Lampu mobil di depan rombongan itu terus menyinari sepanjang jalan, berubah menjadi sungai cahaya. Malam Natal yang sunyi itu tiba-tiba cerah dengan kehidupan dan semangat.
Gu Nianzhi menyandarkan kepalanya di dada Huo Shaoheng yang bidang. Setiap tetes kesepian di dalam dirinya telah lenyap. Ia tahu di mana masa lalu, masa kini, dan masa depannya seharusnya berada—di sisi Huo Shaoheng, dan di pelukannya.
Gu Nianzhi terisak pelan. Di malam yang sunyi, isak tertahannya terdengar sama mengirisnya dengan tangis menyedihkan dari seekor kucing yang baru lahir. Ia tidak ingin menangis dengan terang-terangan. Seseorang mungkin mendengarnya, dan menertawakannya karena bersikap seperti anak manja di umurnya.
Lagipula, ia kini paham bahwa perasaannya untuk Huo Shaoheng telah berubah; perasaan itu tumbuh melampaui rasa percaya yang polos dan tanpa dosa dari seorang anak kecil kepada pengurusnya.