Setelah istirahat seluruh murid dari kelas F 1-2, berkumpul di lapangan sekolah untuk pelajaran olahraga.
"Yuri, dimana Kahime? Dia belum juga datang? Apa dia baik-baik saja?" tanya Saki gelisah menghampirinya.
"Aku tidak tahu, kalau begitu aku akan menjemputnya. Pak, sepertinya Kahime belum hadir. Saya mau menjemputnya." jawabnya beralih meminta ijin pada guru olahraga.
"Baiklah, cepat panggil dia." balas guru olahraga segera mengumpulkan para murid dengan membuat barisan.
Yuri berlari secepat mungkin, hatinya gelisah dan khawatir akan keadaan sahabatnya. Lalu, dia segera menuju ke kamar mandi, kemudian membuka pintu dan setelah terbuka, dia tercengang. Sahabatnya terkapar di lantai tak sadarkan diri dan napasnya tidak teratur.
"Kahime?! Kahime, kau tak apa?! Apa yang sudah terjadi?! Aku harus membawamu ke UKS. Ini gawat." tanya Yuri dalam kebingungan dan juga kekhawatiran yang sangat dalam.
"Kahime?"
Terdengar suara yang mendekat ke pintu ke kamar mandi. Yuri menoleh dan menemukan Saki di ambang pintu, ternyata dia mengikutinya. ---- Saki terbelalak, mendekati gadis berambut putih yang terkapar, disamping Yuri. Kemudian menggendongnya, saat dia berdiri, Yuri mendahului, dan menepuk bahunya.
"Saki, tolong katakan pada guru. Kalau Kahime, saat ini tidak enak badan. Jadi, biarkan aku yang mengurusnya." ujarnya dingin.
"Tapi,Kahi-...." perkataan Saki terpotong olehnya, mengambil alih tubuh gadis itu.
"Kau anak baru, bisa-bisa kamu akan mendapati luka yang lebih sakit dari pukulannya." cetusnya dingin, menasihatinya agar tidak ikut campur. Yuri sebenarnya tidak ingin kehilangan Kahime, karena lukanya yang sulit disembuhkan.
"Aku akan membawanya ke UKS dan merawatnya. Kamu harus kembali, semuanya sudah menunggu." sambung Yuri sembari membopong tubuh gadis itu dengan bahunya.
"Hati-hati di jalan." balas Saki segera meninggalkan mereka berdua dari kamar mandi.
********
Seorang gadis 16 tahun terbaring di atas ranjang putih tak sadarkan diri, dengan selang infus yang terhubung dengan tangan kiri dan oksigen sebagai tambahan, sudah delapan jam sejak dia pingsan, lalu ditemukan temannya, kemudian dibawa ke rumah sakit.
Yuri duduk di kursi sofa yang letaknya tak begitu jauh dari gadis itu, sedang duduk termenung menunggunya bangun dari mimpi.
Kahime, cepatlah bangun. Aku takut.
Kahime, cepatlah bangun dari mimpimu.
Dalam kenyataan ini, aku tak bisa menerima bahwa kau akan kalah oleh rasa sakitmu. --- batinnya berharap dalam kegelisahan.
TOK TOK TOK
Suara ketukan pintu mengejutkannya. Lalu, dia beranjak dari kursi sofa, menghampiri pintu. Ketika tangannya sudah memegang kenop pintu, dia mendengar suara orang berbincang-bincang di luar ruangan.
Setel musiknya! Boss q:V
Kenapa di luar ada orang banyak yang ke sini? Sudah sore, seharusnya para pengunjung tidak seramai ini. ---- pikir Yuri curiga.
"Apa semuanya sudah siap?" tanya seseorang di luar ruangan.
"Yah, kami sudah siap. Lagipula, kita sudah membersihkan para penjaga rendahan itu." jawab salah satu dari mereka memakai masker dari kain.
"Baiklah, ayo kita mulai. Ini adalah pembalasan karena sudah membuat kita dipermalukan oleh kakak ketua." cetus orang sebelumnya.
Apa yang mereka bicarakan?! Apakah mereka mengincar Kahime?!
Aku tidak bisa diam saja, harus melakukan sesuatu. ---- pikirnya cemas.
Clek!
Mereka masuk?!
Pintu telah terbuka dari luar. Orang - orang tersebut masuk dengan mengendap-endap. Satu persatu dari mereka masuk ke dalam ruangan.
"Permisi, kami ingin mengunjungi seseorang. Apakah benar dia ada disini?!" bentaknya melempar belati ke bawah ranjang pasien.
Yuri tercekat, dia membekap mulutnya dengan kedua tangannya agar tidak menimbulkan suara.
"Sepertinya tidak ada orang lain disini, selain si sialan itu yang sedang bermimpi." ejek pemimpin mereka. Seorang pemuda delapan belas tahun, berambut pirang, bermata hijau kekuningan, tinggi semampai, dan berjaket putih.
"Bunga lemah, tapi terkutuk dalam wujud suci dan perkasa. Itulah sajak yang kubuat untuknya. Bagaimana menurut kalian?" tanya pemuda itu sambil melangkah melewati mereka, mendekati ranjang pasien,dan memandang gadis yang masih tertidur dalam mimpinya.
"Yah, itu sangat bagus. Justru terdengar menghina untuknya. Hahahaha.... " gelak salah satu anak buahnya yang berdiri dekat pintu dan tawanya diikuti yang lain.
"Aku sangat terkejut, karena musuh kita perempuan." celatuk pemuda itu meraih tangannya. "Apa benar si sialan itu adalah gadis ini? Mana mungkin gadis yang terlihat lemah ini adalah si sialan yang kemampuan bertarungnya sangat kuat." sambungnya mengusap tangan kecil tersebut.
"Memang benar kalau dia adalah perempuan. Kami sudah pernah bertarung melawannya dan melihat wajahnya." cetus anak buah disampingnya.
"Kudengar dia memakai topi dan masker, bukankah sangat tipis kemungkinannya kalau kalian pernah melihat wajahnya?" tanya pemuda itu menoleh, berbalik menghampiri anak buahnya.
"Kami bersungguh-sungguh. Ka-kami tidak berani...membohongi anda, tuan muda Sensuke." jawab anak buahnya gelagapan diselingi rasa takut terhadap pemimpinnya seorang pemuda yang dipanggil namanya 'Sensuke'.
Dia menyeringai, memandang anak buahnya. Mata hijau kekuningan itu berkilat-kilat penuh kebencian.
"Apakah kalian tahu sesuatu yang lebih menarik?....." ucapannya terpotong, menarik kaki seorang gadis di bawah ranjang tidur pasien. "Heh~, ada orang lain yang punya hubungannya dengan si sialan ini." sambungnya mengelus wajah gadis yang ketakutan dan rasa bimbang.
"Jangan...jangan mendekat!" tegur gadis itu menampar Sensuke dengan keras dan menghindar, berlari mendekati ranjang pasien.
"Tuan muda! Anda tidak apa-apa? Cewek kurang ajar, berani sekali menampar pemimpin kami." cetus anak buahnya geram.
"Aku tidak apa-apa, sepertinya sangat menarik." kata Sensuke mengusap bekas tamparan gadis rambut coklat kacang itu, lalu menoleh menatap pada dua gadis yan salah satunya adalah target.
"Kahime, bangunlah. Disini ada orang jahat." Bisik Yuri gugup.
"Ada apa, gadis manis? Kami tidak akan melakukan kejahatan padamu, karena yang kami inginkan adalah gadis sialan itu." Tuturnya menodong dengan pisau lipat dari balik jaketnya.
"Apa kalian akan membunuhnya?" tanya Yuri sambil mendekap sahabatnya yang masih tertidur dalam mimpi.
"Mungkin, yah sebenarnya aku tidak ada keinginan seperti itu. Tapi, karena gadis sialan sudah membuat masalah dengan kami, maka balasannya harus setimpal." Jelasnya cengengesan dan seringai yang tak kalah menyeramkan.
"Jika..."
"Eh? Apa kau mengatakan sesuatu?" tanya pemuda itu heran.
"Jika kalian menyentuhnya, kalian akan kena lagi, dan lebih parah lagi daripada waktu itu. Naga Putih, Sensuke Taichimaru." Jawab gadis rambut putih dengan lirih, tubuhnya masih agak kaku dan lemas. Matanya yang bulat terbuka perlahan dan menoleh sahabatnya sembari tersenyum kecut. "Maafkan aku, Yuri. Aku sudah merepotkanmu dan sekarang masalah lain datang." Sambungnya bangkit dari ranjang. Melepas jarum infus dan selang oksigen.
"Ka-..." Yuri hendak memanggil namanya, akan tetapi sudah dibungkam dengan lembut oleh satu jari. Ia menatap sendu sahabat yang setia menunggunya dari alam mimpi.
"Hanya sebentar dan jangan panggil namaku." Ujar gadis itu berbalik. Ia berjalan mendekati gantungan baju yang ada di sudut jendela, lalu mengambil tas yang terlantar di bawahnya, kemudian memakai jaket biru dongker yang dibelakangnya terdapat bordiran tebal bertuliskan 'SM01'.
"Sekarang aku yakin, kalau kau benar-benar sengsara setiap harinya." Cetus Sensuke tersenyum puas.
Kahime,apa yang sedang kamu lakukan?! Sebenarnya,apa yang sudah terjadi?! Siapa Sensuke Naga Putih ini?! Apa ini ada hubungannya dengan alasan itu?! Kahime, aku ingin memanggilmu. Tapi... ----- pikir Yuri gelisah.
["Hanya sebentar dan jangan panggil namaku."]
...apa-apa'an tadi?! Apa dia takut, jika orang lain mengetahui namanya? Tunggu dulu, jaketnya. Jangan-jangan, itu tidak mungkin.---- pikir Yuri tercengang tidak percaya setelah melihat bagian belakang jaket milik gadis itu.
"Oh iya, aku baru ingat kalau urusan kita belum selesai, dan baru saja dimulai. Jadi, kau bisa memulainya sekarang." Cetus gadis itu mempersilahkan.
"Sepertinya kau sama sekali tidak bergairah melawan kami ya, cewek sialan. Kalau begitu, aku ganti targetnya.... gadis itu." Balasnya mengarahkan pisau lipatnya kepada Yuri.
Yuri tertegun, membeku di tempat setiap kali ada orang jahat yang mengincarnya. Seketika gadis itu mengepalkan tangan penuh amarah.
"Jangan sentuh dia! Dia tidak ada kaitannya dengan kalian!!" tegur gadis itu menahan emosinya.
"Tentu saja, dia tidak ada kaitannya dengan kami. Tapi, dia ada kaitannya denganmu!!!" balasnya melempar belati dibalik pergelangan kirinya ke arah Yuri.
Gais itu langsung berlari mendorong Yuri dari tempatnya. Dan itu membuat Sensuke tersenyum.
"Lemah." Ejeknya, melambungkan tangannya ke kanan, secara spontan belatinya berbelok ke arah gadis itu.
JLEB
Tes....tes....tes.....
Darah segar mengalir, membasahi baju hijau toska rumah sakit.Belati tersebut menusuk di bagian perut sebelah kiri.
"Kisama. Jadi begitu, aku sudah lengah." Desahnya masih berdiri di tempat dia mendapat tusukan dan menatap pemuda rambut pirang tersebut.
"Aku tidak akan menyakiti ataupun menyentuhnya, meskipun hanya satu jengkal. Karena aku hanya mengincarmu, cewek sialan." Tutur Sensuke menarik sebuah senar yang sedari tadi telah tersambung oleh belatinya, seketika belati yang menusuk itu terlepas secara paksa, dan kembali pada pemiliknya.
"Khhh.... uhuk...uhuk.....sialan.....aku kehilangan banyak darah, tapi sekarang....." gerutunya kesal terbatuk-batuk sehinga darah keluar dari mulutnya. Gadis itu hampir terjatuh, tapi berhasil menahan tubuhnya yang terluka. "Berjanjilah, kau tidak akan menyakitinya.....uhuk...uhuk.... maupun menyentuhnya. Khhh....uhuk...uhuk..." sambungnya terbatuk-batuk hebat beberapa kali.
"Apa kau sudah siap?" tanya Sensuke menatapnya dengan serius dan terheran-heran.
"Heh?... kenapa masih saja bertanya, kalau sudah tahu jawabannya." Jawabnya tersenyum sinis. Kemudian , ia dan Sensuke berlari melompat dari jendela.
"Kita kejar dia dan bantu Tuan Muda Sensuke." Tegur salah satu anak buah Sensuke, setelah itu mereka keluar dari pintu.
Dan Yuri tertinggal sendiri di ruangan itu. Dia terduduk, matanya berkaca-kaca, air matanya sudah tak bisa dibendung, dan masih terkejut saat gadis itu mendorongnya. Tanpa diduga itu hanya sebuah tipu muslihat agar membuatnya lengah.
"Kahime, hanya demi melindungiku. ... dia rela terluka.... dia terluka hanya untuk melindungiku.... hiks....hiks.... selama ini, aku juga berusaha agar penyakitnya sembuh....tapi...semua yang aku lakukan sepertinya sia-sia. Apa aku bisa menjadi sahabatmu, Kahime?" tanya Yuri dalam isak tangisnya, mengingat kejadian beberapa saat yang lalu.
["Oh iya, aku baru ingat kalau urusan kita belum selesai, dan baru saja dimulai. Jadi, kau bisa memulainya sekarang." Cetus gadis itu mempersilahkan.
"Sepertinya kau sama sekali tidak bergairah melawan kami ya, cewek sialan. Kalau begitu, aku ganti targetnya.... gadis itu." Balasnya mengarahkan pisau lipatnya kepada Yuri.
"Jangan sentuh dia! Dia tidak ada kaitannya dengan kalian!!"
"Tentu saja, dia tidak ada kaitannya dengan kami. Tapi, dia ada kaitannya denganmu!!!"
Darah segar mengalir, membasahi baju hijau toska rumah sakit.Belati tersebut menusuk di bagian perut sebelah kiri.
"Kisama. Jadi begitu, aku sudah lengah."
"Berjanjilah, kau tidak akan menyakitinya.....uhuk...uhuk.... maupun menyentuhnya. Khhh....uhuk...uhuk..." sambungnya terbatuk-batuk hebat beberapa kali.
"Apa kau sudah siap?" tanya Sensuke menatapnya dengan serius dan terheran-heran.
"Heh?... kenapa masih saja bertanya, kalau sudah tahu jawabannya." Jawabnya tersenyum sinis.]
"Dia yang sekarang, berbeda dari apa yang kukira." Gerutunya dengan tatapan kosong. "Apa aku bisa jadi sahabatmu, Kahime?"
Tiba-tiba, dia teringat kenangannya ketika masih kecil bersama Kahime, dan menanyakan hal yang sama.
"Tentu saja, bukankah sejak dulu kita selalu bermain bersama. Kamu satu-satunya sahabatku."----- itulah jawabannya, sambil tersenyum manis.
Kemudian dia berdiri, menatap pintu yang masih terbuka. Lalu, dia mulai berjalan melangkahkan kakinya ke pintu.
BLAM!!
********
Kahime berlari ke jembatan besar yang tidak jauh dari rumah sakit, karena sudah menjelang malam jalanan tidak begitu ramai. Meskipun hanya satu atau dua orang yang berlalu lalang berjalan melewati jembatan besar itu.
"Berhenti!!" tegas Sensuke dari belakang diikuti oleh anak buahnya.
Kahime berhenti dan segera mengatur pernapasannya, lalu berbalik.
"Kenapa? Apa kau sudah lelah mengejarku, Tuan Muda?" tanyanya tersenyum jengkel.
"Iyah...hah..hah... haduh, lhu larinya cepet banget. Untung aja gua masih bisa napas." Balas Sensuke dengan ngos-ngosan.
"Huh? Masa' lho kalah sama gua yang cewek dan anak buah lho. Noh, mereka aja masih bisa ngatur napas, selagi mereka lari kita satu lawan satu." Ujarnya membuat kuada-kuda belakang, mengepalkan kedua tangan, dan mengambil napas dalam-dalam. Kemudian mengeluarkannya dengan perlahan.
"Wooohh~~, oke. Gua terima, ayo." Cetusnya menggenggam belati di kedua tangan.
TSAAA~!!!
Kahime melayangkan tinjunya ke wajah dan Sensuke dengan sigap bisa menghindarinya. Lalu, dia membalasnya denga melempar belati yang terikat senar ke arahnya. Kahime condong ke belakang menghindari ujungnya dan melompat ke belakang tiga kali, lalu mendarat mulus kembali pada kuda-kudanya.
Kahime meremas bajunya di bagian dada sambil mengatur pernapasannya. Sensuke yang melihatnya heran dan muncul rasa penasaran terhadapnya.
Cewek sialan, apa dia berusaha menipuku? Tapi,jika kuperhatikan lagi dia terlihat lebih pucat daripada sebelumnya dan cara bernapasnya tidak wajar. Sebenarnya, ada apa dengan cewek ini?!---- pikir Sensuke berhenti dan diam tapi,tetap waspada.
"Tuan muda!!" panggil anak buahnya dari belakang.
"Tidak apa, aku baik-baik saja. Hanya dia yang kelihatan tidak baik." Balas Sensuke tanpa menoleh, masih menatap intens gadis itu.
Gawat. Aku mulai lemah disaat seperti ini. Dadaku sangat sesak, rasanya sulit sekali untuk bernapas. Harus ke pinggir, harus bisa.---- desahnya dalam hati.
Lalu dia berjalan ke pinggir penghalang jembatan dengan terpencal-pencal sembari mengatur pernapasannya. Kemudian bersandar pada tiang besarnya.
Sensuke memasukkan kembali kedua belati ke dalam lengan jaketnya.
"Tuan muda, ada apa?" tanya salah satu anak buahnya gelisah.
Dia hanya diam menatap gadis itu, matanya tampak benci dan sedih.
"TUNGGU!!!" teriak Yuri menghampiri mereka di jembatan.
"Hentikan ini semua!" bentaknya kesal.
"Hei! Ini bukan urusanmu." Cetus Sensuke dingin.
"Siapapun yang sudah membuat masalah dengan anggota Naga Putih harus mendapat balasan yang setimpal." Sambungnya berjalan menghampiri Kahime.
Dia berhenti menjaga jarak satu meter dari tempat Kahime.
"Apa yang kau tunggu? Bukankah..... hah.... hah... kau ingin .....membalas....untuk anak buahmu?" tanya Kahime gugup dengan napas tersengal-sengal.
Sensuke hanya memandangnya dalam diam, sedangkan Kahime mulai kesulitan untuk bicara apalagi bernapas.
Kenapa ada cewek seperti dia? Dia tampak kuat pada awalnya dan saat dia tidak bisa lagi bertahan, barulah kelemahannya terlihat. Sama persis seperti dia, hanya saja aku tidak pernah tahu siapa namanya. Tapi, kenapa perasaan ini sama seperti waktu itu? Mungkinkah cewek ini adalah dia,dia yang selama ini kutunggu dan kucari.