Sebuah adegan yang bahkan tak berani ia mimpikan akhirnya menjadi kenyataan.
Kesedihan melintasi mata He Jichen hingga dia spontan memalingkan wajah, pandangannya menerawang jauh.
Dia membutuhkan beberapa saat untuk menenangkan gejolak badai dalam dadanya, sebelum menoleh kembali pada Ji Yi. Pemuda itu tidak menjawab hanya dengan kata "ya" seperti sebelumnya, melainkan dengan pertanyaan: "Bagaimana kabarmu akhir-akhir ini?"
Hanya dengan empat kata itu, dia sudah tahu apa yang akan dia katakan selanjutnya. Ji Yi mendahuluinya dengan menyahut, "Kita jangan saling membohongi."
Bagaimana kabarmu akhir-akhir ini? Kita jangan saling membohongi.
Itu adalah kata-kata yang diucap Ji Yi saat dia bernisiatif untuk meminta maaf terlebih dahulu setelah terjadi kesalahpahaman pertama di antara mereka.
Setelah itu, mereka bersepakat, tak peduli apakah dia yang pergi mencari Ji Yi, ataukah Ji Yi yang pergi mencarinya, salah seorang dari mereka harus terlebih dulu bicara.
Hal itu seperti perjanjian rahasia mereka; selama mereka masih saling bicara, bahkan kesalahpahaman terbesar sekalipun di antara mereka- akan lenyap.
Mereka saling bertatapan. He Jichen tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Ji Yi, dan Ji Yi pun tahu apa yang ada dalam benak He Jichen.
Tidak ada seorangpun di antara mereka yang bersuara. Sementara mereka terus saling bertatapan, sebuah senyuman merekah di bibir gadis itu.
Melihatnya tersenyum, He Jichen pun menekuk bibirnya membentuk sebuah senyuman dan berkata dengan suara pelan, "Halo, sahabat baikku, Ji Yi."
Mendengar hal itu, Ji Yi tersenyum lebar, memperlihatkan giginya. "Halo, sobat karibku, He Jichen."
Matahari mulai meninggi, cahayanya yang terang menyinari wajah mereka, membuat keduanya terlihat begitu cerah dan murni.
Mereka saling tersenyum satu sama lain, tetapi tampak air mata yang menggenang dan membiaskan secercah cahaya pada wajah mereka.
-
Setelah kembali ke hubungan mereka sebelumnya, He Jichen dan Ji Yi lebih sering bertemu berdua dan lebih sering mengobrol di luar urusan kerja.
Sebagai orang luar, Chen Bai dapat menilai bahwa suasana hati He Jichen menjadi lebih baik hari demi hari. Dia bahkan melihat pemuda itu tersenyum tanpa disadari ketika sedang bekerja, atau selama rapat berlangsung.
Dahulu, Chen Bai memimpikan saat di mana bosnya menjadi lebih sensitif akan kebutuhan orang lain, agar hari-harinya bisa menjadi lebih santai. Kini saat hal itu menjadi kenyataan, Chen Bai menyadari bahwa dirinya bukan hanya tidak bisa bersantai, tapi bahkan lebih kelelahan.
Karena He Jichen memanjakan Ji Yi tanpa henti, dia menyuruh Chen Bai menyiapkan sarapan untuk Ji Yi setiap pagi. Menjelang siang, Chen Bai harus menyiapkan hidangan penutup untuknya setelah selesai syuting. Pada pertengahan hari, Chen Bai harus memastikan tidak ada seorangpun yang mengganggu gadis itu selama beristirahat siang. Di sore hari, Chen Bai harus mempersiapkan buah-buahan untuknya, dan di malam hari, Chen Bai masih harus mengusir nyamuk untuk gadis itu selama syuting adegan malam...
Setelah dengan susah payah menyelesaikan segala tugas-tugasnya dalam sehari, dia mengira akhirnya bisa kembali ke hotel untuk beristirahat, tetapi karena Ji Yi menyebutkan bahwa dia lapar, He Jichen memintanya bergegas membeli makan malam.
Yang membuat hatinya hancur adalah ketika He Jichen tahu bahwa Ji Yi tidak punya pembalut ketika haidnya tiba... Pemuda itu merasa kurang pantas jika Chen Bai membeli kebutuhan pribadi untuk Ji Yi, maka ia pergi membelinya sendiri. Akan tetapi, tetap saja dia membangunkan Chen Bai dari tidurnya agar menyetir mobil untuknya.
Hari demi hari, Chen Bai harus menahan kesengsaraan tiada tara.
Serial "Three Thousand Lunatics" akhirnya selesai diproduksi pada pertengahan bulan Juni.
Kebetulan sedang ada Festival Film Shanghai, jadi pesta seusai syuting terakhir mereka adakan di Shanghai Starlight Hotel.
Selain dihadiri oleh para pemain film dan anggota kru penting, ada juga para investor dunia hiburan yang datang memberi dukungan.
Ji Yi naik mobil bersama dengan He Jichen dari Hengdian ke Shanghai. Setelah mereka tiba di Starlight, keduanya menuju lantai atas ke kamar masing-masing untuk berganti pakaian.
Saat Ji Yi turun ke aula di lantai dua, He Jichen sudah terlihat mengenakan setelan jas warna hitam, dengan gelas anggur di tangan. Dia berdiri dengan gagah di tengah keramaian, bersosialisasi dengan orang-orang di sekelilingnya.
Seorang pelayan menyapa Ji Yi, dan sebagai balasannya, gadis itu tersenyum dan mengambil segelas anggur dari nampan yang dibawanya.
Ia mendekatkan gelas ke bibirnya dan hendak minum ketika melihat He Jichen melambai ke arahnya.
Tanpa berpikir panjang, gadis itu langsung menghampiri He Jichen, berjalan dalam sepatu hak tingginya. Akan tetapi ketika hampir mencapainya, Ji Yi melihat seseorang yang tidak ingin ditemuinya...