Fan Xian melihat sekelilingnya. Karena tidak menemukan orang lain, dia memutuskan untuk duduk di atas sebuah batu. Dia mengambil ketel air yang ditawarkan oleh si tukang kebun dan meminum beberapa teguk tanpa mengeluh. Dia kemudian mulai mengobrol dengan tukang kebun itu tentang menanam bunga dan tanaman lainnya. Karena Fan Xian tidak tahu apa-apa tentang berkebun, beragam hal yang dijelaskan oleh si tukang kebun menjadi pengetahuan baru baginya. Tetapi lama-kelamaan dia merasa sedikit jenuh setelah mendengar terlalu banyak. Fan Xian berpikir untuk pergi, tetapi dia mengurungkan niatnya setelah memikirkan perlombaan puisi yang lebih membosankan itu. Tidak jadi beranjak pergi, dia menghela napas.
Mendengar napas Fan Xian, si tukang kebun bertanya karena ingin tahu, "Tuan muda, apa yang mengganggumu?"
"Para bangsawan sedang mengadakan perlombaan puisi. Membosankan sekali." Fan Xian berkedip. Baginya, tukang kebun ini hanyalah seorang pelayan. Tidak mungkin pelayan biasa tertarik dengan puisi.
Seperti yang diharapkan Fan Xian, si tukang kebun mengangguk. "Menulis puisi cocok untuk orang-orang dengan waktu luang yang terlalu banyak. Kamu tidak bisa mencari nafkah dari itu. Mereka benar-benar sekelompok babi bodoh."
Fan Xian terkejut sesaat, berpikir, "Bukankah dia juga menghina dirinya sendiri?" Dia kemudian berubah pikiran dan tertawa terbahak-bahak. "Memang babi-babi yang bodoh." Dia akhirnya menyadari sesuatu. Dengan lambaian tangannya, mereka berdua tidak membahas puisi lagi.
—————————————————————————
Setelah perlombaan puisi itu berakhir, semua tamu kembali pulang. Dan apa yang terjadi setelah itu, tak seorang pun di ibukota tahu hingga hari berikutnya.
Malam itu, keluarga Raja Jing sedang makan malam seperti biasa. Pangeran bersiap untuk pergi ke Drunken Immortal Tavern untuk memanjakan diri, tetapi tiba-tiba dia dipanggil kembali oleh kepala pelayan. Dia duduk di meja makan dengan tidak nyaman bersama dengan saudara perempuannya, menunggu untuk diomeli oleh ayah mereka.
Raja Jing duduk di ujung meja. Tanpa diduga, dia ternyata adalah tukang kebun yang mengobrol dengan Fan Xian saat sore hari di kebun. Melihat putranya yang selalu memanjakan diri, amarahnya memuncak. Raja Jing marah. "Dasar babi bodoh! Kau menghabiskan hari-harimu di tempat-tempat seperti itu!"
Pangeran Li Hongcheng tahu "babi bodoh" adalah istilah yang gemar dikatakan ayahnya. Tanpa ikut-ikut marah juga, ia tersenyum malu-malu. "Apa yang telah membuatmu begitu marah hari ini?"
Raja Jing berkata "Humph" lalu dia berhenti marah. Dia kemudian bertanya, "Kamu mengadakan pertemuan puisi lagi hari ini?"
Li Hongcheng terkejut sesaat, lalu dia menjawab sambil tersenyum malu. Ia tahu ayahnya tidak terlalu menyukai acara-acara seperti itu. Tetapi acara tersebut diperlukan agar dia dapat mengumpulkan sarjana-sarjana berbakat untuk pangeran kedua. Anehnya, Raja Jing tidak marah. Dia malah bertanya, "Selama pertemuan puisi hari ini, ada seorang anak yang mengenakan baju berwarna kastanye. Siapa anak itu?"
Ada begitu banyak tamu di acara itu, bagaimana mungkin Li Hongcheng mengingat mereka semua?
Raja Jing mengerutkan keningnya. Setelah mengingat-ingat penampilan anak itu, dia akhirnya berkata, "Dia anak laki-laki yang terlihat sangat cantik, bahkan hampir seperti perempuan."
Li Hongcheng tertawa kecil. Ia tahu siapa yang dimaksud ayahnya dan segera menjawab, "Pasti anak dari keluarga Fan."
Raja Jing mengangkat alisnya karena terkejut, memperlihatkan kegalakannya yang tersirat. "Apa?" dia berteriak. "Maksudmu dia itu putra Fan Jian? Yang dari Danzhou? Sialan. Bisa-bisanya dia mempunyai putra yang tampan, padahal dia sendiri sama sekali tidak enak dilihat!"
Putri Ruo Jia tersipu malu saat dia mendengarkan ayahnya mengeluarkan kata-kata kotor. Tetapi pada saat yang sama, dia penasaran. Seperti apakah sosok orang yang begitu dihormati oleh Ruoruo itu? Li Hongcheng menatap ayahnya dengan tatapan marah. Untung tidak ada pelayan di sekitar mereka, pikirnya. Namun, ia dengan cepat berubah pikiran, karena para pelayan seharusnya sudah terbiasa dengan gaya bicara Raja Jing. Dia lalu bertanya, "Mengapa kamu bertanya soal dia, Ayah?"
"Mengapa?" Raja Jing mendengus beberapa kali dengan kesal. Ketika dia bertemu dengan Fan Xian ,dia pikir bocah itu tidak tampak asing, tetapi dia tidak dapat mengingat apa pun pada saat itu. Fan Xian tidak menyukai pertemuan puisi, tetapi dia betah berlama-lama mendengarkan omongan Raja Jing soal berkebun. Untuk itu, Raja Jing menyukai bocah itu. Tetapi Raja Jing tidak pernah menyangka bahwa pemuda yang cantik itu ternyata putra Fan Jian. Ketika amarah semakin membengkak di hatinya, dia terus berkata. "Kamu harus belajar darinya ... Siapa namanya?"
"Fan Xian."
"Kamu harus belajar dari si Fan Xian itu. Dia mungkin tidak memiliki asal usul yang jelas, tetapi dia cermat." Raja Jing terus menceramahi putranya. "Fan Xian bisa berbicara berjam-jam dengan tukang kebun. Jauh sekali jika dibandingkan dengan dirimu, yang begitu terpaku dengan asal-usulmu sendiri. Kamu harus tahu, tindakanmu sekarang tidak pantas untuk disombongkan.
Pangeran Li Hongcheng tahu bahwa kesepakatannya dengan pangeran kedua tidak bisa membodohi ayahnya, yang meski tampak kasar di luar, sebenarnya adalah orang yang sangat bijak. Sang Pangeran buru-buru menyetujui perkataan ayahnya. Setelah selesai makan, sang Pangeran menyiapkan diri untuk membaca di ruang belajar agar ayahnya senang. Namun, Raja Jing tiba-tiba bertanya, "Bukannya kamu tadi berencana pergi ke Drunken Immortal Tavern?"
Drunken Immortal Tavern bukan restoran, tempat itu adalah rumah bordil. Sang Pangeran menjadi cemas, dan ia berusaha menepis pertanyaan ayahnya dengan panik. Raja Jing menatap mata anaknya sambil mencibir, "Kamu itu laki-laki. Jika kamu ingin melakukan sesuatu, lakukan saja. Jangan plin-plan." Setelah dia selesai berbicara, Raja Jing memanggil seseorang dan mengusir sang Pangeran.
Li Hongcheng duduk di Drunken Immortal Tavern. Nona Yuan Meng berada di dalam pelukannya — Yuan Meng adalah wanita penghibur paling terkenal di ibukota. Namun, pikirannya sedang ada di tempat lain, berpikir tentang mengapa ayahnya bersikap sangat berbeda hari ini.
Larut malam, di kediaman Jing, Raja Jing mengumpat sambil minum. "Bajingan busuk itu. Dulu dia senang menghabiskan waktu mengunjungi rumah-rumah bordil. Bagaimana bisa dia menghasilkan putra yang sangat tampan? Aku akan membuat anakku melakukan hal yang sama, supaya nanti aku bisa punya cucu yang tampan."
——————————————————————————
Sementara mengesampingkan kisah Raja Jing yang memaksa putranya sendiri untuk mencari pelacur, Fan Xian kembali ke tandunya, setelah pertemuan puisi itu selesai, dan menemui Teng Zijing serta beberapa penjaga. Puisi Fan Xian menjadi bahan pembicaraan diantara para tamu. Saat melihat tandu keluarga Fan, beberapa sarjana mampir untuk berpamitan. Fan Xian segera turun dan membalas mereka dengan tersenyum. Dia juga memerintahkan beberapa penjaga untuk mengawal Ruoruo kembali ke rumah.
Sebelum masuk ke tanduya sendiri Ruoruo mengangguk ke arah Fan Xian, seakan memastikan "itu" telah diatur dengan baik. Fan Xian tiba-tiba merasa segar, dia mulai merencanakan bagaimana dia akan menghabiskan waktu sore itu.
"Guo Baokun pasti tinggal di Kediaman Shang Shu. Dia pergi ke istana setiap tiga hari sekali. Dia mengaku sebagai penyusun, tetapi sebenarnya, dia hanyalah rekan membaca sang Putra Mahkota."
Suatu hal membuat Fan Xian mengerutkan kening. "Putra Mahkota masih membutuhkan rekan baca? Memangnya dia umur berapa?"
"Sang Putra Mahkota adalah putra Permaisuri. Dia anak termuda ketiga di antara tiga saudaranya. Dia berusia 18 tahun."
Fan Xian tertawa. "Dia orang dewasa yang berusia 18 tahun. Untuk apa dia membutuhkan rekan baca?"
"Dia suka bermalas-malasan," kata Teng Zijing, sambil tersenyum pahit. "Jadi dia senang menemukan beberapa orang untuk membuatnya tetap terhibur."
"Dan sang Kaisar tidak peduli sama sekali?"
"Kalau soal itu ... aku tidak yakin."
Sejak kejadian di restoran itu, Fan Xian khawatir Guo Baokun akan tidak terima, dan akan selalu mencari masalah dengan dirinya. Jadi dia memerintahkan Teng Zijing untuk mencari informasi, termasuk tempat-tempat yang sering dikunjungi Guo Baokun dan rute pulang yang dia ambil.
Selama pertemuan puisi hari ini, si Guo itu membuat beberapa komentar yang tidak enak didengar. Sebaik hati apa pun Fan Xian, yang bisa dia lakukan hanyalah tersenyum palsu untuk menyembunyikan amarah meledak-ledak di dalam dirinya. Baru sekarang Fan Xian menyadari bahwa dia telah memerintahkan Teng Zijing untuk mencari informasi agar dia bisa mengganggu Guo, bukan karena dia khawatir akan diganggu olehnya.