Kemarahan yang menyesakkan masih tersisa di dadanya. Sebelum amarah itu sepenuhnya menghilang, dia diliputi oleh kekesalan dan keresahan yang teramat sangat.
Berbagai emosi itu tercampur aduk di dalam dirinya, membuat He Jichen merasa tak berdaya. Ia menegangkan bibirnya dan menatap mata Ji Yi beberapa saat lamanya kemudian tiba-tiba melepaskan cengkeramannya pada pergelangan tangan gadis itu. Ia lalu pergi membuka pintu dengan kasar, dan keluar kamar dengan langkah-langkah lebar.
Pintu kamar dibanting dengan keras. Setelah itu, ruangan pun seketika menjadi hening.
Ji Yi bersandar pada tembok dan berdiri terpana di sana untuk beberapa saat lamanya. Ketika pinggangnya mulai terasa sakit, akhirnya dia duduk di tepi ranjang.
Ji Yi tidak yakin berapa lama dia duduk di sana, ia juga tidak tahu apa yang sedang berkecamuk dalam benaknya. Yang dia tahu hanyalah bahwa dia sedang bingung. Ketika mulai merasa tenang, ia berdiri dan hendak pergi ke kamar mandi. Namun baru saja ia berdiri, pandangannya tertuju pada tas di atas meja.
He Jichen membawa tas itu…
Ji Yi berdiri di samping ranjang untuk sesaat sebelum menghampiri tas itu.
Saat membuka tas, ia melihat makan malam yang dibungkus dengan sangat rapi dan mewah.
Di sampingnya juga ada sebuah kantong plastik kecil berisi beberapa kotak obat-obatan. Ada obat pereda bengkak, vitamin, dan salep penghilang bekas luka…
He Jichen, dia… setelah mengantarku kembali ke kamar, lalu marah-marah dan pergi, dia tidak meninggalkan aku begitu saja tanpa memperdulikanku. Dia pergi membelikanku makan malam dan obat-obatan?
Tidak ada toko obat yang berjarak dekat dengan studio film ini, jadi apakah dia mengemudi sampai ke kota terdekat untuk membeli semua ini?
Hati Ji Yi, yang dengan susah payah menjadi tenang, seakan dihantam oleh bebatuan dan diaduk oleh jutaan ombak.
Sebelum kejadian ini, dia tidak terlalu yakin dengan apa yang sebenarnya He Jichen pikirkan tentang dirinya, tetapi kini, setelah melihat semua isi tas itu, sulit untuk tidak mempercayai bahwa … He Jichen, jauh di dalam lubuk hatinya ternyata...ternyata peduli padanya!
-
Kamar Suite 1001 di lantai hotel yang paling atas.
He Jichen menjapit sebatang rokok di sela jarinya seraya berdiri membelakangi Han Zhifan, yang sedang duduk di sofa. Dia berdiri di depan jendela yang menjulang tinggi, menatap ke luar jendela dengan pandangan yang dingin.
Han Zhifan tak henti-hentinya berbicara, tetapi He Jichen tidak terlalu menggubrisnya. Suasana di dalam kamar sangat suram.
Setelah beberapa saat, ada ketukan di pintu kamar. Setelah dipersilahkan masuk oleh Han Zhifan, sekretaris pribadi He Jichen memasuki kamar bersama dengan Cheng Weiwan.
Ketika sang sekretaris berjalan melewati Han Zhifan, dia menyapa Han Zhifan sebelum menghampiri He Jichen dan berkata dengan kepala tertunduk, "Tuan He, Nona Cheng ada di sini. Tolong biarkan dia memeriksa luka di tangan tuan."
He Jichen terlihat seakan tenggelam dalam pikirannya dan terus menatap ke luar jendela tanpa berkedip untuk beberapa saat lamanya, sebelum akhirnya tersadar kembali dan menoleh pada sekretarisnya. Dia menunduk melihat telapak tangannya, yang terbungkus tisu.
Sudah cukup lama, tapi darahnya masih saja menetes.
Dua detik berlalu sebelum akhirnya He Jichen mengalihkan pandangan dan dengan sambil lalu mematikan rokok pada asbak di dekatnya. Ia lalu berbalik menghadap Cheng Weiwan. "Pertama-tama, pergilah dulu ke kamar 2006 dan periksa apakah lukanya sudah tidak berdarah lagi."
Ketika sekretarisnya mendengar hal ini, dia tidak menunggu jawaban dari Cheng Weiwan dan menyahut terlebih dulu, "Tuan He, anda harus merawat luka anda. Pecahan gelasnya masih ada di sana…"
Sebelum sang sekretaris menyelesaikan kalimatnya, He Jichen tiba-tiba berkata dengan suara yang datar, "Sudah kubilang pergilah ke kamar 2006 dulu. Jadi lakukan hal itu dulu."
Dia tidak terdengar terlalu tegas, tetapi itu sudah cukup untuk menghentikan sekretarisnya bicara lebih lanjut.