Kenapa aku malah ikut-ikutan Nia sih? Akukan gak pernah punya teman waktu smp. Ya tuhan, Nia, kau menjebakku ditempat yang tidak seharusnya aku datangi. Batin Iriz memperhatikan sekeliling ruangan yang ada di dalam cafe yang tak jauh dari kantornya.
Orang-orang yang berlalu lalang diruangan tersebut memandang Iriz dengan menghina membuatnya menghela napas.
"Halo semuanya..." Sapa Seorang gadis yang baru muncul dan semua orang yang ada di ruangan tersebut mengerubunginya layaknya semut mencari gula.
"Tania... Kenapa lama sekali?" Tanya teman-temannya.
"Maaf teman-teman, tadi macet parah..." jawab gadis yang dipanggil Tania.
"Acaranya udah dimulai baru kau muncul." tegur temannya yang lain.
Tiba-tiba Tania teringat dengan sahabat karibnya. "Ada yang lihat Riza?"
Teman-temannya mendengus kesal sekaligus marah. "Kamu selalu saja begitu, pasti Iriz yang kamu cari duluan."
"Maaf, teman-teman, habisnya aku udah lama gak pernah melihatnya." Kata Tania menundukkan kepalanya, Ia benar-benar merindukan sahabat baiknya.
"Udah udah jangan begitu, tuh orangnya dipojokan, seperti biasa." Kata Eva yang tau seperti apa hubungan Tania dan Iriz. Lalu mengatakan pada teman-temannya yang lain untuk kembali ketempatnya masing-masing.
Sedangkan Tania mencari gadis yang ditunjuk Eva dan tersenyum sumringah melihatnya. Lalu mendekatinya sambil memeluknya. Tersenyum haru.
"Sepertinya kau senang sekali?" Tanya Iriz angkat alis melihat tingkah sahabatnya.
"Aku senang melihatmu lagi, Za! Kau menghindariku selama tiga tahun, gak pernah sekalipun kau membalas pesan dan mengangkat teleponku." jawab Tania mengamatinya.
"Aku sibuk mengejar kuliah dan kerja part time-ku, aku gak punya waktu untuk berleha-leha. Kau tau kan aku gak punya keluarga lain selain diriku sendiri." Kata Iriz tersenyum miris bila ingat orangtuanya sudah meninggal karena kecelakaan dan mobil yang menabraknya malah kabur.
"Maaf, Za." Kata Tania mengelus-elus punggung tangannya untuk menenangkannya.
"Itu sudah lama berlalu dan aku gak mau mengingatnya lagi." sahut Iriz tersenyum kecil.
"Ehh, Za, aku punya kabar gembira!" seru Tania mengingat sesuatu.
"Apa itu?" Tanya Iriz ingin tau dan tidak ingin mengingat apa yang terjadi dengan masa lalunya.
"Aku udah tunangan, Za." jawab Nia tersenyum bahagia.
"Benarkah? Selamat, Nia, aku senang sekali mendengar kabar ini!" Kata Iriz tersenyum, ikut bahagia mendengar kabar tersebut.
"Kamu gak nanya aku tunangan dengan siapa?" Tanya Nia lagi, kecewa.
"Harus ya? Nanti kan kamu bisa ngenalin aku sama tunangan kamu, Nia. Gak usah buru-buru." jawab Iriz menenangkan.
"Well, kuharap kedatanganku tidak mengganggu pertemuan kalian, Nia." Kata seorang laki-laki yang tiba-tiba muncul dibelakang Iriz.
Yang dipanggil menatap kedepan dan matanya melebar melihatnya. "Kak Aldo nyusul juga? Katanya gak tertarik."
"Nama temanmu itu sangat familiar ditelingaku dan aku harus memastikan sesuatu, karena itu aku ngikutin kamu, Nia!" jawab Aldo.
"Iriz Marcel?" gumam Tania mengerutkan kening juga Iriz, sama-sama heran.
"Ya, dia adik sepupuku. Kami sangat dekat waktu kecil. Mungkin sekarang dia gak ingat aku lagi karena kami berpisah waktu Iriz berumur tujuh tahun. Ketika orangtuanya meninggal aku berusaha mencarinya tapi dia malah menghilang tanpa jejak. Aku sama sekali tidak bisa menemukannya." Kekasih Aldo.
Iriz menoleh kebelakang dan melihat seorang laki-laki yang tampan. "Tapi maafkan saya, anda salah orang, saya gak kenal anda sama sekali!" sahutnya setelah mengamatinya.
Aldo beralih menatap Iriz dan matanya melebar mengenal wajah yang mirip dengan gadis kecilnya.
"Kau Iry-kan?" Tanya Aldo pangling Dan tidak percaya akan melihatnya lagi. Lalu dipeluknya Iriz.
Iriz terkejut mendengar lelaki itu tau nama panggilan kecilnya. Sedangkan Tania memperhatikan keduanya tanpa menginterupsi kegiatan keduanya.
"Nia, bantu aku lepas darinya. Aku gak kenal dia!" seru Iriz berusaha melepaskan pelukan laki-laki yang mengaku sebagai kakak sepupunya.
"Kamu gak percaya sama Kak Aldo, Iry?" tegur Aldo melepaskan pelukannya lalu menghubungi seseorang. "Mom, tebak siapa yang bersamaku sekarang?"
"Tata?" jawab diseberang ragu.
"Salah, Iry, Mom!!" seru Aldo senang. Iriz menatap Tania. Yang ditatap malah menggelengkan kepalanya.
"Benarkah? Udah ketemu? Mana, mana anaknya, Mom mau lihat!" Seru Mom tidak percaya.
"Saya vicall Ya, Mom!"
"Mom tunggu, Do!!"
Aldo mengaktifkan video call-nya yang memperlihatkan wanita paruh baya yang masih terlihat cantik diusianya yang sudah memasuki kepala lima.
"Do, Iry-nya mana? Mommy udah bosan lihat kamu! Awas kalo PHPin mommy.." Ancam Mommy ketus.
Aldo mendekati Iriz dan Tania. Iriz mengerjapkan matanya tidak percaya melihat wajah yang sangat mirip dengan mamanya.
"Mama..." panggilnya tanpa sadar.
"Ini mommy, Ry, mommy." Ralat mommy tersenyum, tidak percaya melihat siapa yang bersama anaknya.
"Mommy dan Mamamu adalah saudara kembar identik. Mommy ikut Daddy ke America dan melupakan Mama hingga kabar kematian orangtuamu membuat mommy terguncang dan kami berusaha mencari keberadaanmu selama tiga tahun. Tapi sayangnya kau menghilang begitu saja." Kata Aldo menjelaskan.
"Do, bawa dia pulang kerumah, sekarang!" perintah Mommy menutup telpon membuat Iriz dan Tania saling pandang.
Aldo menghela napas panjang ketika melihat Iriz ketakutan. Tania melirik tunangannya dan menarik tangan Iriz menuju ke tempat parkir.
"Za, gak ada salahnya ikut Kak Aldo kan? Siapa tau mereka benar-benar anggota keluargamu. Ya, aku akan ikut kamu kok." Kata Tania membujuk Iriz pelan.
"Trus the killer-nya gimana, Nia?" Tanya Iriz ragu.
Tania mengerjapkan matanya bengong. Juga Aldo.
"Kamu masih ingat nonton disaat seperti ini?" Tanya Tania ketus. Aldo akhirnya tersenyum, ngerti maksudnya.
"Hah? Nonton? Siapa yang mau nonton?" sahut Iriz panic. "Maksudku gimana dengan bosku, Nia." sambungnya menjelaskan.
"Dia tau kamu menamainya seperti itu? Benar-benar tidak berubah." sahut Aldo.
"Dodol gak ada urusan sama aku." timpal Iriz manyun.
Aldo menatapnya tajam, kesal mendengar panggilannya. "Benar-benar gak berubah sama sekali." balasnya.
Tania yang menahan tawanya dari tadi mendengar nama panggilan tunangannya akhirnya meledak.
"Ayo, Za, ikut aku aja, kamu ..."
"Trus killer-ku gimana?" potong Iriz panic.
"Siapa yang kamu maksud killer, Za?" Tania balik bertanya tanpa tau maksudnya.
"Bos-ku, Nia, bos-ku, Dia nyuruh aku balik lagi ke kantornya." jawab Iriz.
"Kamu kerja dihari libur juga?" Tanya Tania dan Aldo bersamaan, kaget.
"Kerjaanku banyakan terbengkalai gara-gara dia sendiri, Aku.."
"Ngundurin diri aja kalo gitu, Ry! Kakak gak mau kamu dimesumin orang gak dikenal." potong Aldo Tiba-tiba. Yang diangguki Tania, setuju.
"Gak bisa gitu juga dong, kak, gak sopan." tegur Iriz tidak setuju.
"Kalo gitu ngomong sendiri sama mommy." balas Aldo membuat Iriz terdiam.
Aldo mengganggukkan kepalanya sama Tania dan Tania langsung membawanya masuk ke mobilnya yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Za, pasang sabuk pengamannya, Kita brangkat sekarang." tegur Tania mengemudikan mobilnya meninggalkan area cafe tersebut menuju rumah tunangannya.
Iriz tidak punya pilihan lain kecuali mengikuti kemauan Tania. Selama dalam perjalanan Iriz hanya diam, Ia bingung apa yang harus dilakukannya. Tania tersenyum melihat tingkahnya.
"Tenang aja, Za, mommy gak jahat kok, beliau orang yang baik. Juga Dad! Aku akan menemanimu nanti." Bujuk Tania menenangkan. Iriz menggangguk setuju.
@@@@@
Selasa, 22 January 2019