Beberapa waktu sebelum kedatangan ke Madinah, hubungan kami dengan orang-orang lain di Madinah diatur dalam piagam Madinah yang ditandatangani di bulan kelima hijrah.
Di Madinah, selain Muslim ada juga kelompok kaum musyrik Arab, Yahudi, dan katolik. Muslim dari penduduk Madinah asli datang dari suku Aus maupun suku Khazraj. Sementara itu, para Yahudi Madinah datang dari suku Nadir, Qainuqa, dan Qurayzah. Suku-suku Yahudi yang sangat mementingkan harga diri dan sering saling menjatuhkan ini memutuskan melakukan perjanjian tertentu dengan kami, para Muslim Mekah yang pindah ke wilayah mereka.
Pertama-tama mereka berkumpul di rumah Ibu Anas kecil, yang juga merupakan pemuka Anshar dan pemimpin kelompok Yahudi. Setelah berbicara panjang lebar, di bawah pohon di depan rumah Binti al-Haris, mereka mengambil keputusan terakhir perjanjian. Mereka menyalin keputusan itu ke dalam suatu tulisan dan menyerahkannya kepada Rasulullah, kemudian Rasulullah menyerahkan surat perjanjian itu kepada Ali sebagai bentuk perlindungan.
Menurut perjanjian, semua kaum yang tinggal di Madinah harus hidup saling menghormati sesuai hukum yang berlaku. Hal paling penting adalah perjanjian itu adalah untuk tidak saling menyakiti demi keamanan dan kenyamanan hidup di Madinah.
Di masa itu, Madinah memiliki empat pasar besar. Sebagian besar pasar itu berada di bawah kuasa kaum Yahudi karena orang Yahudi memang lebih unggul daripada kami dalam hal perdagangan dan kesenian. Pasar Al-Jurf merupakan salah satu pasar terbesar di wilayah Qainuqa. Satunya lagi berada di pusat Usbah, sementara yang lain berada di jalan Ibnu Hayyan, dan satu lagi pasar Zabalah yang dibangun di sekitar sumur Raumah. Pasar-pasar ini seperti menjadi jantung Madinah. Barang-barang seperti emas dan perhiasan, kesturi dan rempah-rempah, bubuk-bubuk kimia dan barang-barang logam, serta kurma dan bahan-bahan kebutuhan sehari-hari dijual di pasar-pasar ini.
Rasulullah suatu hari membangun sebuah tenda besar di sebuah tempat yang dikenal dengan nama Bakiuz Zubair. Tempat itu sebenarnya telah menjadi tempat perdagangan yang nyaman bagi kaum Muslim. Tapi kaum Nadir tak pernah menyukai hal ini, bahkan suatu hari salah satu pemuka suku mereka datang dengan amarah membara dan langsung memotong tali tenda. Rasulullah menanggapi perilaku jahat itu dengan kesabaran.
Kemudian, setelah beberapa waktu memantau pusat-pusat perdagangan orang Yahudi secara hati-hati, Rasulullah membuka sebuah pasar di tempat lain. Pasar tanpa pajak ini akan menjadi sebuah tempat yang diinginkan oleh semua orang dalam waktu dekat.
Rasulullah selalu dikenal dengan perdagangannya yang jujur. Suatu hari, ketika Rasulullah sedang berjalan-jalan mengelilingi pasar, dia menanyai seorang pedagang mengapa tepung yang ia jual di bagian bawahnya basah. Pedagang menjawab itu terjadi karena kena hujan sehingga bagian atasnya tetap kering. Rasulullah tak pernah suka pedagang yang membasahi tepung di bagian bawah sehingga tepung itu jadi berat waktu di timbang. "Orang yang menipu bukan dari kelompok kami," ucap Rasulullah.
Kami semua tahu bahwa Rasulullah selalu melakukan perdagangan dengan terbuka, berani, dan halal.
Selain perdagangan, juru tulis dan penerjemah merupakan pekerjaan yang sangat dibutuhkan di masa Madinah. Juru tulis pertama di pemerintah Islam Madinah ialah Abu Bakar ayahku, Amir bin Fuhairah, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit, Ali bin Abu Thalib, Umar bin Khattab, Khalid bin Sa'id, Zubair bin Awwam, Abdullah bin Rawahah, Muhammad bin Madlama, Mughirah bin Syu'bah.
Rasulullah sangat menyarankan agar seseorang menjadi juru tulis. "Di hari kiamat akan dibawakan peti terbuat dari api yang terkunci kobaran api kepada orang yang jadi juru tulis. Jika tulisan itu digunakan di jalan ridha Allah dan taat kepada Allah, ia akan terselamatkan dari peti itu. Tapi jika tulisan itu digunakan di jalan pemberontakan, ia bersama dengan orang yang juga mempersiapkan tulisan itu akan jatuh ke dalam peti itu selama tujuh puluh musim gugur," jelas Rasulullah.
Rasulullah juga pernah mengatakan bahwa meletakkan pena di antara telinga membuktikan terbjkanya pikiran. Para juru tulis menggunakan pena yang terbuat dari pelepah tebu, dan sebagian dari mereka meletakkan miswak di antara telinga mereka. Karena mendengar saran Rasulullah, Zaid bin Tsabit dalam waktu tujuh belas hari belajar menulis dan membaca dua bahasa ketika di tugaskan mengartikan tulisan Ibrani dan suryani oleh Rasulullah.
Islam dengan cepat mampu meraih kekuatan hidup di Madinah. Kabar tersebut mulai menyebar dan terdengar ke seluruh arah. Sadara-saudara kami yang berada di Mekah memantau dari kejauhan dengan penuh rasa keterkejutan sebab mereka pikir kami akan terhapus dari dunia ini setelah merantau menuju kota asing.
Sering beberapa kelompok pemuda Muslim melakukan perjalanan rahasia untuk memberikan pesan kepada mereka bahwa "kami masih ada di sini." mereka baru menunjukkan diri kepada para rombongan perdagangan yang melewati Mekah menuju Suriah, atau mencari-cari di sekitar tempat orang Mekah menempuh perjalanan. Ini bukan sebuah ajakan untuk berperang, tapi merupakan pesan yang bermakna bahwa " kami masih di sini."