Ji Yi segera keluar dari lamunannya sembari berkata, sedikit linglung, "Tidak apa-apa..."
"Apakah benar tidak ada apa-apa? Kenapa aku merasa ada yang aneh padamu..." lanjut Tang Huahua dengan raut wajah penuh kekhawatiran.
Ji Yi hanya mendengar bagian awal dari kalimat yang diucapkan oleh Tang Huahua karena pikirannya kembali pada saat lonceng permohonan berdenting selama lima detik...
-
Di luar restoran hot pot.
He Jichen berdiri di luar jendela yang menjulang tinggi dalam tiupan angin dingin. Melalui kaca jendela, dia memperhatikan Ji Yi yang ditarik ke atas tangga oleh Tang Huahua. Setelah gadis pujaan hatinya itu benar-benar menghilang dari pandangan, dia meraih ponselnya yang bergetar. Pemuda itu memeriksa panggilan yang masuk pada ponselnyaꟷdari Han Zhifan, yang meneleponnya beberapa saat yang lalu, dia ingin bertemu untuk membahas urusan bisnis.
He Jichen menerima panggilan itu. Tanpa memberi Han Zhifan kesempatan untuk mengatakan apapun, ia langsung berkata, "Aku segera ke sana." Kemudian menyentuh tombol di layar untuk mengakhiri panggilan.
He Jichen mendongak dan kembali melihat tempat di mana Ji Yi tadi berada. Kemudian matanya beralih pada lonceng permohonan di dekatnya sesaat sebelum mengalihkan pandangan, dan berbalik menuju area parkir.
He Jichen menyalakan mesin mobil dan dengan cekatan mengemudi ke kantor Han Zhifan, di mana pria itu sedang bekerja lembur.
Setelah mengemudi selama sekitar lima belas menit, dia tiba di sebuah perempatan dengan lampu lalu lintas yang menyala merah. He Jichen menginjak rem dan menatap warna merah yang menyala tepat di depannya. Benaknya kembali mengingat bagaimana ia menarik Ji Yi dan menciumnya dalam kegelapan di restoran hot pot selama lima detik hanya beberapa saat yang lalu.
Beberapa saat sebelumnya, Han Zhifan meneleponnya untuk urusan mendadak.
Setelah selesai membayar tagihan, dia pergi ke kasir untuk mengambil nota pembayaran ketika dia mendengar seseorang di dekatnya menyebutkan bahwa lonceng permohonan akan segera dibunyikan di restoran hot pot itu.
Dia telah mendengar tentang legenda lonceng permohonan restoran hot pot itu, tetapi ia tidak pernah mempercayai takhayul. Dia selalu berpikir bahwa itu hanyalah strategi pemasaran restoran, tetapi setelah mendengar bahwa lonceng permohonan akan dibunyikan malam itu, He Jichen tidak dapat menahan diri dan bertanya kepada kasir di meja depan, "Apakah lonceng permohonan itu benar-benar manjur?"
Jika aku mencium orang yang kusukai dengan setulus hati dan menyatakan perasaanku padanya selama lonceng permohonan itu masih berdenting, apakah aku benar-benar bisa bersama dengan orang itu, suatu hari nanti?
Sebelum wanita dari meja kasir itu bisa menjawab, sang pemilik restoran, yang sedang mengatur kartu tarot, mendongak dan tersenyum sambil berkata, "Hal itu hanya manjur bagi mereka yang hatinya tulus."
He Jichen tidak mengatakan apapun, tetapi mengangguk pada sang pemilik restoran dan meninggalkan restoran itu.
Ketika melangkah keluar, langkahnya terhenti dan dia menoleh kembali ke dalam restoran. Dia melihat Ji Yi turun dari lantai dua dan berhenti di depan lonceng permohonan itu.
He Jichen ragu selama beberapa saat, tetapi akhirnya dia kembali ke dalam restoran itu.
Ketika semua orang sedang berkerumun di depan lonceng permohonan, He Jichen menyelinap masuk sehingga tidak ada yang menyadari kehadirannya.
Dia memperhatikan sosok Ji Yi dengan cermat, sehingga ketika lampu dipadamkan, dia bisa yakin bahwa dia berdiri tepat di samping orang yang tepat.
He Jichen ingat apa yang dikatakan oleh sang pemilik restoran, "Hal ini manjur bagi mereka yang hatinya tulus." Dengan sangat serius, dia menggenggam tangan Ji Yi, menarik gadis itu ke dalam dekapannya, dan mengecup bibirnya.
Dia merasa seperti anak sekolahan, dengan sungguh-sungguh mengikuti instruksi di depan lonceng permohonan, langkah demi langkah. Setelah mengecup bibir Ji Yi, dia mendekat ke telinga gadis itu dan berbisik padanya, karena takut jika Ji Yi dapat mengenalinya.
Kata demi kata, layaknya sebuah sumpah, ia mengucapkan apa yang ingin dia katakan ketika masih SMA, saat di mana ia menghujani Ji Yi dengan kasih sayangnya yang tak tergoyahkan.
Sebenarnya, di dalam hati, ada kalimat kedua yang tidak pernah sempat dia ucapkan.
Seluruh kalimatnya seharusnya berbunyi seperti ini: Sebenarnya, aku tidak terlalu buruk. Apakah kau mau mencoba jatuh cinta padaku, dan tidak terlalu membenciku?