Jernih sungguh jernih.
Aku selalu merasakan bahwa hujan itu bermaksud menghapus seluruh kesedihan manusia. Ia memadamkan kobaran api kesedihan,rasa letih peperangan, dan rasa asing....
Entah berapa lama aku menatap hujan... Sampai kemudian terdengar Rasulullah mengucapkan salam masuk ke dalam rumah.
Seketika itu juga aku ingin melepaskan selimut Rasulullah yang aku pikir jadi terciprat basah. Sama seperti aku, Rasulullah juga sangat menyukai hujan. Bahkan aku tahu betapa Rasulullah sangat suka mandi sambil hujan-hujanan. Kadang-kadang Rasulullah bermain-main bersama anak-anak saling berpegangan tangan di bawah kucuran hujan. Sering begitu hujan turun dia segera keluar, melepaskan penutup rambutnya, dan mengibas-ngibaskan rambutnya di bawah hujan.
Ketika mau membantu Rasulullah untuk melepaskan pakaiannya yang aku kira basah, Rasulullah bertanya kepadaku sambil tersenyum: "Aisyah! Apa yang mau kamu lakukan?"
"Aku pikir engkau basah karena hujan..."
"Kau lihat hujan turun?"
"Aku melihatnya dari pintu, tapi aku tak keluar ya Rasulullah..."
Aku menatapnya sambil tersenyum, aku tak mengerti apa yang dia maksud. Dia memencet hidungku dan menggerak-gerakkannya ke kanan dan ke kiri seperti biasa Rasulullah lakukan bila hatinya gembira.
" Katakan Aisyah, apa yang ada di atas tubuhmu itu waktu kau menyaksikan hujan?"
"Selimutmu ya Rasulullah, aku gunakan ini supaya tubuhku tak basah..."
Rasulullah menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Dia lantas berkata, "Aisyah, yang kau lihat tadi itu adalah hujan gaib..."
Jadi selimut Rasulullah yang aku gunakan untuk menyelimuti tubuhku telah mengangkat tirai di mataku. Dia adalah kilau sinar di dalam laut. Dia adalah mutiara laut kebenaran.
Kita tak tahu persis ada apa di antara Allah dengan Rasulullah. Aku adalah orang yang tahu bahwa diriku memiliki utang untuk memberikan semua yang aku pelajari dari Rasulullah kepada generasi setelahku---- seiring perjalanan ilmu dan kesaksiaku mengenai Rasulullah. Tapi Kadang-kadang seberapa pun jauh pikiranku berada, aku masih sadar dengan jelas ketika mendengarkan jawaban atas pertanyaan yang aku berikan.
Barang siapa ingin bertemu dengan Allah, Allah juga ingin bertemu dengan orang itu. Tapi barang siapa tak ingin dan tak suka bertemu dengan Allah, Allah juga tak ingin dan tak suka bertemu dengan orang itu... " ucap Rasulullah suatu hari.
" Lagi-lagi ada 'tapi'... " ucapku.
Setiap 'tapi' yang aku utarakan merupakan pertanyaan dunia. Sementara itu jawaban Rasulullah atas seluruh 'tapi' itu justru merupakan penjelasan jalan menuju ilah, tafsir ketakwaan.
"Tapi... Kau mengatakan pertemuan dengan Allah. Tapi siapa di antara kita yang menginginkan kematian?"
"Oh putri Abu Bakar! Wahai putri Ash-Shidiq! Wahai pemilik kesucian! Bukan maksud dari perjalanan ini. Kapanpun ada ridha dari Allah, ia mendapat rahmat dan surga-Nya. Jika seorang hamba mungkin mendengarkan ini dan memperhatikan dengan seksama, tentu hamba ini menginginkan ridha Allah yang maha Agung. Tapi seseorang yang pintu kebenaran hatinya telah tertutup, seketika dia akan menjauh dari Allah bila mendengar Azab dan hukuman Allah. Allah juga akan menjauh dari orang itu... "
Aku selalu menyimpan baik-baik setiap perkataan Rasulullah separti sebuah perhiasan. Aku selalu meminta doa darinya di saat-saat Rasulullah bahagia.
" Ya Rasulullah, aku mohon berdoalah untukku... "
" Ya Rabbi... Ampunilah seluruh kesalahan yang dilakukan Aisyah.."
Aku berputar sambil membuka kedua telapak tanganku seperti seorang anak kecil.
"Aamiin... Aamiin.." ucapku bahagia.
"begitu bahagiakah kamu dengan doa ini..." ucap Rasulullah tersenyum.
"Ya Rasulullah, bagaimana mungkin aku tak bahagia..."
"Aku selalu berdoa seperti ini untuk seluruh umatku di setiap saat setelah aku melakukan shalat..."
Seakan-akan saat itu seluruh sisi tembok kamar kami meluas sampai ke ujung dunia. Kamar kami seakan di penuhi oleh ratusan, bahkan ribuan saudara kami yang membuka kedua telapak tangannya berputar sepertiku. Seakan-akan mereka mereka berada di kamar kami.
"Suatu hari akan datang ketika tak satupun rumah di dunia ini yang tak mengetahui agama ini," ucap Rasulullah.
"Aku sangat senang untuk para saudara kami yang beriman dan yakin kepada agama Islam di akhir zaman sampai akan datang meskipun aku tak akan melihatnya....." ucapku.
Suatu hari Rasulullah tenggelam dalam pikirannya. Kami penasaran apa yang sedang Rasulullah pikirkan, sementara apa yang dia lihat selalu membuat kami ingin tahu. Para sahabat bertanya: " Ya Rasulullah, adakah sesuatu yang mengganggu pikiranmu?"...