Akan tetapi, Shi Guang tidak punya pilihan selain menerima bahwa itu bukan mimpi buruk—itu adalah kenyataan.
Kenyataan yang dingin dan kejam!
Orang-orang cenderung berkata bahwa waktu seringkali mencuri saat-saat paling indah bagi kita sebelum kita bahkan mengetahuinya. Dan, hal-hal yang tidak diberitahukan oleh waktu seringkali merupakan yang paling kejam dan paling tak kenal ampun pula.
"Ayah, Ibu! Maafkan aku!" Shi Guang menutupi wajahnya dan menangis untuk waktu yang lama seperti anak kecil yang kehilangan arah. Baru ketika matahari terbenam, ia beranjak.
Karena kakinya kebas, ia mengelusnya untuk mencoba menenangkan ketidaknyamanan sembari duduk di depan batu nisan itu selama beberapa saat sebelum akhirnya memulai perjalanannya menuruni gunung tersebut. Setelah berjalan cukup jauh, ia akhirnya menaiki taksi.
Akan tetapi, ia tetap tidak menuju ke rumah, namun ke halte bus.