Aku menyukai orang ini, Katie memutuskan dalam hatinya, saat melihat Sylvia mengambil segelas air dan meletakkannya di sampingnya. Sylvia dan Elliot sangat baik padanya dan tidak bersikap tidak sopan padanya dengan menamakannya manusia. Mereka sangat baik dan telah menyelamatkannya dari makhluk yang menyerangnya ketika mereka dalam perjalanan menuju istana. Dia mengintip ke arah Alexander yang duduk di ujung meja yang sedang bicara dengan seseorang. Dia tidak berbicara banyak seperti Sylvia dan Elliot tetapi dia telah menyelamatkannya. Dia menatap Alexander untuk beberapa saat sampai Alexander menatapnya membuatnya menundukan kepala.
Katie duduk di samping Elliot saat dia makan malam, tidak sekalipun dia mengangkat wajahnya oleh karena merasa takut jika ada yang akan memarahinya. Dia menginginkan orang tuanya; memikirkan tentang mereka yang tidak akan kembali membuatnya merasa sedih. Dia meremas baju yang dikenakannya, sambil menahan air mata yang hampir tumpah.
"Katie?" dia mendengar seseorang memanggil namanya. Dia mengangkat kepalanya dan melihat Elliot memegang sebuah mangkuk dengan sayuran yang dicampur dengan sesuatu yang berwarna kehijauan, "Ini, coba kau makan. Hangat dan manis, kau pasti akan menyukainya," Elliot meletakan sayuran itu di depannya.
Katie mengambil makanan itu dengan garpunya dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Makanan itu terasa seperti meleleh di lidahnya dan sangatlah enak, "Bisa ditebak, kau menyukainya?" Elliot bertanya dengan senyuman di wajahnya dan gadis kecil itu mengangguk.
"Aku akan mengambilkan yang lainnya," Elliot mencari di sekitar meja. Di saat yang bersamaan, seorang wanita paruh baya berbisik kepada seseorang di sampingnya.
"Aku tidak percaya apa yang aku lihat. Aku tidak tahu apa lagi yang akan terjadi nantinya," Kata wanita separuh baya itu membuat Elliot menoleh.
"Nyonya Magdalene, saya melihat anda begitu cantik malam ini tetapi ada sesuatu yang kelihatannya aneh," Elliot mengernyitkan keningnya sambil melihat ke arah wanita itu.
"Hal apakah itu, Elliot?" Wanita paruh baya itu bertanya dengan penuh minat. Jelas bahwa wanita paruh baya itu sangat gampang untuk di tipu dengan pujian.
"Aku rasa kau telah bertambah gendut sejak terakhir aku melihatmu, kemarin. Bisakah kau memberikan mangkuk itu sebelum kau memakan semuanya dan berubah menjadi seekor sapi?" Elliot bertanya sambil tersenyum dan hidung wanita itu mengerut dengan marah.
"Beraninya kau?!" Wanita itu menuntut, suaranya hanya seperti bisikan.
"Jadi kau menolak untuk membagikan makanan itu?" Elliot tertegun sambil menatap wanita paruh baya itu yang tampaknya tersinggung. "Sungguh egois. Maksudku coba lihat kepada-" Sylvia menendang kaki Elliot membuatnya terhenti.
"Sudah cukup dengan omong kosong ini. Aku pergi," Magdalene berdiri dengan kaku dan berjalan keluar ruangan diikuti oleh suaminya.
"Kau tau mulutmu itu akan membawa masalah bagi dirimu sendiri jika kau tidak bisa menutup mulutmu, " Sylvia berbisik padanya membuat Elliot merapatkan bibirnya.
"Aku bisa menggunakan mulutku dengan lebih baik jika kau menginginkannya," Elliot memainkan alisnya dengan pandangan menggoda.
"Mungkin aku lupa mengatakan padamu ketika aku menjahit mulut seorang pria dengan kulitnya sendiri," Jawab Sylvia dengan tenang sambil memutar garpunya dan melihat Elliot memandangnya dengan wajah ngeri.
"Diamlah, Sylvia," Elliot menutup telinga Katie dengan kedua tangannya, "Kau akan memberikan pengaruh yang jelek kepada anak ini jika kau bicara seperti itu," Sylvia memutar bola matanya ketika dia melihat ekspresi wajah Elliot.
Katie memandang kedua orang tersebut, tidak tahu apa yang sedang terjadi oleh karena dia sedang berkonsentrasi dengan makanan yang ada di piringnya. Ketika matanya bertatapan dengan mata Elliot yang berwarna biru, pria itu terdiam dan melingkarkan tangannya dan memeluk gadis kecil itu.
"Awww dia sangat manis," Ucap Elliot tanpa melepaskan pelukannya membuat gadis kecil itu duduk tidak bergerak, "Jangan khawatir sayangku, aku akan melindungimu dari wanita ini sebelum dia mengucapkan kata-kata yang mengerikan," ujar Elliot secara berlebihan.
"Dia butuh perlindungan dari orang sepertimu bodoh," Sylvia meletakan tangannya ke wajahnya dengan kesal.
Pada malam hari, ketika Katie duduk di ruangan yang diberikan kepadanya untuk dia tempati, dia melihat keluar jendela dan melihat kilat yang menyambar di antara awan. Dia menguap dengan mata yang tertutup dan membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur tetapi dia tidak lupa untuk mematikan lilin di samping tempat tidurnya.
Malam itu bukanlah malam yang tenang baginya oleh karena dia bermimpi tentang makhluk yang membunuh orang tuanya mengejarnya. Keningnya mengerut dan mulutnya terbuka saat dia bergerak di atas tempat tidur, dengan gelisah mencoba untuk melarikan diri dari makhluk yang berada dalam mimpi buruknya. Hujan turun dengan derasnya, diikuti dengan guntur dan cahaya petir hanya menambah mimpi buruknya.
Suara guntur yang keras membuatnya terbangun, dan matanya berlinang air mata. Dia melihat ke sekeliling ruangan, mencari tanda makhluk dari mimpinya. Dan sekali lagi suara guntur membuat hatinya berdebar dengan cepat.
Terlalu takut untuk tidur sendirian, dia turun dari tempat tidurnya dan berjalan dengan perlahan menuju ke arah pintu. Ketika dia melangkah keluar ruangan seekor kucing berwarna hitam menyapanya. Dia berharap bahwa dia akan menemukan seseorang yang bisa mengantarkannya kepada Sylvia.
Berjalan melalui koridor dia menemukan sebuah pintu dengan tanduk yang mempunyai ukiran yang aneh. Apakah ada seseorang di dalam ruangan ini? Dengan perlahan dia memutar gagang pintu dan melihat seseorang berbaring di atas tempat tidur. Merasa senang melihat seseorang di tempat itu dia menutup pintu dan merangkak di bawah tempat tidur dengan bantal yang dibawanya.
Hanya sekitar 20 menit sejak Alexander naik ke atas tempat tidurnya ketika dia mendengar langkah kaki di luar kamarnya, dan ketika gagang pintu kamarnya berputar dia menyipitkan matanya. Dia yakin bahwa dia telah mengunci pintu sebelum mematikan semua lampu di dalam ruangannya. Sosok anak kecil masuk ke dalam ruangannya dan menutup pintu sebelum merayap di bawah tempat tidurnya.
Dari baunya sudah pasti itu adalah gadis kecil tetapi apa yang anak itu lakukan di dalam ruang kamarnya lebih tepatnya di bawah tempat tidurnya? Diapun melihat ke bawah tempat tidurnya dan mendapati gadis kecil itu melipat tubuhnya seperti bola di lantai yang dingin saat dia tertidur. Tubuh kecilnya menggigil oleh karena lantai yang dingin.
Sambil mendesah dia mengangkat tubuh gadis kecil itu dan meletakkannya di tempat tidurnya. Dia membaringkan dirinya di samping gadis kecil itu. Tidak ada yang menarik dari gadis kecil itu dan dia tidak mengerti mengapa dia membawa gadis kecil itu ke istananya. Dia dikenal sangat pemilih dan hanya memilih sesuatu yang sangat unik dan menarik apakah itu seseorang ataupun sebuah benda.
Suara tangisan terdengar dari bibir gadis kecil itu membuatnya mengernyit. Gadis kecil itu sepertinya sedang bermimpi buruk oleh karena dia memanggil ibunya. Nalurinya membuatnya melingkarkan tangannya ke tubuh gadis itu dan mengusap punggungnya dengan perlahan.
"Sh, tidak apa-apa. Tidak akan ada seorangpun yang akan menyakitimu," dia berbisik pelan kepadanya "Kamu tenang disini."
Saat gadis kecil itu tertidur, Alexander menutup matanya, sambil bertanya-tanya apa yang dilakukannya. Membuka matanya dia melihat ke arah gadis kecil itu yang telah merapatkan kepalanya ke dadanya.
Dia seperti hewan kecil, pikirnya sebelum dia kembali tidur.