Ketika Nia dan Ranata mulai saling melepaskan pakaian satu sama lain, mata Arisa tak pernah berhenti mengikuti setiap detail rangsangan visual yang tersaji di hadapannya, mulai dari pakaian yang satu per satu terlucuti helai demi helai dan berguguran jatuh ke lantai, hingga apa yang sebelumnya tersembunyi di balik helai pakaian tersebut akhirnya dapat dilihat dan diperhatikannya dengan sungguh – sungguh.
Mata Arisa semakin besar membelalak ketika melihat kedua belah payudara Nia yang berukuran besar meledak keluar dari bra yang copot dilepas oleh Ranata. Arisa sudah tahu kalau buah dada Nia memang berukuran besar, apalagi dia juga sudah sering melihatnya saat masih terbungkus bra ketika mereka bersama – sama berganti pakaian di jam olahraga. Tapi Arisa tak menyangka kalau ukuran payudara Nia yang sesungguhnya lebih besar dari dugaan semula setelah terlepas bebas dari kurungan pakaian dalamnya. Mulut Arisa pun juga mulai menganga dengan penuh rasa kagum ketika melihat senjata Ranata yang bangkit keluar setelah bebas dari celana dalamnya. Walau pun ini bukan kali pertama Arisa melihat Garuda di selangkangan Ranata, apalagi dia juga sudah pernah menciumi dan menghisapi bagian tubuh lelaki tersebut sebelumnya (Baca kembali bagian awal: Demi Obat Cinta). Namun Arisa tetap merasa takjub melihat ukuran kejantanan Ranata yang rasanya lebih besar dari ukuran sebelumnya saat Arisa mengulum benda tersebut di dalam mulutnya.
"O hoo~ Besar banget burungmu, Ran?" Kata – kata tersebut spontan keluar dari mulut Arisa, yang membuat Nia, Ranata dan Arisa sendiri terkejut saat mendengarnya.
Nia dan Ranata sempat berhenti sejenak dan berpaling menatap Arisa. Namun tidak berapa lama, mereka berdua pun kembali asyik dengan percumbuan cinta mereka dan kembali lanjut memadu kasih di hadapan Arisa.
(Apa yang barusan kukatakan? Kenapa juga burungnya Ranata lebih besar daripada waktu kulahap dulu. Apa aku begitu tidak menarik di matanya?) Dalam hati Arisa bergumam.
Rasa kaget, heran, dan kecewa bercampur baur dalam benak Arisa. Kaget, karena kata – kata yang barusan keluar dari mulutnya sendiri secara spontan tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Heran, karena melihat ukuran burung Ranata yang ternyata masih bisa tumbuh lebih besar lagi dari ukuran sebelumnya. Kecewa karena Arisa merasa bahwa dirinya tidak lebih menarik daripada Nia di mata Ranata. Karena Nia lah yang berhasil membuat burung Ranata menjadi bangkit lebih perkasa lagi dari pada saat Arisa yang bermain dengan lelaki tersebut. Arisa menutup mulutnya yang menganga karena takjub dengan ujung jari – jari tangan kanan yang memangku dagunya. Matanya terus terpaku melihat kedua insan yang saling memadu kasih di hadapan dirinya. Arisa melihat betapa Nia dan Ranata telah begitu hanyut ke dalam dunia milik mereka berdua. Dunia yang hanya berisikan mereka berdua di dalamnya. Dunia yang meluap – luap penuh akan perasaan cinta yang bercampur dengan gejolak – gejolak hasrat dan nafsu birahi. Hanya ada Nia dan Ranata. Tidak ada Arisa di dalamnya....
Setelah puas bercumbu saling merogol tubuh satu sama lain sambil berdiri di hadapan Arisa, Ranata membopong tubuh Nia dalam princess carry dan membawanya ke atas ranjang Arisa. Tanpa meminta ijin kepada pemiliknya, pasangan yang sedang di mabuk asmara ini pun segera memadu kasih di atas ranjang sahabat mereka ini.
Melihat hal tersebut, Arisa merasakan suatu kegelisahan melanda hatinya. Tubuhnya semakin memanas seiring dengan permainan cinta Nia dan Ranata yang juga menjadi semakin intens dan semakin panas. Dapat dirasakan oleh Arisa, betapa perlahan tapi pasti kedua puting susunya mulai mengeras dan setiap sentuhan dan gesekan dengan pakaian yang dikenakannya memberikan sensasi tersendiri yang mengusik hatinya. Kedua paha dan kakinya yang bersilangan mulai saling bergesek – gesekan dan bagian tertentu pada selangkangan Arisa pun juga mulai terasa gatal ingin di usap dan di belai. Dengan mata yang tidak berhenti menatap kedua sahabatnya yang tengah asyik memadu kasih di atas ranjangnya, tanpa sadar tangan Arisa pun mulai bergerak menyentuh bagian – bagian tubuhnya sendiri ingin mencari kenikmatan dan memuaskan dahaga nafsu yang perlahan menguasai dirinya. Tubuh Arisa bergetar hebat dan matanya melotot lebar – lebar memandangi Nia dan Ranata yang mengalami klimaks bersamaan di atas ranjangnya. Arisa dapat merasakan sensasi basah di selangkangan nya dan dia pun segera menyadari apa yang terjadi pada dirinya. Dengan cepat dia segera berusaha menenangkan dirinya kembali dan bersikap tenang seolah tidak terjadi apa – apa sambil tetap memperhatikan setiap detail gerakan Nia dan Ranata di atas ranjangnya.
Nia terbaring di atas ranjang dalam pelukan Ranata yang menindihi tubuhnya. Mereka berdua begitu menikmati permainan cinta mereka yang penuh dengan gairah nafsu masa muda. Entah kenapa, rasanya mereka berdua merasa lebih mudah terangsang dan menjadi begitu bernafsu hari ini. Apakah karena mereka sekarang ini sedang melakukannya di hadapan orang lain, sehingga bumbu perasaan amoral menjadi tambahan penyedap dalam suguhan peraduan kasih mereka?
Nia dan Ranata saling berpelukan dan membelai tubuh satu sama lain dengan penuh cinta kasih. Setelah sebuah ciuman yang sangat dalam, mereka menghentikan sejenak percumbuan mereka dan berpaling menatap Arisa yang masih duduk di kursinya, menatap setiap detail tentang mereka.