Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Raison D'etre

🇮🇩PyxisNautica
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.7k
Views
Synopsis
Diciptakan tanpa emosi. AV1.0.12579 Putus harapan akan sebuah penciptaan yang memang tak akan pernah mampu menyaingi penciptaan Tuhan barang seujung kuku. "Pyx. Dunia ... Dunia Pyx aneh." Begitu diciptakan tak ada kenaikan signifikan akan keinginan yang mendalam. Emotionless. "Kau tak seharusnya diciptakan!" Mendengar kata pedih pun hanya bisa memiringkan kepala. Ia menggeleng. "Sistem AV1.0.12579 sudah dirancang untuk satu misi. Tidak bisa diboot ulang. Tidak bisa dihancurkan. Sistem bergerak sesuai prosedur. Coût que coûte." "Kalau begitu jangan bergerak!" "Tidak bisa. Manusia itu ... Harus bisa peduli pada Pyx... Con Amore."

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - P 1.0.12579

Hari pertama, 12 Januari

Kursi panjang pinggir taman di bawah pohon maple yang daunnya sudah menguning, tampak dua sosok yang tengah memandang lurus ke depan. Si Pria dengan netra hitam pekatnya tengah membicarakan perihal nama. "Jadi, namamu siapa?" katanya dengan intonasi terbilang datar dan tenang. Si Anak di sebelahnya, kisaran 8 tahun memiringkan kepala, berpikir akan jawaban. "AV1.0.12579 ... Motherboard tipe—" Si Pria menggeleng. "Itu bukan nama!" Cukup lama terdiam hingga gadis bermanik biru laut itu kembali membuka mulut. "Prosesor I—"

"Bukan!"

Anak itu terdiam dengan raut wajah yang kaku, dingin, bergeming, sangat tidak wajar. "Kata tidak ditemukan. AV1.0.12579 menolak perintah untuk mengurangi penggunaan data berlebih." Si Pria menghela napas, ia mengusap wajah putih pucatnya dengan kasar, hingga keduanya terdiam lagi. Sehelai daun maple jatuh, tepat di hadapan Si Gadis Kecil yang terdiam membisu. Sensor-nya berjalan baik sekarang hingga ia bergumam, "Ancaman terdeteksi. Musnahkan!" Mendengar hal itu, menyentak lamunan Si Pria hingga sebuah laser tak terbendung lagi daya hangusnya. "Ja—"

'Terlambat.' Batinnya dan ketika mendapati wajah gadis itu yang sumringah akibat melenyapkan daun maple membuatnya menggeleng prihatin. "Bahaya hilang. Kita aman. Haha," gelaknya dengan tawa yang begitu mengerikan. Bagaimana reaksi orang-orang sekitarnya. Tentu ada seorang anak yang berteriak. "Alien!" dan seketika saja langsung dibekap oleh Ibunya. Si Pria yang mendengarnya langsung berdiri, membungkuk hormat dan secepat mungkin berlari.

[Finding Name : Mission Failed]

Hari Kedua, 13 Januari

Panas terik membakar kulit memang menjadi tanda bahwa kini musim panas melanda, tak banyak yang bisa dilakukan, pengecualian bagi Si Pria yang sehari lalu harus menjelaskan susah payah apa arti sebuah nama. Hari ini, masih bersama dengan Anak yang mengaku namanya AV1.0.12579—nomor seri—Keduanya tengah berdiri di hadapan penjual balon keliling. "Balon ini melayang karena gas helium." Si Anak mengangguk dan menggenggam balon itu kuat.

"Analisis Objek," gumamnya, dalam layar tangkapan matanya dapat dilihat beberapa rincian yang belum pernah dipikirkan manusia normal, apalagi oleh si penjual balon sendiri. "Diameter 27 cm, daya angkat 4,8 gram." Si gadis mengedarkan pandang, mencari objek lain ... ia menangkap seorang anak kecil kisaran umur 3 tahun. "12 kg," matanya kembali beralih pandang, menganalisis jumlah balon yang ada di hadapannya. "2500 balon bisa—"

"Eits! Jangan bilang mau menerbangkan anak orang." AV1.0.12579 terdiam, ia ingin membuka mulut namun rupa-rupanya, tangannya sudah dicekal akibat ingin memutus tali balon yang terikat. "Kita lihat balon udara saja," Si Gadis hanya bisa mengangguk, dan mengikuti arah jalan Si Pria.

"Sampai jumpa, Prof. Rou! Pyx!" Rouctea Leion—itulah lengkapnya nama Pria yang bersama AV1.0.12579—kini keduanya tengah berada di udara, terbang bersama balon. "Diameter 2,5 m. Daya angkat 75 kg." Gadis itu terdiam. "Terbang~"

[Flying with ballons : Completed]

Hari ketiga, 14 Januari

Keduanya tengah berjalan di tengah terowongan temaram yang berada di selatan kota. Terowongan bawah tanah lama terdapat beberapa gerbong kereta yang masih aktif membelah kota lewat jalur bebas macet. Rou beberapa kali masih mengingatkan bahwa nama gadis itu adalah 'Pyx'. Sayang saja, ia tak mau menerima nama itu dan hanya pura-pura tidak mendengar. "Sebagai manusia, jika jalan gelap ... harus hati-hati, lihat apa yang ada di hadapanmu, jangan lihat ke bela—" tepat ketika Rou hendak menyudahi ucapannya, AV1.0.12579 dengan sengaja berbalik badan dan mengamati jalan di belakangnya? Tidak, dia menghadap depan hanya saja berjalan mundur dan terkesan berlainan arah dengan Rou.

Pria itu hanya bisa menghela napas, menggenggam kedua pundak Pyx dan dengan lembut memutar arah badan gadis itu agar kembali berjalan normal. "Izin menggunakan senter mata?" Rou terkejut mendengarnya, ia dengan segera menggeleng. "Tidak. Bersikap yang normal." Gadis itu hanya mengangguk patuh sebagai jawaban. Berselang beberapa waktu, dari pandangan mata keduanya terlihat seorang Ayah dan Anak Lelakinya tengah sibuk mondar-mandir. Mereka seolah mencari sesuatu di antara dua sisi gelap dan terang terowongan. "Mohon maaf, ada yang bisa saya bantu?" Rou yang bicara, sedangkan Pyx tampak memerhatikan wajah anak laki-laki yang hendak menangis itu.

"Ah iya, Anak saya kehilangan gantungan kuncinya. Saya rasa jatuh di sekitar sini."

Rou mengangguk mengerti. "Saya akan bantu mencarinya."

"Terima kasih!"

Tak berselang beberapa detik lamanya, Pyx sudah melenggang pergi lebih dahulu ... ia mencarinya dengan normal. Hingga tanpa diduga, terowongan temaram itu berubah gelap gulita. Beberapa orang yang berada di lingkup ruang sama berteriak dengan spontan. "Pyx di mana? Bisa ikuti suaraku?" Rou berteriak. Nyatanya, Pyx bisa dengan jelas mendengarnya, namun ia urungkan untuk langsung mendatangi Rou.

Gadis itu merangkak untuk meraih gantungan kunci yang berada di bawah kolong salah satu mesin minuman, mungkin jatuh dan sempat tertendang. Jemari dingin mungilnya menggapai susah payah hingga akhirnya berhasil didapatkan, gadis itu berdiri, melihat sekitar, tampak terang baginya hingga ia berjalan menuju sumber suara yang kembali memanggilnya.

"Prof. Rou ... AV1.0.12579 berhasil!" teriaknya seolah meminta atensi semua orang, hingga baru saja Rou hendak bernapas lega, ia lagi-lagi dikejutkan dengan tingkah robot buatannya itu. "Ha-Hantu!" teriak anak laki-laki yang kehilangan kuncinya—pucat pasi, ia nyaris pingsan dan ayahnya pun tak beda jauh. "Pyx, matikan sentermu!"

—Gelap—

[Becoming Normal : Totally Failed]

15 Januari

"Besok kau ke kota sendiri, Pyx!" beritahu pria bernetra hitam pekat senada dengan rambutnya—Prof. Rou tengah terbaring sakit, demam tinggi ... sebab hujan malam kemarin, ketika pulang setelah menyusuri terowongan yang kembali temaram setelah setengah jam lamanya, atau sebab lain—tingkah laku robotnya yang selalu saja bertingkah tak wajar.

"Tujuan?" mendengar pertanyaan seperti itu, Rou menghela napas. "Membeli gulali di dekat stasiun kereta."

"Tugas diterima!" spontannya dengan bunyi denting sekali. "Bersikaplah normal." Saran Rou setelah memejamkan matanya yang terasa panas. "Lihat kondisi dan sistem yang berfungsi, Prof. Rou." Balasnya yang kontan saja pria yang semula ingin tidur nyenyak itu dibuat kembali nyalang matanya.

"Keras kepala."

"Benar Prof. Rou, material yang digunakan untuk membentuk kerangka kepala berbahan da—"

"Sudah, sudah! Isilah dayamu dan jangan banyak bicara lagi. Mengerti?"

"Dimengerti!"

AV1.0.12579 itu kembali ke kapsulnya, memasang beberapa kabel penghubung guna pengisian daya, Rou yang melihatnya hanya bisa menghela napas berat. "Kapan kau bisa paham, Pyx?" lirihnya dan sesegara mungkin mematikan sistem robotnya untuk malam ini.

[SHUTDOWN]