Detik dan menit berlalu… Meski Lu Yanchen bersikeras ingin belajar, Shi Guang tidak muncul. Hati Lu Yanchen dipenuhi gelombang kepahitan lagi dan lagi.
Ia duduk di kursi pantainya dengan bingung sementara matanya yang dalam dan gelap tanpa emosi.
Sudah sepantasnya Shi Guang meninggalkannya sendirian dan pergi bersama pria itu. Lagipula, Lu Yanchen bukan kekasihnya sekarang. Kenapa ia merasa pahit? Meski ia ingin mengatakan bahwa ia tak peduli, kepahitan itu hanya terasa semakin tebal di dalam hatinya.
Kepahitan itu begitu tebal hingga menggumpal menjadi rasa masam.
Dari lubuk hatinya, ada pisau yang mengiris dagingnya satu per satu, membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Hatinya terasa sangat sesak, seakan ia akan mengalami sesak napas.
Bahkan meskipun ia tahu tak akan ada yang datang, Lu Yanchen tetap berada di sana dan pikirannya berubah buram seperti gua es yang membeku.
Tiba-tiba, sebuah suara terdengar dari arah pintu.