Chereads / Hembusan Hasrat / Chapter 16 - Pesugihan 5

Chapter 16 - Pesugihan 5

Begitu bertemu Asmadhi, ia pun mengadukan apa yang dilihatnya.

"Tuan Asmadhi, aku lihat kamu memiliki piaraan seorang wanita cantik di pekaranganmu… Siapakah dia?"

"Ooh… Ya… Itu adalah tumbal pesugihanku yang tak dapat memenuhi janjinya…" jelas Asmadhi.

"Ia adalah istri dari si pelaku…" lanjutnya.

Ki Gendeng pun manggut-manggut mendengarnya.

"Tapi mengapa ia kauberikan begitu saja pada kera piaraanmu? Tidakkah kau juga menyukai manusia wanita?

Apalagi wanita itu sangatlah cantik…" tanya Ki Gendeng terheran-heran.

Asmadhi tersenyum.

"Tentu saja aku masih suka wanita dari bangsa manusia… Mataku pun tak buta, Ki Gendeng…"

"Aku tahu wanita itu sangat cantik…" lanjutnya. "Tapi saat ini aku sedang menjalani laku wesi geni untuk meningkatkan kesaktianku… selama 12 bulan purnama…"

"Selama itu pulalah aku harus menahan nafsu birahiku…."

Kembali gendruwo itu manggut-manggut mendengar penjelasan Asmadhi.

"Buatku tak masalah…" jelas Asmadhi lebih lanjut. "Tak sulit bagiku untuk mendapatkan wanita dari bangsa manusia untuk di lain waktu…"

"Kalau begitu, berikan saja wanita itu padaku, Asmadhi…" minta Ki Gendeng spontan.

"Sayang sekali kalau manusia secantik itu hanya untuk melayani nafsu seekor kera… Kau kan tahu kalau aku pun sangat doyan wanita…"

"Aku sudah langsung jatuh cinta padanya begitu melihat kecantikannya dan juga bentuk tubuhnya yang begitu aduhai panas merangsang mata… Sepertinya wanita itu benar-benar diciptakan khusus untukku, Ki…"

Asmadhi tampak termenung memikirkan permintaan itu.

Sementara gendruwo itu tak bisa menyembunyikan keinginannya yang kuat dari wajahnya.

"Wanara adalah pengikutku yang sangat setia… Walaupun hanya seekor kera, ia telah banyak berjasa bagiku…"

"Mengambil wanita itu dari sisinya tentu akan berat baginya…. Kesedihannya adalah kesedihanku juga… Kira-kira apa yang bisa kau tawarkan padaku untuk menggantinya?"

"Aku akan membawa semua kaumku untuk mengabdi padamu, Tuan Asmadhi…"

"Apa pun akan kulakukan untuk mendapatkan wanita itu…. Aku sangat ingin menikmatinya dan mendapatkan keturunan darinya…"

Asmadhi kembali termenung sejenak.

"Baiklah, begini saja… Kuterima tawaranmu… Kau akan kuberikan wanita itu…" kata Asmadhi. Sontak wajah Ki Gendeng pun berubah senang…

"Tapi… supaya adil," lanjut Asmadhi. "Akan kubiarkan Wanara mendapatkan terlebih dahulu persis seperti yang kau inginkan dari wanita itu…"

"Yaitu…?" tukas Ki Gendeng dengan wajah bertanya-tanya.

"Biarkan Wanara mendapatkan keturunannya terlebih dahulu dari wanita itu… barulah setelah itu giliranmu…"

Ki Gendeng termangu sejenak.

Tentu saja itu berarti ia harus menunda hasratnya…

Namun tampaknya ia tak punya pilihan lain.

"Bagaimana… Cukup adil?" tanya Asmadhi meminta penegasan.

"Baiklah, Tuan…. Aku terima…" tanggap gendruwo itu akhirnya.

Keduanya lalu berjabat tangan erat sambil tersenyum lebar menyikapi kesepakatan itu.

Sepeninggal Ki Gendeng, Asmadhi pun mengabarkan berita itu kepada Wanara dan Maya.

Wanara tentu saja sedih.

Apalagi Maya juga telah mulai terbiasa untuk memenuhi kebutuhan nafsu birahinya pada wanita itu.

Wanita itu sudah benar-benar mengerti kapan dan bagaimana harus memuaskan hasrat birahinya.

Ia bahkan sudah tak perlu meminum ramuan dari Asmadhi untuk bisa mengimbangi kebutuhan seks kera itu.

Mereka sudah sampai ke tahapan saling menikmati hubungan seks mereka dengan frekuensi dan irama yang sama.

Kera itu pun sudah mulai ketagihan menyetubuhi wanita cantik itu dan tidak bernafsu lagi terhadap makhluk sesama speciesnya.

Anehnya, Maya pun merasakan hal yang kurang lebih sama.

Memang mereka berdua tak bisa saling berkomunikasi secara lisan.

Bagaimanapun, selama ia diperistri oleh Wanara telah terjalin tak hanya hubungan fisik melainkan juga hubungan batin.

Tentu saja di lain pihak ia pun tak mampu menolak perintah dari Tuannya Asmadhi.

Apalagi, statusnya di alam itu adalah tetap sebagai piaraan Asmadhi.

Ia harus pasrah dan mematuhi semua yang diperintahkan iblis tua itu.

Wanara pun akhirnya mau menerima keputusan tuannya.

Apalagi setelah ia diberi tahu bahwa wanita itu tak akan diserahkan kepada sang gendruwo sebelum ia berhasil menghamilinya.

Maka kehidupan kedua makhluk itu berjalan normal kembali seperti semula.

Sampai suatu kejadian yang tak masuk akal pun akhirnya terjadilah.

Semakin hari Maya semakin sering merasakan mual. Ia pun semakin lama bisa merasakan adanya kehidupan baru di dalam perutnya…

Ya, Maya telah hamil…

Wanita itu pun mengabarkan berita itu untuk pertama kali kepada Wanara.

Ia tak peduli apakah kera itu mengerti kata-katanya, yang jelas ia terus bercerita tentang kehamilannya.

Tampaknya Wanara pun bisa mengerti.

Ia pun tampak senang sambil mengelus-elus perut Maya dengan lembut.

Mereka berdua pun lalu berciuman mesra.

Maya sebenarnya tak habis pikir, bagaimana bisa ia mengandung bayi seekor kera?

Ia dan Wanara berasal dari spesies yang berbeda.

Tentulah itu adalah suatu mukjizat yang hanya terjadi sekali di antara beberapa ribu atau bahkan beberapa juta kemungkinan…

Maya dan Wanara merasa gembira karena percintaan mereka ternyata membuahkan hasil.

Namun mereka juga sadar bahwa itu menandai semakin berkurangnya hari-hari yang bisa mereka lewati berdua…

Karena itulah mereka seolah ingin menikmati setiap detik kebersamaan mereka sebaik-baiknya.

Di samping tentu saja sekarang mereka harus lebih berhati-hati dalam berhubungan intim karena adanya bayi yang dikandung oleh Maya…

Semakin hari perut Maya pun semakin besar.

Asmadhi dengan penuh pengertian mengurangi pekerjaan yang harus ditangani Maya sehari-hari.

"Terima kasih, Tuan...." kata Maya ketika diberitahu Asmadhi hal itu.

"Ya, kau jagalah kandunganmu… dan kau uruslah kera piaraanku," kata Asmadhi.

"Baik, Tuan...." angguk Maya mematuhinya.

Pada waktunya, Maya pun melahirkan bayinya yang berwujud manusia berekor kera sebagai hasil hubungannya dengan Wanara.

Walaupun bayinya adalah manusia setengah kera, naluri keibuan Maya serta-merta muncul.

Disayanginya bayi kera yang dinamai Sanjaya itu sepenuh hatinya karena bagaimana pun darah manusianya ikut mengalir pula di dalamnya.

Setelah menyusui bayinya selama enam bulan, Ki Gendeng pun datang menagih janjinya.