"Halo, Tuan Carter."
Rhode mendongak, menyapa pria di depannya sambil tersenyum.
"Terima kasih telah menyelamatkanku."
"Jangan terlalu dipikirkan. Santai saja."
Carter bertubuh tinggi dan kekar dengan rambut merah yang tersisir rapi. Dari ciri-ciri tersebut, tampaknya pria ini lahir di daerah Barat Laut Lygatto. Dua pedang, satu pendek dan satunya lagi panjang, tergantung di kedua sisi pinggangnya, dan wajahnya yang kaku menggambarkan sifat yang teguh sekaligus waspada. Dari penampilannya, jelas dia bukan prajurit bayaran biasa.
Saat Rhode sedang sibuk mengamati pria tersebut, Carter juga mengamati pria di depannya dengan tenang.
Penampilan Rhode memberikan kesan bahwa dia adalah pemuda bangsawan yang sombong. Tubuhnya yang kurus dengan kulit pucat, muka yang feminim, dan pakaiannya yang terlihat mewah. Sulit dipercaya jika dia adalah petualang biasa. Dia lebih terlihat seperti tuan muda dari keluarga kaya-raya.
Namun, Carter juga yakin bahwa pemuda ini bukan pemuda biasa kalau dilihat dari lingkaran magis misterius di tangan kanannya. Sebagai Cleric, Lize dapat mendeteksi jejak sihir dari lingkaran tersebut, yang berarti bahwa Rhode tidak berbohong. Meskipun begitu, berdasarkan pengalaman Carter sendiri, dia jarang melihat orang menggunakan sihir di dalam dirinya sendiri. Dari sinilah Carter menduga bahwa pemuda di hadapannya bukanlah pemuda biasa.
Dari percakapan mereka yang singkat, Carter dapat merasakan bahwa pemuda ini tidaklah sombong alias rendah hati; ekspresinya benar-benar tenang. Carter mendengar dari Lize bahwa walaupun Rhode baru saja sadar, dia bisa memahami situasi sekelilingnya dengan tenang. Karena itulah, Carter juga menyimpulkan bahwa Rhode jauh lebih tangguh daripada pemuda bangsawan umumnya.
"Kudengar kau berasal dari daerah Timur."
"Benar."
Rhode menganggukkan kepalanya.
"Jadi kemana tujuanmu?
"Aku hanya sekadar mengembara."
Rhode mengangkat bahunya.
"Aku adalah petualang; bertualang bebas kemana pun adalah bagian dari hidupku. Tenang saja. Aku tidak akan menyusahkan anda lagi."
"Bagus kalau begitu."
Karena Rhode berkata jujur, tidak ada gunanya bagi Carter untuk bertanya lagi. Saat ini dia dan kelompoknya sedang melaksanakan sebuah misi; mereka jelas tidak ingin menambah beban lagi di pundak mereka. Setelah berbincang sedikit lagi dan mengucapkan 'Istirahatlah' pada Rhode, dia meninggalkan ruangan. Bagaimanapun juga, dia adalah pemimpin grup prajurit bayaran. Banyak yang harus dia lakukan; dia tidak dapat membuang waktunya di ruangan itu.
Rhode merasa bosan. Setidaknya dia merasa sedikit terhibur saat Lize membawakan makanan untuknya. Walaupun makanannya hanyalahi roti dan daging biasa yang sudah Rhode makan berkali-kali dalam game, tapi semua itu hanyalah 'berpura-pura' makan untuk memulihkan HP dan MPnya. Makanan di game tersebut juga tidak terasa dan hanya sekadar untuk mengisi perutnya saja. Dan sekarang, dia merasakan sendiri bagaimana rasa dari makanan itu; dan itu bukanlah pengalaman yang buruk baginya.
Tapi harus diakui, rasanya tidak seenak seperti yang ada di deskripsi item.
"Bagaimana kabarmu? Apakah lukanya masih terasa sakit?"
Gadis berambut pirang yang duduk di sampingnya terlihat khawatir dan serius. Matanya terlihat cemas saat dia melihat bahu Rhode yang terbalut perban. Dia tidak tahan melihat luka tersebut.
"Aku baik-baik saja sekarang."
Rhode berkata sambil menggerakkan tangan kirinya. Rasa sakit di dadanya sudah tidak seburuk kemarin. Awalnya, sangat susah bagi Rhode untuk bernapas, tapi sekarang, keadaannya sudah jauh lebih baik.
"Syukurlah."
Lize merasa tenang saat mendengar jawaban Rhode.
"Tapi kau masih harus beristirahat. Kondisimu akan membaik saat kita tiba di kota Deep Stone nanti. Mungkin kau bisa pulih lebih cepat di sana."
Lize berkata dengan sungguh-sungguh. Walaupun pemuda di hadapannya hanyalah orang asing yang baru saja ia temui, tapi jika dilihat dari sikapnya, Lize tidak terlalu memperdulikan hal tersebut.
"Terima kasih."
"Sama-sama. Itu memang sudah tugasku."
Lize pun berdiri. Rambutnya yang pirang mengayun mengikuti gerakannya. Melihat rambutnya yang terayun ke kanan dan ke kiri membuat orang yang melihatnya merasa senang dan nyaman.
"Kalau begitu…"
Sebelum Lize dapat menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba kapal terguncang dengan keras.
Lize kehilangan keseimbangannya dan hampir jatuh ke arah ranjang. Untungnya, pada saat-saat terakhir dia menjulurkan tangannya dan berpegangan pada ujung ranjang. Rhode dan Lize saling memandang, dan kemudian memalingkan pandangan mereka.
Kapal yang melayang itu berlayar di atas udara; dan di langit tidak ada batu karang maupun pusaran air seperti di laut. Namun, bukan berarti tidak ada bahaya yang mengancam. Dan situasi sekarang jelas terlihat gawat.
"Aku akan keluar dan mencari tahu apa yang terjadi. Tetaplah di kamar ini dan beristirahat."
Lize berkata dengan suara pelan. Dia kemudian berbalik dan segera meninggalkan ruangan itu. Setelah menutup pintunya, Rhode hanya bisa menatap Lize pergi. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Kelihatannya Rhode lebih tua dari gadis itu, dia heran mengapa Lize berbicara dengan nada membujuk seperti anak-anak kepadanya?
Tapi sesaat setelahnya, Rhode menangkap sekilas bayangan sesuatu yang melayang di luar melalui jendela kabin. Ekspresi Rhode berubah serius. Dia menoleh sedikit dan memandang jendela tersebut. Dari sana, terlihat tiga hingga empat sosok yang melayang di luar. Pada saat bersamaan, dia juga mendengar suara geraman rendah.
"Hisshhh—"
Mendengarnya, jantung Rhode seakan-akan berhenti berdetak.
Mereka dalam bahaya besar!
Di saat itu, situasi di dek kapal sudah menjadi kacau balau.
"Tidak kuduga kita akan bertemu dengan mahkluk-makhluk sialan ini."
Pemimpin grup prajurit bayaran yang berambut merah tersebut berdiri di garis depan, sambil memegang pedangnya. Dengan ekspresi menyeramkan, dia menatap sosok-sosok hijau yang melayang di sekeliling kapal. Penampilan mereka terlihat seperti ular dengan panjang sekitar satu meter yang memiliki dua sayap di punggungnya. Walaupun tubuh mereka yang sangat ramping memberikan kesan lemah, tapi ketika mereka membuka mulut mereka yang besar, bisa terlihat deretan gigi tajam yang mengancam. Tidak butuh waktu lama bagi Carter untuk mengenali makhluk-makhluk tersebut.
Wind Serpent.
"Sepertinya kita tidak sengaja memasuki wilayah kekuasaan Wind Serpent."
Sang pedagang gemuk bersembunyi di balik Carter. Dengan muka yang pucat, dia menyeka dahinya dengan saputangan.
"Sudah kuduga! Picco sialan! Sudah kuduga akan ada kejadian begini saat bajingan itu rela memberitahuku rute tertentu dengan bayaran murah! Awas kau bajingan bangsat! Jika aku bertemu dengannya lagi, akan kubuat dia menyesal!!"
"Lanjutkan bicaranya setelah kita selamat dari sini!"
Carter memotong teriakan histeris dari pedagang gemuk itu. Dia bisa melihat ada ratusan Wind Serpent yang mengelilingi sang pedagang. Tadinya dia pikir dengan meluncurkan serangkaian bola petir ke arah sekelompok monster tersebut dapat membuat mereka takut. Tapi ternyata monster-monster tersebut jauh lebih gigih dari dugaannya – malah sepertinya mereka tambah semangat saat teman-teman mereka mati.
Saat ini mereka telah menguasai dek luar kapal dan berusaha untuk masuk ke dalam kapal. Para prajurit bayaran telah membuang busur mereka dan menggunakan senjata jarak dekat untuk menghadapi musuh-musuh mereka.
"Kau! Pergi dan bersembunyilah di dalam. Katakan pada kapten untuk segera mengendalikan kapal keluar dari sini secepatnya!"
Carter menggunakan punggung tangannya untuk mendorong sang pedagang gemuk ke arah dek kapten, kemudian dia mengambil dua langkah ke depan dan mengayunkan pedangnya dengan cepat ke arah Wind Serpent yang sedang menerjang ke arahnya. Tapi, segera saja muncul dua Wind Serpent yang menggantikan temannya yang gugur di tangan Carter.
Jumlah kita terlalu sedikit!
Carter hanya bisa cemberut. Dia mengarahkan pandangannya sepanjang dek kapal dan melihat bahwa hanya ada enam orang yang tersisa dan mereka adalah orang-orang yang diajak Carter untuk ikut serta dalam misi ini. Walaupun kapal ini juga memiliki penjaganya sendiri, pengalaman mereka masih kurang dalam menghadapi monster seperti ini. Bahkan, setelah gelombang serangan pertama, jumlah penjaga berkurang hingga sepertiganya. Melihat ekspresi panik mereka, Carter tahu jika mereka tidak akan bisa bertahan lebih lama lagi. Ekspresinya mengeras ketika melihat sekelompok monster yang mengerikan tersebut.
Dia sebenarnya punya pengalaman menghadapi Wind Serpent. Tapi ini pertama kalinya dia menghadapi monster tersebut dalam jumlah banyak, yang membuatnya sedikit gugup. Dia mengambil satu langkah ke depan. Badannya bergerak dengan ringan, membentuk setengah lingkaran. Kemudian dia mengayunkan pedang di tangannya, memotong tubuh satu Wind Serpent. Monster tersebut jatuh dengan berdarah-darah ke lantai, dan mati setelah menggeram beberapa kali.
Carter mendongak dan mengarahkan pandangannya di lingkungan sekelilingnya. Kemudian, dia terkejut.
"Lize! Awas!"
Gadis itu tidak dapat bereaksi sama sekali.
Menyembuhkan salah satu prajurit yang terkena racun telah menguras banyak tenaganya dan membuatnya hampir kehilangan kesadaran. Walaupun dia baru saja tiba di dek beberapa menit lalu, dia telah memulihkan banyak orang. Sebagai satu-satunya Cleric dalam grup, hal ini memang sudah menjadi tanggung jawab Lize.
Mendengar teriakan Carter, Lize menoleh.
Yang dia lihat di hadapannya adalah mulut besar dengan dua gigi yang tajam.
Pada saat itu, Lize terdiam. Melihat Wind Serpent di depannya, dia tidak dapat berpikir maupun bereaksi. Dia bisa melihat dengan jelas taring monster tersebut yang tajam dan berkilau. Bahkan daging dalam mulutnya juga terlihat, dan ada aroma busuk yang tercium.
Kemudian, sebuah tangan tiba-tiba terjulur dari belakang, memeluk punggungnya dan menarik tubuh Lize pada waktu yang tepat.