Saat itu juga, udara serasa membeku.
Ji Yi tidak menoleh pada Qian Ge, ia pun tak peduli dengan perubahan-perubahan ekspresi di wajah gadis itu. Ji Yi justru menghindari tatapan gadis itu dan berlalu pergi diiringi dengan suara detakan sepatu hak tingginya. Ia tak ingin lagi berlama-lama berada di sana.
...
Qian Ge mengepalkan tinjunya, tubuhnya mulai gemetar. Ia menatap punggung Ji Yi yang semakin menjauh dengan gusar. Giginya bergemeretak; Ia ingin membalas omongan Ji Yi, namun tak berhasil mengucap sepatah katapun hingga suara langkah kaki Ji Yi menghilang.
Qian Ge menghentakkan kakinya kuat-kuat, memejamkan mata, dan menghela napas dalam-dalam beberapa kali. Akhirnya ia bisa sedikit tenang dan memaksakan seulas senyum. Setelah merasa bisa mempertahankan penampilannya yang elegan, perlahan gadis itu membuka mata.
Ia memakai kembali kacamata hitamnya, namun dari sudut matanya ia melihat sosok tinggi tegap yang sudah tak asing lagi baginya. Jari-jemarinya sedikit gemetar dan ia segera berbalik untuk mencari pintu keluar darurat.
Pemuda yang berdiri di depan pintu itu mengenakan setelan jas, dan auranya terasa berbeda, seperti seseorang yang penting dan terhormat.
Ketika Qian Ge melihat sosok itu dengan lebih jelas , kacamata hitam yang dipegangnya tiba-tiba terjatuh.
Setelah menatap selama beberapa saat, Qian Ge akhirnya yakin bahwa dia tidak salah lihat. Memang benar dia... He Jichen. Itu memang He Jichen, yang sudah cukup lama tak dilihatnya.
Dibandingkan dengan tiga tahun yang lalu, saat terakhir kali mereka bertemu, ia terlihat lebih dewasa dan berbahaya. Tentu saja, hal itu membuat Qian Ge semakin tertarik.
Setelah beberapa saat, Qian Ge tidak dapat menahan detak jantungnya yang berpacu, maka ia pun perlahan berbalik dan menghampiri He Jichen. Ketika hampir sampai di dekat pemuda itu, ia berkata, "He..."
Qian Ge hanya dapat mengucap nama depannya saja, karena He Jichen menatapnya dengan dingin dan bicara dengan suara yang lebih kasar dari sebelumnya, "Apakah yang kau katakan tadi itu benar? Empat tahun yang lalu, apakah dia benar-benar hamil?"
Qian Ge selalu memikirkan tentang He Jichen selama bertahun-tahun, namun begitu mereka bertemu, yang ditanyakan oleh pemuda itu justru Ji Yi.
Qian Ge merasa jantungnya melilit sakit sembari memandang He Jichen, tanpa bersuara.
Terlihat jelas bahwa He Jichen sedang kesal. Pemuda itu menunggu sejenak, namun karena Qian Ge tidak menjawab, ia lantas mengeluarkan sebatang rokok dan meletakkannya di mulut. Ia menyalakan rokok itu, namun tak menghisapnya. Sedetik kemudian, He Jichen menjepit rokok itu di sela jarinya.
Setelah sekian tahun berlalu, kebiasaannya masih tetap sama. Setiap kali merasa kesal, pemuda itu selalu menyalakan sebatang rokok tanpa menghisapnya, lalu membiarkannya terbakar habis di sela jarinya.
Qian Ge memandangi rokok He Jichen dengan jijik dan pikirannya melayang untuk beberapa saat. Kemudian, perlahan gadis itu berkedip dan kembali menatap wajah He Jichen. "Selain bertanya tentang gadis itu, apakah tidak ada hal lain yang ingin kau katakan padaku?"