Chereads / Hembusan Hasrat / Chapter 12 - Pesugihan 1

Chapter 12 - Pesugihan 1

Angga adalah seorang buruh lepas pekerja bangunan.

Pria muda kelahiran sebuah dusun terpencil di Jawa Tengah ini terpaksa mengadu nasib ke Jakarta karena di daerah asalnya pun ia menganggur tak punya pekerjaan.

Kekeringan yang berkepanjangan melanda kampung halamannya.

Sawah - sawah sudah tidak produktif lagi, apalagi para Tuan Tanah dan Lintah Darat yang memegang kekuasaan di daerah tersebut juga semakin menambah penderitaan para rakyat kecil yang sudah jatuh miskin serta terjerat hutang di sana - sini.

Banyak petani yang kehilangan tanah dan mata pencaharian mereka, termasuk juga Angga.

Pada saat usianya yang kedelapan belas saat masih di kampungnya, pria itu telah menikahi seorang wanita yang sangat cantik yang bernama Maya.

Wanita yang usianya selisih dua tahun lebih muda ini adalah tetangganya sendiri di kampung.

Sama seperti Angga, Maya pun berasal dari keluarga yang sangat sederhana.

Walaupun kehidupan yang menanti di Jakarta belum menentu, Angga nekat mengajak istrinya untuk pergi ke kota harapan itu saat usia pernikahan mereka masih seumur jagung.

Ia malu terus - menerus membebani kedua orang tuanya mau pun mertuanya yang sama - sama hidup serba kekurangan.

Sebagai seorang yang hanya merupakan jebolan SMA, pria muda itu masih terbilang cukup beruntung karena berhasil mendapatkan pekerjaan pada seorang kontraktor kecil-kecilan di daerah pinggiran ibukota.

Angga mengenal majikannya dari sesama temannya di kampung yang kebetulan pernah bekerja pada beliau.

Dengan kemampuan seadanya, ia belajar menjadi kuli bangunan.

Pekerjaannya pun tak menentu, bergantung pada order yang diterima majikannya.

Dengan penghasilan yang seadanya, tentu saja kehidupan Angga dan Maya di kota yang keras itu masih tetap serba prihatin.

Kesulitan ekonomi semakin terasa setelah Maya melahirkan anaknya yang pertama, tepat dua tahun setelah kepindahan mereka ke Jakarta.

Angga pun semakin pontang - panting membanting tulang memeras keringat demi menghidupi keluarganya yang telah bertambah anggotanya.

(Catatan Penulis: Makanya kalau belum mapan ya jangan kawin, cari siksa sendiri kan namanya :p)

Angga sebenarnya sangatlah beruntung memiliki seorang istri yang cantik jelita lagi lapang hatinya seperti Maya.

Wanita itu sangat sabar dan mau sepenuhnya mengerti kesusahan yang mereka alami bersama.

Ia tak pernah mengeluh apalagi menuntut yang macam - macam kepada suaminya.

Walau ia pun tak mampu berbuat banyak untuk membantu suaminya, tak henti - hentinya Maya terus memotivasi suaminya untuk bersabar dan tidak tergoda menempuh jalan yang tidak benar dalam mengatasi kemiskinan mereka.

Namun Untung tak dapat diraih, Malang tak dapat ditolak.

Keadaan ternyata berkembang jadi semakin sulit setelah Perusahaan tempat Angga bekerja bangkrut.

Otomatis Angga pun kehilangan satu-satunya mata pencahariannya.

Dengan kemampuan yang terbatas, jelas ia mengalami kesulitan untuk mendapatkan mata pencaharian yang baru.

Dalam keadaan putus asa, Angga mengambil jalan pintas.

Suatu hari, pada saat ia sedang nongkrong dengan sesama temannya yang juga menganggur.

Saat ngobrol, temannya menceritakan tentang pesugihan yang diyakini dapat memberikan pelakunya kekayaan yang melimpah ruah.

Dari sekedar iseng, Angga jadi mulai tertarik dengan cerita itu.

Diajaknya temannya untuk sama-sama menjalani pesugihan tersebut.

Walaupun tertarik juga, temannya menolak untuk melakukannya.

Ia takut karena syaratnya sangat berat.

Begitu pula konsekuensi yang harus ditanggung jika syaratnya tak terpenuhi.

Belum lagi mengingat cara itu adalah jalan yang dikutuk oleh agama.

Angga yang telah buntu pikirannya tetap berkeras untuk mencobanya.

"Agama? Memangnya Agama bisa dipakai makan? Apa dengan Berdoa Uang bisa turun jatuh dari langit?" Begitu lah yang tersirat di pikiran Angga yang sudah mulai terjerumus ke jalan yang sesat tanpa harapan.

Temannya yang telah mencoba mengingatkannya tak mampu berbuat apa-apa.

Setelah dipaksa oleh Angga, temannya lalu menceritakan bagaimana cara melakukan pesugihan itu, yang disebut pesugihan gua iblis.

Pesugihan itu harus dilakukan dengan memuja Iblis bernama Asmadhi.

Tempatnya adalah di sebuah gua terpencil di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Dengan alasan mencari pekerjaan, Angga pamit kepada istrinya untuk pergi ke luar kota selama beberapa hari.

Dititipkannya anak dan istrinya kepada tetangganya.

Dengan berdebar-debar Angga menemui juru kunci tempat itu untuk minta petunjuk dan bimbingan dalam menjalaninya.

Sebelum melakukan itu, sama seperti yang telah dilakukan oleh temannya, si juru kunci mengingatkan Angga akan semua konsekuensi yang harus diterimanya.

Pria tua itu mengatakan bahwa Angga masih dapat mundur saat itu seandainya ia masih ragu-ragu.

Merasa kepalang tanggung, Angga tetap menyanggupinya.

Ia pun menjalani ritual yang disiapkan oleh si juru kunci untuk melakukan perjanjian dengan Asmadhi.

Asmadhi adalah seorang iblis tingkat tinggi yang memiliki kesaktian mandraguna.

Usianya telah mencapai ribuan tahun.

Berbagai macam manusia dari puluhan generasi sudah pernah ditemuinya.

Ia hidup di tengah hutan Lawang bersama para pengikutnya.

Pengikutnya berasal dari berbagai golongan makhluk halus dan hewan liar yang hidup di hutan itu.

Ia tak akan membantu sembarang orang.

Syarat yang ditetapkannya pun berat.

Saat melakukan ritual di dalam gua, Angga pun berkesempatan untuk bertatap muka dengan iblis itu.

Badan Asmadhi berwujud manusia tapi bagian paha ke bawah menyerupai kaki belakang seekor kambing gunung.

Tubuhnya yang jangkung tampak tegap didukung oleh badannya yang kekar dan berwarna gelap kemerahan.

Wajahnya berbentuk segitiga dengan ujung dagu yang sangat lancip. Kedua matanya tajam dan berwarna merah.

Sepasang tanduk besar menyerupai tanduk kambing gunung menghiasi kepalanya yang berambut panjang dan berwarna hitam dengan ujung yang kemerahan seperti warna darah yang telah mengering.

Angga bergidik melihat penampakan iblis tua yang mengerikan itu.

"Hai manusia, ceritakan apa yang kau mau," suara iblis tua itu terdengar menggema di dalam gua.

"A..a.. ku ingin mendapatkan kekayaan, Tuan," kata Angga terbata-bata.

Mata Asmadhi yang tajam menatap dalam-dalam pada Angga yang agak merinding.

"Kau tahu apa syaratnya?" tanya iblis itu.

"Apa itu, Tuan?" tanya Angga gemetar. "Aku akan menyanggupinya…"

"Setiap purnama kau harus mempersembahkan mayat bayi yang baru saja dikuburkan…"

Angga terdiam.

"Jika kau lalai…. Bukan hanya kekayaanmu yang akan kutarik kembali…." lanjut Asmadhi.

Angga menanti lanjutan kata-kata iblis tua itu dengan harap-harap cemas.

"…Melainkan juga orang yang sangat kausayangi akan kuambil…." Asmadhi menutup penjelasannya yang singkat.

"Baiklah, Tuan…" jawab Angga yang sudah gelap matanya menyanggupi.

Setelah perjanjian diikat, Angga pun kembali ke Jakarta.

Aneh, tak lama kemudian Angga pun mendapatkan rezeki.

Ada orang yang menawarinya modal untuk membuka usaha. Angga pun membuka warung dan bengkel.

Usahanya ternyata maju sehingga dalam waktu singkat Angga dapat mengembalikan modalnya dan memiliki sendiri seluruh usahanya.

Kehidupan ekonomi mereka pun semakin membaik.

Tentu saja Angga tak pernah menceritakan peristiwa yang sebenarnya kepada Maya.

Sementara itu, setiap menjelang bulan purnama, Angga memiliki kebiasaan baru.

Ia akan mendatangi kuburan dan menggali makam bayi yang baru saja dikuburkan.

Jasad bayi yang masih baru itu lalu dipersembahkannya kepada Asmadhi sebagai tumbal.

Bulan demi bulan pun berlalu.

Semakin lama Angga pun semakin merasa sulit untuk memenuhi janjinya kepada sang Iblis.

Bukan saja ia harus mencari mayat bayi ke daerah yang semakin jauh, penduduk pun mulai resah dan curiga dengan maraknya penggalian kuburan bayi yang baru meninggal.

Akibatnya, Keamanan pun semakin diperketat.

Ruang gerak Angga pun semakin terbatas.

Sampai suatu ketika, Angga akhirnya gagal memenuhi janji pesugihannya pada Asmadhi tepat pada malam bulan purnama yang ketiga belas sejak perjanjiannya....