Saat itu sudah lewat tengah malam.
Angga merasa sangat gelisah karena tahu akan terjadi sesuatu.
Maya yang saat itu sedang di sampingnya juga merasa curiga melihat gelagat suaminya yang dari tadi tampak menyembunyikan sesuatu.
Wanita itu baru saja selesai menyusui anaknya yang sempat terbangun beberapa waktu yang lalu.
Tanpa ada tanda apa pun, Sang Iblis Asmadhi tiba-tiba muncul diikuti oleh para pengikutnya.
Walau sudah menduga hal itu, Angga tetap saja merasa terkejut.
Ia tak tahu harus mengatakan apa pada istrinya.
Maya yang tak mengetahui pokok permasalahannya tentu saja tak kalah terkejutnya.
"Angga, kau tahu apa yang telah kau lalaikan malam ini?" suara Asmadhi terdengar menggema di tengah malam yang hening.
Angga hanya diam dengan tubuh gemetar dan tegang.
"Kalau kau tak mampu memenuhi janjimu dalam pesugihan ini, aku sudah mengatakannya dengan jelas apa yang harus kau bayar…"
"Aku akan mengambil nyawa anakmu sebagai tumbal…" kata iblis tua itu mengingatkan.
"Atau aku akan mengambil istrimu untuk menjadi budakku di alam gaib sana… sebagai ganti atas semua kekayaan yang telah kuberikan padamu…"
Maya yang terkejut mendapati kenyataan itu tentu saja tak merelakan nyawa anak semata wayang kesayangannya diambil oleh Asmadhi.
"Mas Angga…. Benarkah…?" tanya Maya seperti tak percaya sambil memandang ke arah suaminya. "Teganya kau… Jadi selama ini….?"
Ia tak mampu melanjutkan kata-katanya.
Angga hanya menunduk.
Ia tak berani membalas pandangan istrinya.
Tubuhnya terasa gemetar.
"Baiklah, sekarang aku akan mengambil anakmu…" kata Asmadhi sambil melangkah mendekati ranjang tempat anak Angga dan Maya sedang tidur.
Maya sangat terkejut mendapati kenyataan anaknya akan diambil secara paksa.
Dihalanginya iblis tua yang besar itu dalam langkahnya menuju ranjang.
Naluri keibuannya untuk melindungi putri semata wayangnya pun serta merta muncul.
"Aku tak rela nyawa anakku hilang demi melunasi hutangmu…" tegas wanita itu sambil memandang suaminya.
"Biar aku saja yang ikut dia untuk menebusnya…"
Sejenak setelah mengucapkan kata-kata itu, Maya sempat terkejut.
Bagaimana bisa ia membuat keputusan seperti itu?
Keputusan yang spontan dikeluarkannya untuk melindungi jiwa putri satu-satunya.
Dalam hati ia sebetulnya sangat khawatir akan nasibnya jika mengikuti setan itu.
Bagaimanapun, saat itu ia tak melihat cara lain sebagai jalan keluarnya.
"Baiklah, tak masalah bagiku," kata Asmadhi sambil memeluk bahu Maya yang ada di dekatnya.
"Anakmu atau istrimu, salah satu saja…. Sudah cukup bagiku…" kata Asmadhi.
Angga tak mampu berkata apa-apa.
Mulutnya serasa terkunci.
Asmadhi lalu melucuti seluruh pakaian Maya.
Maya sama sekali tak menolak…
Maya tak tahu mengapa ia tak melawan saat direndahkan dan dilecehkan seperti itu….
Apakah ia berada di bawah pengaruh hipnotis?
Angga hanya bisa memandangi peristiwa itu tanpa daya sama sekali.
Begitu istrinya telah bugil, ia melihat Asmadhi mengeluarkan seuntai rantai yang besar lalu mengalungkannya ke leher wanita cantik itu…
Siluman sakti itu kemudian menyerahkan rantai itu kepada seekor kera jantan besar yang setia mengikutinya.
Entah dari mana datangnya, segumpal asap yang tebal tiba-tiba muncul memenuhi ruangan.
Asmadhi pun berjalan menembus asap itu.
Diikuti oleh si kera besar yang menuntun istrinya… menghilang ditelan kegelapan….
Angga hanya bisa memandang seluruh kejadian itu sambil menangis…
Kedua kakinya benar-benar kaku tak bisa digerakkan.
Sekujur badannya gemetar menahan perasaan takut, geram, dan tak berdaya yang bercampur aduk.
Beban yang demikian beratnya membuatnya terjatuh. Perlahan-lahan asap pun menghilang tanpa bekas.
Sama seperti istrinya yang raib dibawa Asmadhi… Pandangannya pun menjadi gelap.
Ia pun pingsan tak sadarkan diri.
Maya memulai kehidupan barunya di alam iblis.
Setelah melalui asap tebal yang mengantarkannya meninggalkan alam manusia, sampailah ia di kediaman iblis tua itu.
Tempat tinggal Asmadhi ada di tengah-tengah hutan.
Hutan yang aneh dalam pandangannya sebagai manusia. Semua tumbuhan dan hewan yang ada di situ tak pernah dijumpainya di alam manusia.
Semuanya dari jenis yang berbeda…
Pondok Asmadhi terbuat dari kayu dan menyatu dengan sebuah pohon besar yang dikelilingi oleh sepetak lapangan yang agak luas.
Lapangan yang merupakan pekarangan rumah itu menjadi pemisah antara rumah dengan hutan lebat yang mengitarinya.
Asmadhi membawa Maya berkeliling meninjau rumahnya yang cukup besar dan pekarangan di sekelilingnya.
Dijelaskannya satu per satu tugas yang akan menjadi kewajibannya sehari-hari.
Dengan penuh perhatian wanita itu menyimak setiap penjelasan dan instruksi dari tuan barunya.
Dengan hati yang berdebar-debar ia menunggu-nunggu sesuatu dari penjelasan iblis tua itu.
Sampai Asmadhi selesai menjelaskan, apa yang ditunggunya dengan harap-harap cemas ternyata tak juga keluar.
Jelas bahwa Asmadhi sama sekali tak berniat untuk 'menyentuh'-nya.
Padahal Maya tadinya mengira ia juga harus melayani iblis itu di tempat tidur.
Wajar saja jika ia mengira demikian.
Saat ia diambil dari suaminya, Asmadhi telah melucuti seluruh pakaiannya hingga dirinya bugil.
Begitu pula saat memberikan penjelasan, Asmadhi telah menegaskan padanya bahwa ia tak diperkenankan mengenakan sehelai kain pun untuk menutupi tubuhnya selama berada di alam gaib itu.
Suasana yang dibangun memang seolah mengarahkannya untuk menjadi seorang pelayan seks.
Nyatanya ia hanya harus melayani Asmadhi seperti seorang pembantu rumah tangga.
Maya tiap hari harus memasak makanan untuk Asmadhi, membersihkan rumahnya, mencuci pakaiannya, menyiapkan segala peralatan dan kebutuhan sehari-harinya… tapi tidak melayani nafsu birahinya…
Seolah bisa membaca pikiran wanita itu, Asmadhi menceritakan penyebabnya.
Rupanya iblis tua itu sedang menjalani ritual tertentu yang tidak memungkinkannya untuk melakukan hubungan seks sama sekali selama rentang waktu tertentu.
Sejenak Maya menarik nafas lega…
Memang sejak dibawa oleh Asmadhi ia telah mengantisipasi jika dirinya akan dijadikan sebagai pelayan seks.
Toh ia tetap merasa gentar juga saat semakin sering berdekatan dengan Asmadhi dan dapat melihat ukuran penisnya.
Alat kelamin itu menggelantung - gelantung seperti belalai gajah di balik kain tipis yang menutupi pangkal pahanya….
Sayangnya kelegaan wanita itu tak berlangsung lama.
Asmadhi rupanya menyadari sosok wanita yang ada di hadapannya itu benar-benar cantik dengan postur tubuh yang sangat indah.
Sangat mubazir jika tidak dimanfaatkan.
Dengan demikian, bukan berarti Maya benar-benar bebas dari kewajiban yang berhubungan dengan seks….
Karena ternyata Asmadhi akhirnya menghadiahkan Maya kepada Wanara, kera putih jantan peliharaannya….
Dengan demikian kera peliharaan Asmadhi lah yang akhirnya ketiban untung mendapatkan Maya.
Itu pun sebenarnya sudah lebih dari cukup bagi Maya.
Sudah jadi pengetahuan umum, birahi seekor hewan lebih tinggi frekuensinya daripada seorang manusia.
Belakangan Maya belajar bahwa sepuluh kali hubungan seks adalah jatah minimal yang harus diberikannya kepada hewan itu tiap harinya.
Maya pun jelas harus bersusah payah beradaptasi dengan kebiasaan itu.
Dulu saat masih di alam manusia, tidak setiap hari ia harus melayani Angga suaminya.
Sekarang dengan frekuensi hubungan seks minimal lima kali sehari, Maya biasanya hanya dapat ikut menikmati sampai hubungan yang kedua atau ketiga.
Selebihnya, dirasakannya semata-mata untuk memenuhi kewajibannya melayani birahi kera itu....