Huo Sanyan menyadari dia terlalu dekat dengan Yi Xiao dan dengan cepat menarik lengannya. Dia mundur beberapa langkah.
Setelah Huo Sanyan pergi, Yi Xiao menghela napas lega. Dia mulai khawatir berapa lama lagi mereka bisa menjaga rahasia hubungan antara tuan muda dan Xu Xiyan.
…
Xu Xiyan tidak tahu tentang skandal yang tersebar di luar.
Dia berada di sisi Ying Bao selama dua hari terakhir.
Muntah Ying Bao telah berhenti dan kondisinya lebih baik dari hari sebelumnya. Dokter mengatakan pada mereka dia akan siap untuk pulang setelah satu hari lagi di rumah sakit.
Si kecil imut itu duduk di tempat tidur, mengedipkan matanya yang besar dan terlihat mengantuk. Dia duduk diam saat Xu Xiyan menyuapi buburnya, satu sendok demi satu sendok.
Setelah menghabiskan semangkuk bubur, Ying Bao menjilat bibirnya dan menatap wadah kosong.
"Xi Sayang, apakah ada lagi bubur yang tersisa?" Dia mengelus perutnya.
Xu Xiyan meletakkan mangkuk di atas meja dan membantu Ying Bao menyeka mulutnya dengan tisu kertas.
"Kata dokter, kau masih belum pulih dan perutmu masih lemah. Seharusnya kau tidak makan lagi sekarang. Aku akan membiarkanmu makan lebih banyak begitu keluar dari rumah sakit, oke?"
"Baik. Aku akan mendengarkan Xi Sayang dan Dokter," kata Ying Bao, sedikit kecewa.
"Anak baik." Xu Xiyan menepuk kepala Ying Bao.
Ying Bao tiba-tiba teringat sesuatu dan meraih tangan Xu Xiyan.
"Xi Sayang, bukankah Xi Sayang mengatakan akan membawaku ke rumah kakek buyut hari ini? Apa yang harus kita lakukan karena aku di rumah sakit sekarang? Apakah dia khawatir jika kita tidak datang?"
"Dia tidak khawatir." Xu Xiyan meraih tangan putrinya. "Aku sudah memberitahunya apa yang terjadi. Dia bilang dia akan datang untuk mengunjungimu di rumah sakit."
"Benarkah? Seperti apa rupanya? Apakah dia memiliki rambut putih dan janggut panjang? Apakah punggungnya bungkuk?"
Ying Bao memiringkan kepalanya dan mulai bertanya-tanya seperti apa kakek buyutnya. Dia bertanya apakah dia seperti semua orang tua yang dia lihat di buku cerita.
Ketika dia memikirkannya, pintu terbuka dan dua orang masuk.
"Kakek, Paman Li, kalian berdua datang!" Xu Xiyan berdiri ketika dia melihat yang datang adalah kakeknya Jing Huaduo dan kepala pelayan keluarga Jing, Paman Li.
"Yanyan!" Jing Huaduo tersenyum lembut saat dia berjalan memasuki kamar.
Pria tua itu memiliki rambut putih dan janggut panjang. Dia sudah berusia 71 tahun, tetapi dia masih sehat dan tidak memiliki masalah penglihatan atau pendengaran. Dia berjalan secepat angin dan menjaga punggungnya tetap tegak.
Keluarga Jing telah mempraktikkan pengobatan tradisional Cina selama beberapa generasi. Mereka membuka sebuah klinik bernama Balai Penobatan Tiongkok Renjing dan sebagai salah satu dokter tertua di sana, Jing Huaduo terkenal di seluruh dunia. Dia selalu merawat tubuhnya dan tetap bebas dari penyakit parah.
"Kakek, bukankah aku sudah bilang untuk tidak datang?" tanya Xu Xiyan. "Aku akan mengantar anak itu untuk menemuimu begitu dia sudah sembuh sepenuhnya."
Dia mengambil sekeranjang buah dari Paman Li.
"Tapi aku sangat ingin melihat cicit perempuanku!"
Ketika Jing Huaduo mendengar bahwa cucunya akan kembali dan bahwa dia akan membawa putrinya yang berusia 4 tahun, dia ingin bertemu mereka sesegera mungkin.
Mereka seharusnya bertemu hari itu, tetapi Ying Bao tiba-tiba jatuh sakit. Ia memutuskan untuk pergi sendiri dan menemui mereka.
Jing Huaduo berdiri di samping tempat tidur dan melihat sosok kecil yang berbaring di sana.
Kulit gadis kecil itu agak merah muda, wajahnya penuh energi, tubuhnya cukup makan. Sekali pandang, dia tahu gadis kecil itu cerdas dan akan membawa mereka kebahagiaan di masa depan.
Begitu Jing Huaduo menatap Ying Bao, dia langsung jatuh cinta padanya.
Ying Bao menatap orang tua di depannya dengan mata berbinar. Dia sudah tahu kalau dia adalah kakek buyutnya dan tidak menunggunya untuk mulai berbicara.
"Aku tahu Kakek siapa," kata Ying Bao dengan suara kecilnya yang lucu.