Tangan Ji Yi secara refleks terulur dan menyambar bagian belakang kursi pengemudi sebagai penahan. Saat kembali memperoleh keseimbangannya, gadis itu mendongak lagi dan melihat bahwa mobil itu sudah berada di jalan raya.
He Jichen mengemudi dengan sangat cepat. Dari kursi belakang, Ji Yi tidak dapat melihat ekspresi pemuda itu, tetapi ia dapat merasakan betapa tegang suasananya. Bahkan udara di dalam mobil terasa menipis, membuatnya lebih sulit bernapas.
He Jichen tidak mengucapkan sepatah kata pun. Melihatnya dalam keadaan seperti itu, Ji Yi pun tidak berani bersuara.
Keheningan di dalam mobil terasa sangat menakutkan.
Ketika Ji Yi bertanya-tanya di dalam hati kemana He Jichen membawanya pergi, mobil mendadak berhenti.
Karena sama sekali tidak siap, Ji Yi terhempas ke depan, keningnya menghantam bagian belakang kursi.
Rasa sakit yang menyengat itu membuat Ji Yi mengernyit untuk sesaat, dan sebelum ia pulih, pintu mobil sudah dibuka. He Jichen menyambar lengannya dan menariknya keluar dari mobil.
Sebelum Ji Yi mampu berdiri, He Jichen sudah melemparkan kunci mobilnya pada seseorang yang berdiri di dekat mobil. He Jichen lantas berjalan masuk melalui pintu berputar di depannya sambil menyeret Ji Yi.
Serangkaian tindakan He Jichen ini tidak memberinya kesempatan untuk berpikir maupun berbicara. Ji Yi sama sekali tidak tahu di mana dia berada.
Ji Yi menoleh dan hendak memandang sekelilingnya ketika seorang pria berpakaian rapi menghampiri mereka. Pria itu dengan sopan memberi He Jichen kartu kunci. "Tuan He, kamar biasanya..."
Sama seperti ketika mereka keluar dari Yue Yuan, He Jichen tidak menunggu siapa pun untuk selesai bicara dan bergegas melangkah pergi. Ia masuk ke dalam lift bersama Ji Yi.
Ketika He Jichen menggesek kartu itu dan menekan nomor lantai, Ji Yi melirik tulisan di atas lift. Ia menyadari bahwa He Jichen membawanya ke Four Seasons Hotel.
Angka merah pada lift naik satu demi satu hingga mencapai "21". Saat itulah sebuah pertanyaan muncul di benak Ji Yi: Untuk apa He Jichen membawaku ke hotel?
Ji Yi sontak menoleh ke arah pemuda itu.
Sebelum Ji Yi dapat bertanya, pintu lift terbuka dan He Jichen, yang belum mengendurkan cengkeraman tangannya, membawa Ji Yi keluar.
Setelah menelusuri lorong yang dilapisi karpet dan berjalan dengan cepat selama sekitar sepuluh detik, He Jichen mengeluarkan kartu kuncinya. Ia menggesek kartu pada pintu dengan hati-hati, dan terdengar suara "Kacha!". Pemuda itu kemudian mendorong pintu hingga terbuka dan menyeret Ji Yi masuk ke dalam kamar.
Ketika pintu menutup secara otomatis, Ji Yi baru menyadari bahwa ia telah memasuki kamar hotel bersama dengan He Jichen. Dalam ketakutannya, Ji Yi memekik, "He..."
Ji Yi tidak dapat menyelesaikan kalimatnya: "He Jichen, mengapa kau membawaku ke sini?" saat He Jichen mengangkat kakinya dan menendang pintu menuju kamar mandi hingga terbuka.
Kenapa dia membawaku ke kamar mandi?
Kata-kata itu terhenti di mulut Ji Yi dan ia lantas menoleh ke arah He Jichen. Sebelum pandangannya sampai ke wajah pemuda itu, He Jichen telah melempar Ji Yi ke dalam bak mandi.
Dinding bak mandi itu sangat licin, sehingga Ji Yi langsung terjatuh.
Rasa sakit karena tangan dan kakinya menghantam sisi-sisi bak mandi membuat Ji Yi mengernyit. Baru saja ia hendak berdiri, He Jichen memegang shower, menyalakannya ke suhu terdingin, dan mengarahkan airnya hingga sepenuhnya membasahi tubuh Ji Yi.
Rasa dingin yang menusuk tulang membuat Ji Yi gemetaran dan mulai bersin. Ia otomatis mengulurkan tangan untuk melindungi kepalanya dari curahan air shower itu sambil berusaha keluar dari bak mandi.
Ji Yi baru saja berhasil duduk, tetapi sebelum ia dapat berdiri, He Jichen mencengkeram pundak Ji Yi, dan mendorongnya kembali ke dalam bak mandi.