Ji Yi tidak tahu apa yang harus dilakukannya; ia mulai berpikir macam-macam, karenanya ia merasa lebih baik berdiri dan berjalan-jalan untuk menenangkan napasnya.
Gadis itu memutari aula tanpa tujuan, tanpa disadarinya ia telah beberapa kali melewati lift yang tadi dinaiki oleh He Jichen dan Xia Yuan. Tiba-tiba, sebelum dapat berpikir jernih, ia sudah masuk ke dalam lift.
Kamarnya berada tepat di samping kamar He Jichen.
Ketika tiba di lantai kamarnya, dia melangkah keluar dari lift dan berjalan menyusuri koridor yang panjang, ke arah kamarnya sendiri.
Ketika melewati kamar He Jichen, ia melihat pintunya agak terbuka.
Cahaya dari dalam kamar yang cukup terang menyinari lantai di depan pintu kamar.
Karena penasaran, gadis itu diam-diam mengintip ke dalam kamar He Jichen.
Terlihat pemuda itu sedang duduk di sofa, menandatangani sebuah nota.
Seorang pelayan sedang berdiri di dekatnya, dengan senyum di wajah.
Setelah pemuda itu selesai membubuhkan tanda tangannya, sang pelayan menyerahkan sebuah tas pada He Jichen, lalu dengan sopan berpamitan.
Khawatir jika orang yang ada di dalam kamar akan memergokinya sedang mengintip, Ji Yi pun berjalan lebih cepat melewati kamar He Jichen. Ketika sedang berjalan, dia mendengar suara feminin dari dalam kamar itu: "Jichen, apa kau mendapatkan barangnya?"
Barang? "Barang" apa?" Apakah itu tas yang baru saja diserahkan oleh pelayan kepada He Jichen?
Ji Yi tak yakin dari mana rasa ingin tahu yang besar itu berasal, tetapi kakinya tanpa disadari telah bergerak lebih lambat.
Namun sayang sekali, sebelum mendengar jawaban pemuda itu, sang pelayan sudah keluar dari kamar dan menutup pintunya dengan hati-hati.
Pelayan itu sepertinya tidak menyangka bahwa ada seseorang yang sedang berdiri di koridor. Setelah tertegun sesaat ketika melihat Ji Yi, ia lalu tersenyum dan menyapa gadis itu, "Halo."
Ji Yi berpura-pura sedang mengeluarkan kunci kamarnya ketika mengangguk pelan pada pelayan itu.
Sang pelayan tidak mengatakan apapun dan hanya tersenyum sopan padanya sebelum akhirnya berlalu.
Setelah menemukan kunci kamarnya, Ji Yi tidak terburu-buru menggeseknya untuk membuka pintu. Dia justru menunggu sampai pelayan tadi menghilang di balik tikungan, lalu dengan cepat melangkah ke belakang. Dia kembali ke depan pintu kamar He Jichen dan menempelkan telinga pada daun pintu, mencoba untuk menguping.
Pemuda itu menginap di kamar suite. Ji Yi berdiri menempelkan telinganya di depan pintu beberapa saat lamanya tanpa berhasil mendengar apapun, sehingga ia menyimpulkan bahwa He Jichen dan Xia Yuan tidak sedang berada di ruang tengah.
Dengan kerutan di keningnya, gadis itu mundur kembali dari pintu. Dia menebak-nebak letak kamar tidur He Jichen, lalu menempelkan telinganya di dinding yang beberapa langkah jauhnya dari pintu kamar.
Selain suara hembusan AC, Ji Yi tidak mendengar suara apapun.
Mungkinkah tebakanku salah? Mungkin bukan di sini letak kamarnya dan aku perlu bergeser sedikit lagi?
Ji Yi bergeser dua langkah ke posisi di mana kedua orang itu mungkin berada. Setelah mengingat bahwa kamarnya sendiri berada tepat di sebelahnya, gadis itu lantas memukul kepalanya sendiri. Bukankah kamarku tepat berada di samping kamar tidur He Jichen? Kenapa aku buang-buang waktu di sini...
Ia bergegas mengambil kunci kamarnya, menggeseknya di pintu, dan masuk ke dalam kamar.
Pertama-tama Ji Yi mematikan AC di dalam kamarnya, lalu naik ke ranjang dan menempelkan telinganya lekat-lekat pada dinding kamar.
Dia masih belum mendengar apapun.
Setelah mempelajari tatanan kamarnya, ia mengira-ngira secara kasar bahwa kamar mandinya berada paling dekat dengan kamar He Jichen. Ia pun bergegas ke kamar mandi dan masuk ke dalam bak mandi, lalu menempelkan tubuhnya pada dinding marmer yang dingin.