Dalam waktu singkat, banyak penduduk sipil yang menyerbu ke arah gerbang kota.
Pada masa perang, gerbang kota tentu saja ditutup rapat-rapat. Para penduduk sipil sama sekali tidak peduli dan terus menggerutu, mereka meminta para prajurit agar membuka gerbang kota. Para prajurit tentu saja tidak menyetujuinya karena pasukan musuh masih menyerbu kota dan dengan membuka gerbang sama saja dengan membiarkan pasukan musuh untuk masuk.
Para penduduk sipil sama sekali tidak peduli. Di hadapan hidup dan mati, hancurnya sebuah negara sudah tidak terlihat begitu penting. Dengan semakin banyaknya orang yang berkumpul di dekat gerbang kota, situasi di sana terlihat sudah nyaris tidak bisa dikendalikan lagi.
Orang-orang sudah siap untuk menyerbu garis pertahanan yang dibentuk oleh para prajurit Pasukan Pengawal Kerajaan.
Tidak jauh dari mereka, api kembali menyebar, dan asap yang tebal pun mulai membumbung ke udara.