Li Xin hampir saja menggigit lidahnya sendiri ketika ia mendengar kalimat itu keluar dari mulut istrinya. Ceraikan aku katanya?
Ia tertawa terbahak-bahak lalu ia mencekik leher istrinya sambil berkata, "Cerai? Ceraikan aku?! Dengar kau dasar wanita jalang! Akulah kepala di keluarga ini! Menceraikan kau atau tidak itu kehendakku! Lancang sekali kau hah!"
Li Xin tersenyum jahat dan mencekik leher istrinya dengan lebih kencang lagi hingga si wanita termegap-megap akibat kehabisan nafas. Li Xin hanya memandangi wajah itu dengan seringai jahat, jujur ia menikmatinya. Ia menikmati bagaimana wanita itu memasang tatapan memelas dan memohon dihadapannya. Selama ini istrinya itu hanya memasang tatapan dingin kepadanya, tak peduli apapun yang telah ia lakukan demi wanita itu.
Wajah wanita itu pucat pasi dan keringat dingin mengucur di wajahnya, ia memandang suaminya dengan perasaan sedih juga benci.
Kemudian seolah tersadar tiba-tiba Li Xin melepaskan cekikannya lalu melangkah mundur.
"A-ah Qian Qian aku tak bermaksud...Maafkan aku." Katanya tergagap-gagap.
Qian Qian memegangi lehernya yang tampak tanda kebiruan akibat cengkraman suaminya.
"Ceraikan aku." Katanya lagi dengan tegas meskipun bulir-bulir air mata telah lolos dari matanya.
"Tidak akan!"
"Kau pikir dengan menahanku lebih lama di sini kau akan mendapatkan hatiku? Omong kosong! Mana mungkin aku dapat mencintai manusia seperti kau! Angkuh, sombong, dan tamak!"
Plak! Sebuah tamparan keras mendarat dengan halus pada pipi kanan Qian Qian hingga ia jatuh terduduk.
"K-kau tak pernah tahu apa yang telah kukorbankan demi menikahimu! Dan kau minta cerai?! Sampai kapanpun juga aku takkan menceraikanmu! Titik!"
Li Xin sama sekali tidak berniat untuk menampar istrinya, hanya saja emosinya selalu mengalahkan akal sehatnya. Bagaimana wanita yang ia perjuangkan mati-matian untuk menjadi istrinya sekarang meminta cerai begitu saja kepadanya. Karena wanita itu dia telah melalui berbagai hal. Kedudukannya sebagai ahli waris keluarga Li serta kenaikan posisi yang cepat, semua itu telah dikorbankan demi menikahi Qian Qian.
Ya. Ia mencintai Qian Qian semenjak ia melihatnya tersenyum untuk yang pertama kalinya. Ia melakukan segalanya demi wanita itu, demi memberi kedudukan dan kebanggaan bagi wanitanya itu. Tapi semenjak mereka menikah, wanita itu bersikap semakin dingin kepadanya. Ia paham bahwa di dalam hati wanitanya itu mungkin tidak pernah ada dirinya. Tapi ia tak mampu melepaskan hatinya, ia belum siap dan tak akan pernah siap.
Ia memegang lengan istrinya, berniat untuk membantunya berdiri namun sayang niat baiknya di tepis mentah-mentah oleh Qian Qian.
Qian Qian mengusap ujung bibirnya yang sedikit berdarah akibat tamparan keras suaminya. Ia pun berdiri dan berjalan ke kediamannya dengan hati dan tubuh yang terluka.
Ia masih ingat masa-masa saat pria itu mengejar-ngejar cintanya. Setiap pagi pria itu akan selalu mendatangi kediamannya untuk berbagai alasan klise seperti berolahraga ataupun untuk berjalan-jalan. Pria itu akan selalu menemaninya saat ia pergi keluar untuk menjaganya. Pria itu akan selalu melakukan segalanya demi melihat ia tersenyum.
Ya, pria itu. Pria yang pernah sekali ia berikan hatinya. Tapi sayang pria yang pernah ia cintai itu telah lama mati dan kini berubah menjadi seorang monster yang haus akan kedudukan dan kekuasaan.
Ia tak lagi mencintai maupun membenci pria itu. Baginya hatinya telah lama mati terkubur bersama pria muda berpakaian sarjana itu.
...
Li Xin memeluk tubuh dingin Qian Qian dengan pandangan kosong, "Tidak. Aku akan selalu bersamamu. Kau dengar. Aku takkan melepaskanmu apapun yang terjadi, dialam baka sekalipun. Tak peduli kau mencintaiku atau tidak."
Ia memondong tubuh istrinya ke ketempat tidurnya lalu ia menyisir rambut istrinya dan merias wajah yang selalu ia kagumi itu. Ia mengusap wajah istrinya dan memeluknya berkali-kali.
Dengan kematian Qian Qian, maka perasaan cinta dan bencinya pun seolah-olah lenyap tersapu angin. Ia mencintai wanita itu sepenuh hatinya namun juga membenci wanita itu sepenuh hatinya. Tapi sekarang semuanya telah usai, baik cinta dan benci, satupun tiada yang tersisa melainkan penyesalan, penyesalan, dan penyesalan yang tak berujung.
Hari itu pula terjadilah kegemparan di Keluarga Li. Li Man Ching sebagai kepala keluarga Li pun memerintahkan agar semua pelayan yang mengetahui hal ini dibunuh untuk menutup rapat kejadian ini. Ia tak ingin orang orang terutama pihak kerajaan sampai mengetahui kematian Liu Qian Qian yang dibunuh oleh suaminya sendiri. Tidak mungkin ia membiarkan begitu saja sebuah aib yang dapat menghancurkan reputasi keluarganya.
Li Man Ching memanggil Yan Hua dan Qian Mei yang saat itu ia temukan sedang menangisi keadaan Qian Qian ke ruang pribadinya.
"Sudahlah Yan Hua, jangan menangis." Katanya sembari memeluk cucunya.
Ia menatap wajah Yan Hua yang berangsur-angsur menjadi tenang. Lalu katanya, "Sekarang ceritakan lah apa yang kau lihat."
" Hua'er tidak tahu apa-apa. Hua'er berlari dengan bibi Qian Mei saat mendengar suara ayah yang berteriak kencang dan... dan.. ternyata ibu...sudah terbaring..." Jawab Yan Hua sesenggukan.
Li Man Ching menarik napasnya panjang lalu menyuruh pelayan untuk mengantar kedua orang tersebut ke kediamannya masing-masing.
"Bagaimana tuan? Apa saya perlu membunuh keduanya?" Tanya pengawal pribadinya yang selama ini bersembunyi di balik rak buku.
"Tidak usah. Mereka tidak melihatnya." Kata Li Man Ching tenang. Ia tersenyum licik. Kalau begitu kini ia bisa menjalankan rencananya yang selama ini tertunda.
Yan Hua menyadari sifat asli kakeknya yang selama ini hanya berpura-pura baik. Oleh karenanya ia harus berbohong karena jika tidak berarti nyawanya tentu akan terancam. Kakeknya tidak akan segan untuk membunuh seseorang yang dianggapnya merupakan ancaman baginya dan keluarga Li, bahkan jika itu anak cucunya sendiri. Oh, sungguh keluarga yang hangat!
Hari demi hari berlalu, Li Xin masih saja meletakkan dan merawat mayat istrinya dipembaringannya. Tubuhnya semakin kurus dan wajahnya semakin pucat.
Tak berselang lama semenjak kematian Qian Qian, ayahnya memaksanya untuk menikah dengan putri jenderal Gao yang pernah di jodohkan dengannya dulu. Ia tak ada niatan menolak namun bukan berarti ia telah melupakan Qian Qian. Wanita si putri jenderal itu hanya istrinya secara formal saja. Sedangkan baginya, istrinya selama ini hanyalah Qian Qian.
Pernikahan Li Xin dengan Gao Ling pun dilakukan dengan meriah, namun semenjak ia menikah tak pernah sekalipun ia menyentuh Gao Ling. Ia bahkan tak mengijinkan Gao Ling untuk menginjakkan kaki di kamarnya.
Hal ini tentunya menumbuhkan kebencian dan kecemburuan Gao Ling terhadap Qian Qian. Apalagi saat Gao Ling melihat Yan Hua yang tampak persis seperti Qian Qian, wanita yang dibencinya setengah mati.
Gao Ling tersenyum licik, "Bermain-main dengan bocah cilik itu sepertinya menyenangkan."