"alice, apa itu benar kamu!"
"apa kalian saling kenal?" Tanya leon yang sudah mulai curiga. Suasana menjadi sedikit tegang dan sunyi bahkan dengan pertanyaan leon dan nada dinginnya membuat suasana semakin membeku.
Raut wajah alice tidak berubah seikitpun, tidak ada yang bisa mengerti maksud tatapan matanya. Dia terlihat dingin, tidak tersenyum ataupun marah. Hanya diam ya diam tanpa ekspresi.
"leon.. bisa kalian semua tinggalkan kami berdua saja?" satu kalimat yang terlontar dari mulut alice.
"tapi.."
"leon.. kumohon, bisakah?" alice sedikit meninggikan nada bicaranya dan menarik nafas dalam seolah ada yang dia tahan di hatinya untuk tidak keluar.
"baik, kami keluar.. ingat jika terjadi sesuatu kamu harus mengatakannya" leon tau dia tidak berhak untuk ikut campur dengan segala urusan alice.
"ayo semuanya kita keluar, tom apa kamu bisa mengajak kami berjalan-jalan di lingkunganmu?" bujuk leon
Dengan hati polosnya tom tersenyum senang dan mengangguk "em! Ayo kak, ada sebuah taman bermain yang bagus di dekat sini" kata tom dengan senang dan segera menggandeng tangan leon keluar. Diikuti dengan dean dan Kevin mengikuti mereka, ekspresi keduanya terlihat cemas.
Diluar rumah tom, leon menghentikan langkahnya
"dean Kevin, kalian ajak tom jalan-jalan.." leon memberikan gandengan tom pada Kevin.
"lalu kamu bos?"
"aku akan menunggu alice di sini"
"baik bos, memang lebih baik kamu disini menjaga kakak, ya sudah kami pergi dulu" Kevin dan dean mulai berjalan jauh dengan tom dengan tawa anak lelaki itu yang riang.
-di ruangan ayah tom-
"paman…" sapa alice tanpa ekspresi
"alice, bagaimana kabarmu?" senyum getir ayah tom. Dia merasa ribuan jarum menusuknya. Berhadapan dengan gadis yang telah lama ia hindari lebih menyakitkan dari pada patah tulang dan pukulan rekan-rekannya saat itu.
"aku?" suara alice terdengar serak, dia mulai melangkah mendekati ranjang tua tempat ayah tom terbaring dan mulai duduk di sampingnya
"ntahlah" sambung alice
"paman sendiri… apa yang terjadi?"
"ini? Bukan apa-apa, hahaha"
"jangan bohong! Ini ulah merekakan! Karna kau menyelamatkanku malam itu! Mereka memukulimukan! Ya kan!" teriak alice dengan mata yang masih terbelalak, perlahan air mata mulai keluar dari mata bulatnya itu. Mulutnya sedikit bergetar namun dia mencoba untuk menahan semua rasa itu.
Pria tua ini hanya bisa diam menunduk lesu.
Alice mengeratkan kedua rahangnya seakan menahan rasa di dadanya saat ini. Mencoba tidak menangis, mencoba tidak marah, mencoba tidak lemah,
"aku… aku tidak menyangka akan bertemu denganmu disini paman, kau tau saat melihatmu terbaring seperti ini aku sedikit senang, tapi juga merasa bersalah! Kenapa kau menyiksaku seperti ini!"
"alice" suara lirih pria itu
"aku tau kau akan marah, bahkan sampai kamu mati kamu pasti tidak akan memaafkanku, aku tau itu"
Tapi… dengarkan aku, sekali saja.. ada yang ingin aku ceritakan padamu"
"setelah itu, terserah padamu, kamu bahkan bisa membunuhku sekarang di tempat ini jika itu yang kamu inginkan… aku tau aku bersalah padamu, sangat sangat bersalah.."
"bagus kalau begitu! Setelah apa yang kau lakukan pada ayah dan bunda, kau berhak mendapatkan semua ini!" jawab alice dengan penuh kebencian.
"tapi, karna kau menyelamatkanku malam itu, aku akan mendengarkan yang ingin kau katakan"
Pria tua itu tersenyum tipis, "trimakasih"
"beberapa tahun silam, saat itu aku hanya seorang tukang kebun dirumah seorang pengusaha, walau kami miskin tapi kami sangat bahagia saat itu" ayah tom menatap sebuah bingkai foto di meja samping tempat tidurnya. Di dalam bingkai foto itu terdapat gambar empat orang yang tertawa bahagia, seorang ibu, ayah, dan anak perempuan umur sekitar delapan belas tahun dan juga seorang anak kecil yaitu tom.
"sampai pada saat itu semuanya berubah, anak perempuanku mengalami kecelakaan di tabrak sebuah mobil, dan dia meninggal begitu saja.. aku tau ada yang janggal tapi polisi selalu bilang itu hanya kecelakaan yang tidak disengaja dan membebaskan orang yang mengemudikan mobil itu, kau tau siapa dia? Dia anak majikanku sendiri… aku tau sudah lama dia menyukai ririn anakku, tapi ririn selalu menghindar"
"hati orang tua mana yang akan tahan melihat si pembunuh anaknya setiap hari, jadi aku dan istriku memutuskan keluar dari pekerjaan kami. malam itu, aku sedang terbaring sakit dirumah, jadi hanya istriku yang membereskan semua barang-barang kami dari rumah pengusaha itu, andai saja waktu itu aku bersamanya kejadian itu tidak akan terjadi" pria tua itu menangis tersedu sedu
"saat itu.." ayah tom melanjutkan
"cukup, aku sudah tau kelanjutanya" alice menyela kalimat pria itu. Bagaimana aku bisa melupakan kejadian itu.
"ya,.. pasti tom sudah menceritakannya, malang untuknya melihat ibunya sendiri bunuh diri di jembatan itu, sejak saat itu tiap malam dia hanya berdiri diam di jembatan itu"
"bukan… bukan dia, leon yang memberi tauku, dia yang membantu kalian membunuh pengusaha bejat itu"
"apa!!" pria itu terkejut.
"alice sebenarnya apa hubunganmu dengan mereka? Aku sudah mengatakan sebelumnya bukankah kamu harus hidup dan melupakan semua kejadian ini! Jangan berurusan dengan dunia hitam ini" jelas pria itu dengan terengah engah tak pecaya
"paman apa menurutmu aku bisa melepaskan orang yang membuat keluargaku menjadi seperti ini, lupakanlah.. apa kamu sudah selesai? Aku akan pergi jika begitu…" kata alice dingin, raut wajahnya masih sama datarnya sejak dia menatap pria itu pertama kali,
"tunggu! Aku belum selesai, kau mungkin sudah menerka kenapa aku menjadi salah satu preman retenir itu untuk membalaskan dendam keluargaku, namun melihatmu barusan. Mungkin ini bisa sedikit membantumu…" jelas pria itu. Alice yang tadinya sudah berdiri ingin keluar ruangan itu tiba-tiba duduk kembali
"apa maksudmu!?" Tanya alice penasaran
"ya, jadi aku bergabung menjadi salah satu preman pertama karna rasa dendamku pada pengusaha yang telah menghancurkan keluargaku, retenir itu teman lamaku tadinya.. dia berkata jika aku mau membantunya menjadi bodyguardnya dia akan membantuku membalaskan dendam ke pengusaha property itu, dia bilang dia punya seseorang yang sangat berkuasa dan dapat membalaskan dendamku dengan mudah"
"maksudmu?"
"ya, retenir itu bekerja untuk orang itu, meski aku belum pernah melihatnya tapi setiap orang itu menghubunginya dia selalu takut dan penuh hormat. Awalnya tidak ada masalah bekerja dengannya, aku menagih hutang dan juga menjaga club malam miliknya seperti biasa, sampai satu tahun lalu…."
"kalian menagih hutang ke keluargaku?" sela alice
"iya, kamu benar… khusus untuk keluargamu, kami disuruh bertindak sedikit kasar… kami harus memukul dan menyiksa kalian, kau tau melihat hal itu hati nuraniku mengatakan aku harus keluar dari pekerjaan ini. Tapi dendam almarhum anak dan istriku harus di balaskan, jadi…"
"jadi kau tega untuk terus memukuli kamikan!!!" jawab alice dengan marah
Pria itu hanya tertunduk lesu dan meneteskan airmata
"maafkan aku alice, bertahun-tahun retenir itu tidak menepati janjinya dan aku sadar yang kulakukan itu salah, tapi semua terlambat…"
"maafkan aku alice! Aku memang manusia sampah aku pantas mati"
"aku tidak akan bisa memaafkanmu!" teriak alice kemarahan telah merasukinya dengan sangat dalam, rahangnya mengeras menahan airmata dan kemarahan di hatinya. Alice melepaskan genggaman pria tua itu dan segera meninggalkan ruangan.
Sekarang lelaki itu hanya menangis meratapi nasibnya. Alice maafkan aku! Aku memang tidak pantas menjadi seorang manusia!
"aa" alice terkejut, saat dia ingin meninggalkan rumah reot itu tangannya di tarik dengan keras dan seseorang memeluknya dalam.
"leon" dia tau leonlah yang memeluknya, suara gemetar gadis di pelukan pria itu begitu lirih dan menyakitkan
"tidak apa, menangislah.. aku sudah tau yang terjadi" bagai sebuah perintah wajib, alice menangis tersedu-sedu di pelukan lelakinya itu.
"apa yang harus aku lakukan… aku tidak bisa! Aku.. aku tidak bisa memaafkannya!" kata alice di sela tangisnya. Aku tidak bisa memaafkan pria itu tapi aku tidak membencinya sekarang! Aku harus bagaimana? Jika aku memaafkannya itu akan sangat tidak adil untuk ayah dan bunda bukan? Aku harus bagaimana!
Leon hanya diam dan mengelus lembut rambut gadis dipelukannya.
-Beberapa saat kemudian-
"kami pulang!" teriak dean senang
"loh.. kemana semua orang? Sepi sekali"
"mobil kita juga sudah tidak ada" jawab Kevin datar
"apa! Tega sekali bos meninggalkan kita seperti ini" rengek dean.
"tom kami pulang dulu ya,"
"iya kak, trimakasih untuk hari ini ya" jawab tom ceria
"bye bye" dean melambaikan tangannya dan berjalan menjauh bersama dengan Kevin.
"apa yang harus kita lakukan? Apa kita pulang jalan kaki?" Tanya dean bingung
"ceh.. bodoh" ejek Kevin datar sambil berjalan lebih cepat dari dean
"hei apa maksudmu!" dean mecengkram leher kevin dengan lengannya
"au.. iya iya aku minta maaf, kau kan bisa meminta pada anak buahmu untuk menjemput, bukankah kau bos gangster!"
"eh kau benar juga hehehe"
"tuh kan apa ku bilang, bodoh" ketus Kevin dengan santainya
Dean hanya menggerutu "lagipula kami bukan gangster, kami hanya kumunitas yang menjaga satu daerah cih… dasar kau" bela dean.
"hei jemput aku" kata dean di balik telfonnya
"baik bos" suara penuh hormat menjawabnya.