Chereads / Dream Wishes / Chapter 2 - JADE STONE DEFENDER

Chapter 2 - JADE STONE DEFENDER

Hati yang tersesat datanglah ke dream wishes,

Apapun permohonanmu akan kukabulkan,

Asalkan kamu mau menukarkannya dengan sesuatu yang berharga darimu.

Leo merubah wujudnya kembali seperti semula, cahaya biru mulai mengelilingi seluruh tubuhnya seperti pusaran angin sepoi. Sesaat aku terpana menatapnya, kulit seputih salju, wajahnya yang berbentuk berlian, matanya yang sipit dan tajam seolah menyihirku, membuatku tidak bisa memalingkan pandanganku darinya. Poninya yang panjang hampir menutupi sebelah mata kanannya, rambutnya yang hitam pekat menyilaukan mataku.

Hidung mancung seperti paruh elang sangat kontras dengan wajahnya, bibir tipis semerah apel membuatku ingin menyentuhnya dengan jari, rasanya mau aku cubit biar jadi dower.

Tangan Fei serasa membeku, matanya yang double eyelid tidak bisa melepaskan pandangannya dari Leo.

DEG! hati Fei berdegup saat menyadari Leo sedang memperhatikannya dari jarak yang dekat, "Kenapa?" tanya Leo dengan senyum coolnya.

"Eh?" Fei menjadi salah tingkah dibuatnya, "Nggak." lanjut Fei.

"FEIIII!! BUKA PINTUNYA!!!" teriakan Lynx membuat Fei memiliki alasan untuk berpaling dari pertanyaannya.

Begitu Fei membuka pintu lemari, Lynx segera melompat keluar dan hendak menerkam Leo. Keluar cahaya biru yang menyilaukan dari tangan Leo membuat Lynx tidak bisa melihat dengan jelas. "Kurang asem kamu Leo, aku lagi tidur siang malah dibopong masuk ke dalam lemari bawah tangga." Lynx mengomel.

"Siapa suruh kamu tidak waspada waktu tidur?" tanya Leo balik dengan wajah tanpa dosa.

Sifat Lynx dan Leo bertolak belakang, Lynx adalah hewan dunia mimpi yang sangat ramah dan sopan terhadap siapa saja. Sedangkan Leo, penyihir dunia mimpi yang sangat cuek, ketus kepada siapapun yang dia temui. Gayanya yang cool dan tampangnya yang jarang senyum banyak membuat gadis-gadis dunia mimpi rela memberikan diri mereka. Hanya denganku saja Leo berbeda.

Tok! Tok! Tok!

"Ada tamu lagi." Fek berjalan ke pintu depan diikuti Lynx.

"Selamat datang di toko Dream Wishes. Apa permohonanmu?" tanya Fei sembari memperhatikan seorang cowok berkacamata yang berdiri di hadapannya.

(Hmm.. model kutu buku ini.)

"Maaf, aku ada di mana ini? Seingatku aku sedang belajar di dalam kamar." tanya cowok berkacamata itu dengan wajah yang penuh kebigungan. Dari tatapan matanya, kelihatan jelas sedang mengalami depresi yang snagat berat. Entah nilainya yang kurang memuaskan atau di-bully. Manusia jaman sekarang apa masih jamannya main bully?

"Ini toko yang bisa mengabulkan semua permohonanmu dengan imbalan sesuatu berharga darimu." jawab Fei singkat dengan senyum.

"Kalau begitu, bisakah kamu membantuku? Aku benar-benar depresi tiap kali ke sekolah. Aku tidak bisa merasakan ketenangan, mereka selalu mem-bully-ku, memukulku, mencoret-coret bangku dan merobek kertas tugasku. Aku tidak tahan lagi, rasanya ingin mati saja." cowok berkacamata itu menjambak rambut cepaknya dengan kuat.

"Mati saja sekarang, tidak usah pakai rasanya. Langsung saja." ucap Leo ketus.

"Leo!" bentak Fei. Leo memalingkan wajahnya lalu berjalan naik tangga, hentakan sepatunya yang kuat terdengar seperti raksasa yang berjalan.

Tatapan mata cowok itu semakin kosong, rasa depresi sudah menggerogoti baik jiwa maupun raganya. Jika dibiarkan terus-terusan, kegelapan akan menelannya hidup-hidup.

Lynx berjalan ke arah lemari kaca tempat Fei memajang batu-batu kristral ajaib, dengan ekornya yang panjang dan ramping, dia mengapit batu Jade kristal keluar dari lemari kaca. Batu oval kaca hijau yang indah, memancar sinar hijau yang lembut, jika diperhatikan dengan seksama, bagian luar batu berwarna putih hijau bening dengan serpihan-serpihan kaca bening didalamnya, membentuk sebuah pusaran air.

Lynx memberikan Fei batu jade, "Ambil Defender Jade Stone ini, batu yang berasal dari planet Jupiter ini bersifat melindungi pemiliknya dengan pusaran angin kasat mata saat pemiliknya dalam bahaya. Setiap pukulan atau apapun itu yang berbahaya tidak dapat menyentuh pemiliknya sama sekali." Jelas Fei sembari memberikannya pada cowok berkacamata itu.

"Sebagai imbalannya, berikan padaku sesuatu yang berharga darimu setelah perjanjian ini selesai." Fei mengarahkan telunjuk kanan ke arah dahinya, muncul sebuah milkyway yang bercahaya di dahinya. "Saat perjanjian kita berakhir, tanda ini akan menghilang dengan sendirinya. Hanya kamu yang bisa melihat tanda ini. Jika kamu melanggar perjanjian kita, maka tanda ini akan membekas seumur hidup." lanjut Fei dengan senyum kecil dan tatapan mata yang tajam.

"Baik, terima kasih." cowok itu memalingkan badannya berjalan keluar pintu, "Tunggu." cegat Fei.

Dia memalingkan wajahnya ke arah Fei dengan pandangan mata yang penuh harapan Fei akan memberikan hal lain padanya, "Batu ini hanya akan melindungimu selama 5 hari ke depan. Lewat dari 5 hari, sihirnya akan hilang dan kamu akan bebas dari semua bully-an. Akan tetapi, jangan sekali-sekali kamu melepaskan batu ini dari kalung yang kamu pakai sebelum lewat dari 5 hari, jika kamu melakukannya, semua sihir akan hilang dan bully-an yang kamu dapatkan akan lebih parah." jelas Fei

Dia hanya mengganggukkan kepala lalu berjalan keluar. "Fei, apa kamu melihatnya?" tanya Lynx dengan mimik wajah yang resah.

Fei menatapnya dengan tatapan mata yang tajam,"Ya, aku melihatnya. Bayangan hitam yang melekat di punggungnya. Tersenyum pada kita," ucapnya tanpa senyum.

***

Sekumpulan anak cowok sedang nongkrong di belakang toilet sekolah, sekitar 6 orang. Bau asap rokok mengumpul di dalam toilet lewat ventilasi, perawakan keenam cowok ini terlihat sangat rapi, tidak kelihatan seperti berandalan. Namun sebenarnya mereka berenam merupakan serigala berbulu domba, mereka membully murid lain secara diam-diam, jika dilaporkan kasus ini ke guru, tidak akan ada yang percaya.

"Hahaha. Kalian lihat nggak kemarin Toni aku apakan?" Tanya Teddy dengan wajah yang sangat bangga.

"Emang kamu apain dia?" Fery balas tanya sembari menyemburkan kepulan asap rokok elektrik.

"Aku benamkan kepalanya ke dalam closet toilet.Hahahaha!" tawa Teddy, kelima temannya juga ikut tertawa terbahak-bahak. Si Fery sampai jungkir-jungkir di tanah yang beralaskan rumput hijau.

"Dia sampai mohon-mohon ampun dengan air closet di dalam mulutnya. Jika mau uang, ambil saja." lanjut Teddy, raut wajahnya langsung berubah menjadi kesal.

"Ueeekkkk. Jijik benar, mulut penuh air closet. Bayangkan saja udah mau muntah." teman yang lain hampir muntah.

"Kurang ajar tuh anak. Dia pikir aku nih pengemis apa? Sampai bilang mau uang, ambil saja. Bokapku lebih banyak duit dari dia. Jangan harap aku bakal lepasin dia begitu saja, akan kubuat dia seperti berada di neraka. Hidup enggan, mati juga enggan." Saking kesalnya, Teddy mematahkan ranting pohon yang sedaritadi berdiri tegap di sampingnya.

Dengan lesunya Toni berjalan masuk ke dalam toilet, kakinya diseret pelan dan kepalanya terus menunduk ke bawah. Tatapan matanya terasa redup dan tidak memiliki gairah hidup sama sekali, tatapan mata tiap siswa yang melihatnya seolah-olah berkata, "Muak lihat kamu tiap hari tidak ada semangat hidup. Mati saja kalau begitu."

BUKKK!

"Woi! Mata loe taruh mana?!" maki seorang siswa saat menabrak Toni yang berjalan masuk ke dalam toilet.

Toni tidak berani mengangkat kepala, matanya terus tertuju ke sepatu hitamnya yang usang. "Sialan! Loe nggak dengar gue ngomong?!" siswa itu mulai naik pitam, merasa diremehkan dan tidak dipedulikan. Dia pun melayangkan kepalan tangan kanannya ke wajah Toni. Belum sempat tangannya menyentuh wajah Toni, cahaya hijau bersinar dari dalam baju seragamnya.

Seketika siswa itu terpental ke dalam bilik closet dan menimbulkan suara dentuman yang keras, bokongnya tersangkut di dalam closet. Teddy dan kawan-kawannya yang berada di luar menjadi terkejut dan segera berlari menuju toilet, mencari tahu apa yang sedang terjadi di dalam toilet.

Betapa terkejutnya mereka melihat Toni dikelilingi cahaya hijau dan mengalahkan senior geng yang paling ditakuti semua sekolah. "Apa yang terjadi di sini?!" Fery menjadi histeri, tidak percaya dengan matanya sendiri.

"Kau lagi! Memang dasar pembuat masalah! Kau apakan senior?!" bentak Teddy, kawan-kawannya berada dalam posisi yang siap menyerang jika Toni macam-macam.

Toni terdiam sejenak, dengan perlahan ia mengangkat kedua tangannya. Tangannya bergetar, biji bola matanya membesar, keringat dingin mulai membasahi kemeja putihnya, "Aku.... Aku.... Tidak tahu!!!" teriak Toni, dengan kuatnya dia menabrak Teddy dan berlari keluar toilet.

Ia terus berlari menuju gedung perpustakaan tanpa menoleh ke belakang sedikitpun. Sesampai di gedung perpustakaan, dia berjalan ke arah lorong kiri yang gelap gulita. Dengan tangan yang masih bergetar, dibukanya pintu yang berada di ujung lorong, sebuah ruangan kecil yang sangat ideal untuk menyembunyikan diri dari berandalan yang suka mem-bully-nya.

Dengan terhuyung-huyung, ia berjalan masuk ke dalam ruangan kecil yang sempit itu. Badannya yang kucel merapatkan diri di sudut ruangan, ia duduk dengan memeluk kedua kakinya. Dibenamkannya wajah ke dalam sela-sela kedua kakinya.

"Apa yang terjadi, seketika badanku begetar seperti sebuah sengatan listrik keluar dari dalam.," gumamnya.

Dengan perlahan ia mengangkat wajahnya yang ketakutan, dan sebuah senyum setan menghiasi bibirnya. Tatapan matanya yang semula kosong seakan-akan tidak ada semangat hidup, sekarang menjadi berbinar-binar. Bayangan hitam yang melekat di punggungnya, membelenggunya pun ikut tersenyum puas dan tidak sabar untuk segera memangsanya.

Seperti menyebarnya kepulan asap hutan yang terbakar di kota-kota, berita tadi pagi pun tersebar dengan cepat di kalangan murid-murid dari yg junior ke senior.

Senior killer masuk dalam closet toilet!! Berita ini sangat heboh begitu menggelitik telinga mereka.

Siapa?!! Siapa yang menjatuhkan senior??

Toni!!

Berita yang sangat tidak masuk akal ini membuat Toni menjadi pusat perhatian dan buah bibir di sekolah, siapa sangka manusia yang seperti mayat hidup ini bisa menjatuhkan senior killer dengan gampangnya. Kini semua siswa menjadi segan dan takut dengan Toni. Mereka takut akan menjadi korban berikutnya jika berurusan dengannya.

Dulu tidak ada yang mau ataupun berani berteman dengannya karna menghindari berurusan dengan geng Teddy, sekarang juga tidak ada yang berani berteman dengannya karna menganggapnya sebagai monster. Lebih parah lagi, mereka takut dengan Toni.

Merasa dilindungi batu Jade , Toni menjadi semena-mena. Kali ini dia yang mem-bully siswa-siswa lain termasuk Teddy dan gengnya. Tidak segan-segan dia memalak teman satu kelasnya, dibalasnya satu persatu orang yang pernah meremehkannya lebih parah dari geng Teddy dan memperbudak siapa saja yang dia tidak suka.

Selama 4 hari berturut-turut Toni berlaku kejam dan mengancam siapa saja yang berani menolak perintahnya. Guru juga tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa diam mengawasi.

"Eh, Ted. Gila juga si Toni, darimana dia bisa dapat kekuatan seperti itu. Kita jadi tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi mem-bully-nya." bisik Fery saat pelajaran berlangsung.

Teddy tidak menghiraukan bisikan Fery, matanya yang penuh dendam kesumat terus menatap ke arah Toni yang duduk di barisan depan ke tiga dari bangkunya. Jemari kanannya meremas kuat pen Hi-Tech hitam hingga pecah. Pecahannya mengenai jari jempol dan telunjuknya ramping, darah segar menetes di atas buku tematik. Rasa sakit sama sekali tidak menggubris tatapan matanya dari orang yang paling dibencinya sejagad.

"Woi! Tanganmu berdarah Ted!" Fery menjadi histeris dan segera menarik tissue dari meja cewek yang duduk di sebelahnya dan memberikannya pada Teddy.

"Cih! Aku nggak butuh tissue. Yang kubutuhkan sekarang hanya menghajar habis-habisan si kutu buku sialan itu!" maki Teddy, remasan jemarinya semakin kuat. "Tunggu saja kamu monster!" lanjutnya.

Di saat Toni asik mem-bully siswa lain, Teddy dan gengnya menyusun rencana untuk memberinya pelajaran yang tidak akan ia lupakan. Toni sudah sangat keterlaluan dan sangat parah.

Dengan wajah bangga dan pandangan mantap yang lurus ke depan, Toni berjalan masuk ke dalam toilet dan meneriaki siapa saja yang berada di dalam, "KELUAR KALIAN!!" Hanya dia sendiri yang boleh berada di dalam. Siswa cowok segera berlarian keluar dengan upaya menghindari masalah dengan Toni.

"Hahaha..!! Tak disangka batu ini sangat ampuh! Semua jadi takut padaku, aku menjadi yang paling berkuasa di sini!" seru Toni senang, matanya memandang batu Jade yang digenggamnya.

Merasa sombong dan sangat yakin dengan hari esok, "Aku rasa aku tidak butuh batu ini lagi. Nggak ada yang perlu kutakutkan lagi, lihat saja mereka saat menatapku sekarang. Hahaha.. Trima kasih kepada penjaga toko itu," ucapnya sembari menjatuhkan batu Jade ke dalam closet.

Batu Jade mengeluarkan cahaya hijau yang sangat terang di dalam air, seolah-olah sedang memperingatkannya untuk tidak melepaskan batu ini dari kalungnya sebelum lewat dari 5 hari.

"Ah.. Iya, ini hari ke-4. Aku rasa tidak ada masalah jika membuangnya sekarang, toh mereka sudah takut denganku. Tidak akan ada yang berani mendekatiku." Dengan sombongnya dia menarik tuas closet, batu Jade pun ditarik arus air ke dalam pipa pembuangan.

Bayangan hitam yang melekat di punggungnya tersenyum puas melihat Toni mendengarkan bisikan setan darinya.

Saat Toni hendak berjalan keluar toilet, Teddy dan kawan-kawannya masuk ke dalam toilet lalu menghadangnya. Toni sentak terkejut, diluar expectasi gerombolan bully ini kembali menganggunya. Ia mencoba menghindar sebelum mereka menyadari kekuatannya sudah hilang. Namun sia-sia, dengan pelan mereka melangkah ke arah Toni hingga ia tersudut dan tidak memiliki celah untuk melarikan diri sedikitpun.

Pukulan tapak tangan kanan Fery membuat Toni terbentur ke dinding. "Heh! Monster! Dimana gaya sok mu kemarin?!" bentak Fery.

Toni tidak berani berkata apa-apa, ia hanya menatap ke bawah. "Cih! Kembali seperti biasa lagi. Dimana kekuatan hebat yang kemarin? Sepertinya ini hari keberuntunganmu mendapat hadiah yang tak terlupakan dari kami." ucap Teddy sinis, tangannya menjambak rambut Toni lalu menariknya hingga kepala Toni terangkat .

Toni merintih kesakitan, kedua tangannya mendekap erat ransel hitam di dada dan jemarinya juga ikut mencengkram erat. Dengan paksa Fery merampas ransel hitam Toni, "Cemen banget sih kamu! Kayak cewek aja."

Toni sedikit melawan, dia menarik kembali ransel yang dirampas Fery. Yang lain pun membantunya merampas ransel Toni, salah satu dari mereka mendorong Toni hingga jatuh terduduk di lantai.

"Dasar Lemah!Macam cewek! Ke neraka saja kamu!" maki teman mereka yang mendorong Toni.

Bayangan hitam yang melekat di punggung Toni mulai melepaskan diri. Senyum lepas terpampang di wajahnya, ia mulai membisikkan sesuau di telinga Toni dan melayang mendekati geng Teddy. Satu per satu dibisikinya sesuatu.

Selesai ia berbisik di telinga mereka, Toni segera bangkit dan merampas ranselnya dari tangan Fery, secepat kilat ia menubruk badan Teddy dan berlari keluar toilet.

"SIALAN!" maki Teddy. Merasa tidak terima, ia mengambil potongan pipa yang ada di bawah wastafel dan mengejar Toni disusul kawanannya.

"WOIIII!" teriak Teddy.

Toni tidak menghiraukan teriakan Teddy, ia terus berlari ke depan. Bayangan hitam ikut mengejar mereka, kali ini ia tertawa puas. Bisa dibayangkan wajah bayangan hitam itu, mata hitam dan gigi taring putih. Jarinya panjang dan runcing.

Teddy berhasil mengejar Toni, ditariknya bahu Toni hingga ia terjatuh. Tangan Toni tidak kalah cepat, saat hendak terjatuh ia segera menarik kaki Teddy. Mereka berdua terpeleset jatuh terguling-guling di tangga lapangan. Kepala Toni membentur dinding kolam air mancur yang terbuat dari semen, sedangkan Teddy hanya luka lecet di kedua lengan dan memar di kaki.

Toni kehilangan kesadarannya, darah segar mengucur keluar dari jidatnya. Geng Teddy segera melarikan diri sebelum guru melihatnya. Tanpa menunggu lebih lama, Fery membopong Teddy pergi dari tempat kejadian dan meninggalkan Toni sendirian di sana.

***

Saat Fei sedang menata kembali bumbu-bumbu yang ada di dapur, ia terdiam sejenak. "Fei. Apa yang kamu pikirkan?" tanya Lynx sembari mendekatkan wajahnya. Kumis panjangnya menggelitik telinga Fei dan membuat semua lamunannya menjadi buyar.

Dengan pelan Fei mendorong wajah Lynx menjauh, "Tidak. Hanya saja firasatku tidak bagus."

"Apa karna batu yang kita tawarkan kembali ke tempat pajangan?" tanya Lynx spontan.

Fei terkejut mendengarnya, tidak mungkin. Diletakkannya botol garam di atas meja dan bergegas menuju ruang penyimpanan benda sihir. Dan memang benar batu itu kembali ke tempatnya. Ia jadi teringat dengan bayangan hitam yang melekat di punggung Toni.

"Sebaiknya kita segera ke dunia manusia sebelum terlambat." ajak Lynx.

Darah segar mulai meresap ke dalam semen, Toni masih tidak sadarkan diri. Murid-murid yang lain dan guru sedang berada di dalam kelas menjalani aktivitas belajar seperti biasa. Tidak ada yang menyadari kejadian di lapangan.

Dengan langkah pelan, Fei dan Lynx berjalan ke arah Toni. Langkahnya terhenti saat bayangan hitam itu menampakan wujud di depan mereka.

"Dewa kematian. Akhirnya kamu menampakan wujud aslimu," ucap Fei pendek. Lynx mengerang pelan, memamerkan kedua taring dan cakar kakinya yang tajam, bersiap menyerang.

"Fu fu fu fu.." tawa dewa kematian. "Dia milikku, dari awal memang milikku. Percuma kamu menolongnya, dia tidak akan bisa lari dariku," lanjutnya sembari menunjuk ke arah Toni.

Fei tersenyum kecut,"Yah. Setidaknya aku bisa menolongnya jika kamu tidak terus-terusan memberikan bisikan setan padanya."

"Aku hanya memberikannya pilihan dan dia sendiri yang mengambil keputusan," dewa kematian kembali tertawa. Sembari menarik keluar roh dari badan Toni.

"Kamu!" seru Lynx sejenak sebelum Fei menahannya menyerang.

Fei hanya bisa diam membatu menatap roh Toni keluar dari badannya. Rohnya membuka mata dan melihat mereka sedang berdiri di hadapannya.

"Penjaga toko! Tolong aku! Aku tidak mau mati!" Roh Toni meronta-ronta.

Dengan tatapan mata yang menyedihkan Fei menatapnya, "Aku sudah memberikanmu kesempatan untuk merubah hidup menjadi lebih baik. Kamu malah menyia-yiakannya dan berbuat seenaknya. Dengan sombongnya kamu membuang batu itu ke dalam closet. Kamu pikir aku tidak tahu?"

"Aku tahu aku salah! Tolong! Selamatkan aku sekali lagi!" Toni memohon-mohon, dewa kematian hanya tertawa melihatnya.

"Maaf Toni, aku tidak bisa membantumu lagi. Ini diluar kuasaku, jiwamu memang tidak memiliki harapan lagi untuk hidup. Itu sebabnya dewa kematian selalu melekat di punggungmu." 

"Argh!!!!! Penyihir setan!!! Mati kamu!!!!!" maki Toni, dia meronta dan dewa kematian sengaja melepaskannya untuk menyerang Fei. Secepat kilat roh Toni melesat ke arah Fei dan berusaha mencekik lehernya.

Sebelum ia sempat menyentuh leher Fei, rohnya terpental jauh beberapa meter. "Leo!" seru Fei. Leo datang melindungi Fei dan menggunakan sihir angin menolak serangan Toni.

"Dasar manusia tak tahu diri! Memang pantas kamu mati!" maki Leo.

"Leo! Jaga mulutmu. Bukan gaya kita ini." Protes Lynx sembari menanduk bokong Leo dengan kepalanya.

"Cih!" cibir Leo.

"Lebih baik kamu bawa saja manusia serakah itu pergi! Sebelum aku memusnahkannya. Aku muak melihat kalian berdua!" bentak Leo.

"Fu fu fu fu," tawa dewa kematian. Ia pun membuka portal dunia neraka, pusaran lubang hitam yang pekat muncul di tengah2 kami. Seperti blackhole yang siap menghisap apa saja yang ada di sekitarnya.

Roh Toni ditariknya ke dalam portal, Toni meronta-ronta berusaha melepaskan diri dan ia terus memaki mereka bertiga. Portal pun tertutup.

"Fei, kamu baik-baik saja?" tanya Lynx, kepalanya mengelus-ngelus tangan kanan Fei seperti kucing manja.

"Cih. Jangan deket-deket gitu. Bikin iritasi mata saja," protes Leo sembari menyusup ditengah-tengah merek dan mendorong Lynx jauh-jauh.

"Ih! Nyebelin banget sih kamu! Nggak bisa lihat aku senang bentar." Marah Lynx. Leo tidak menghiraukannya, karna... Yah.. Memang begitulah mereka berdua, seperti tom and jerry.

"Fei, kenapa kamu tidak menolongnya?" Lynx merasa penasaran dengan keputusan yang ia ambil.

"Manusia sampah seperti itu tidak usah ditolong, dari dulu sampai sekarang yang namanya manusia itu semua sama," nyelutuk Leo.

"Sewot amat sih kamu!" Lynx mulai geram dengan tingkah Leo.

"Udah ah." Fei mencoba melerai mereka berdua. " Aku bukan tidak mau menolongnya, terkadang tidak semua hal bisa berjalan seperti yang kita inginkan. Keputusan yang kita ambil, itu yang menentukan hasil yang kita dapat. Dia memutuskan untuk membuang batunya, maka itulah hasil yang dia ambil." Lanjutnya.

Fei membuka pintu portal, hembusan angin berwarna hijau terang mulai berputar dan membentuk sebuah pusaran angin. Mereka bertiga berjalan masuk ke dalam dan menghilang seperti ditelan angin tornado.

***