Di meja ruang tengah, suasananya sunyi.
Liu Zilang menyeruput mie dalam diam.
Zhang Xiaotong mengunyah sambil terus bermain dengan ponselnya, jari-jari lentiknya menekan layar. Liu Zilang tidak tahu sama sekali apa yang ia lakukan.
Sejujurnya, Liu Zilang telah kembali lebih dari setengah tahun. Walaupun mereka tinggal bersama, keduanya tidak pernah duduk berdua dan makan bersama sejak saat itu.
Hal itu karena ada bibi pengurus rumah yang biasanya ada untuk membuat makan malam. Setelah makan malam siap, porsi makanan untuk Zhang Xiaotong akan dibawakan kepadanya.
Sementara Liu Zilang, dia kadang akan makan di ruang tengah, atau sewaktu-waktu di kamarnya.
Jika dipikir-pikir, situasi seperti hari ini sebenarnya yang pertama kali.
…
Merasa bahwa suasananya hening dan sedikit canggung, Liu Zilang tahu hal ini tidak dapat berlangsung terus.
Dia bergumam, 'Mungkin situasi sekarang ini kesempatan baginya untuk mengembalikan hubungan kakak-adik yang rusak'
Saat dia merenunginya, Liu Zilang spontan terbatuk dua kali dengan tangan menutupi mulutnya.
Setelah dia mendapat perhatiannya, dia menyunggingkan senyum dan bergeser mendekati Zhang Xiaotong. Sambil tersenyum lebar, dia bertanya, "Apa yang kau lihat, biar kakak lihat juga…"
Crek!
Sesuai perkiraan, sebelum dia selesai bicara, Zhang Xiaotong menekan tombol di samping ponsel dan layarnya mati.
Seketika, Liu Zilang tersedak di bagian terakhir dari ucapannya—'Biarkan kakak melihatnya'—dia hampir tidak mampu bernapas normal.
Ini keterlaluan!
Tidak bisa diterima!
Mengapa adik seperti ini ada?
Amarah Liu Zilang naik dalam sekejap.
Tarik napas dalam. Tenang! Tenang!
Dia menenangkan dirinya, berkata bahwa ini hanyalah untuk mencairkan suasana, tapi dia tidak boleh mengacaukannya.
Namun, bocah ini sudah menjadi siswi SMP, normal baginya untuk memiliki privasi dan rahasia.
Ya, Liu Zilang memang sedikit tidak sopan.
Setelah tenang, Liu Zilang melihat mangkuk mie di depannya dan tiba-tiba terinspirasi. Dia berseri-seri saat berkata sekali lagi, "Bagaimana menurutmu? Masakan kakak tidak buruk, kan?"
"Jangan menilai semangkuk mie ini dari tampilannya saja. Ini sebenarnya mie asli di jalanan Chongqing yang kakakmu pelajari secara diam-diam saat beberapa tahun tinggal disana."
"Lihat, mie ini, telur ini, daun bawang ini… Ck ck…"
Saat ia mengatakannya, Liu Zilang dengan sengaja menarik napas dalam-dalam seolah-olah ia mabuk. Aslinya, ia menikmatinya diam-diam.
Sebagaimana pepatah berkata, 'jalan menuju hati seseorang adalah melalui perutnya.'
Dia terlihat bangga!
Kalimat pembuka untuk topik ini pasti benar!
Sesuai perkiraan, Zhang Xiaorong yang sedang memainkan ponselnya dengan kepala tertunduk tiba-tiba mengangkat kepalanya mendengar ucapan Liu Zilang.
Lalu, mata mereka bertemu.
Liu Zilang begitu terkejut.
Beberapa saat, dia melihat sedikit kesedihan dari selintas pandangannya. Sama seperti seekor kucing yang terabaikan di sudut jalan.
Tetapi perasaan itu lenyap dalam sekejap karena wajah Zhang Xiaotong kembali ke ekspresinya yang dingin dan tidak ramah sekali lagi.
Jelas terlihat bahwa ekspresi di matanya saat itu ditujukan agar Liu Zilang diam...
…
Tidak salah lagi, rencana ini sudah gagal.
Tampak putus asa, Liu Zilang mengaduk-aduk mie di mangkuknya, tanpa tahu apa yang salah.
Liu Zilang tidak memiliki 'kegigihan' untuk urusan semacam ini. Tampak jelas, dua kegagalan sudah cukup untuk membuat semangatnya jatuh terjerembab ke dalam pusat bumi.
Secara tidak sengaja, dia melihat sisa mie di mangkuk mereka. Karena Liu Zilang merasa sangat bosan, sebuah ide tiba-tiba terlintas di pikirannya.
Tanpa malu dia bertanya, "Xiaotong, bagaimana jika kita berlomba?"
Kepala Zhang Xiaotong bergeming; jelas sekali dia mengabaikannya.
Namun, Liu Zilang tetap melanjutkan, "Hei, peraturan lombanya mudah. Jadi, siapa yang makan paling lambat…"
"Dia harus mencuci piring!"
Segera setelah dia menyelesaikan ucapannya, Liu Zilang langsung menyeruput sisa mie di mangkuknya.
Beberapa saat kemudian, dia mengangkat mangkuknya dan meneguk supnya.
Lalu diikuti dengan tangannya yang terangkat tinggi. Sangat bersemangat, ia berkata, "Haha! Maaf, tapi aku menang!"
Lalu ia menaruh mangkuknya dan meninggalkan meja dengan sombongnya, berjalan ke kamarnya.
Kesedihannya karena dikalahkan sebelumnya terhapuskan saat itu dan dia terlihat rileks.
Masih memakan mie sedikit-sedikit, Zhang Xiaotong menengadah dan melihat siluet Liu Zilang. Mengungkapkan kekecewaannya, dia mengeluarkan suara 'hmph'.
…
Di dalam kamar, Liu Zilang beristirahat di kasur beberapa saat sebelum bangun melakukan salto.
Setelah dia mengambil beberapa baju ganti dari lemarinya, dia bersenandung sambil bersiap untuk mandi.
Saat dia melewati ruang tengah, dia mendengar suara datang dari dapur.
Jadi, Liu Zilang berdiri menyamping dan memiringkan kepalanya sehingga ia melihat sekilas Zhang Xiaotong mencuci piring di genangan air wastafel mengenakan sepasang sarung tangan.
Hehehe!
Melihat hal itu, perasaan Liu Zilang menjadi lebih tenang.
Saat ia melewati meja, ponsel Zhang Xiaotong yang ditaruh di atas meja sebelum dia mencuci piring mendadak bergetar—sebuah pesan QQ muncul.
"Tapi aku tidak menganggapmu sebagai seorang adik. Mungkin kita bisa mencoba untuk lebih akrab."
Liu Zilang tidak sengaja melihat pesan itu, dan dia terkejut.
Tidak menganggap sebagai adik?
Siapa? Menganggap siapa sebagai adik?
Lalu, lebih akrab?
Apa yang terjadi disini?
Untuk beberapa saat, Liu Zilang yang bingung merasa kepalanya seperti digaruk-garuk kucing.
Dia melihat ke arah ponsel di meja dan mengintip Zhang Xiaotong yang masih mencuci piring di dapur. Tampaknya dia tidak akan keluar dalam waktu dekat.
Liu Zilang berargumen pada dirinya sendiri, 'Walau melihat pesan orang lain bukanlah hal terpuji, dengan tidak adanya ayah dan anggota keluarga lain, dia bisa dianggap sebagai penjaga bocah ini.'
Jadi ya, demi pertumbuhannya yang sehat, seharusnya tidak masalah.
Dengan keyakinan bahwa 'ini untuk kebaikan dirinya' dan didorong oleh rasa penasarannya, Liu Zilang akhirnya merekahkan jari-jarinya yang panjang untuk meraih ponsel Zhang Xiaotong.
…
Menggeser tampilan di layar, belum terkunci.
Bagus!
Saat Liu Zilang menyalakan ponsel itu, dia melihat riwayat pesan di kotak dialog QQ.
"Mmm... Xiao Tong, kau belum punya pacar, benar kan?"
"Eh... kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Jawab saja, kau punya pacar atau tidak?"
"Tentu saja tidak."
"Jika... itu aku, kau mau?"
Ada jeda sejenak setelah pesan itu.
Setelah membacanya, sudut mata Liu Zilang seakan berkedut. Dia berpikir, 'Mungkinkah bocah ini mengalami masa puber?'
Tidak dapat dipercaya!
Sungguh tidak dapat dipercaya!
Untungnya, jawaban Zhang Xiaotong selanjutnya mampu menenangkan Liu Zilang kembali.
"Maaf, aku selalu menganggapmu sebagai seorang kakak. Jika kau seperti ini terus, baiknya kita tidak usah berhubungan lagi."
Namun, Liu Zilang hanya dapat cemberut membacanya.
Menganggap orang lain sebagai kakaknya?
Bocah sialan, bukankah kau sudah punya seorang kakak?
Aku di sini. Mengapa tak kau anggap sebagai kakak?
Merasa terhina, Liu Zilang melanjutkan untuk melihat pesan-pesan itu sampai pesan terbaru yang saat ini ia lihat—yang berkata 'Tapi aku tidak menganggapmu sebagai seorang adik. Mungkin kita bisa mencoba untuk lebih akrab.'
Saat dia membacanya, Liu Zilang akhirnya mengerti, dan dia merasa kesal!
Bocah tengik!
Beraninya dia mendekati adikku!
Dia menekan info tentang orang itu, muncul profil dengan gambar kartun yang terlihat seperti seorang karakter pria dari sebuah anime. Mirip seperti gambar profil Zhang Xiaotong.
Karena Liu Zilang hanya tahu sedikit tentang karakter dua dimensi, dia tidak mengenali karakter itu dan mengabaikannya.
Dia lalu melihat nama yang digunakan, Shangshan Xiaxiang.
Naik keatas gunung dan turun ke pedesaan?
Apa-apaan?
Kau pikir kau remaja paling berpendidikan di abad ini?
Sambil mencibir, Liu Zilang mengangkat ponsel itu. Lalu dengan cepat dia mengetik balasan, "Oke, kalau begitu anggap aku sebagai ibumu!"
"Cepat enyahlah!"
...