Teringat akan waktu itu, Zheng Yan masih merasa sedih.
Mungkin itu rasa pilu ketika seseorang yang kesepian kehilangan harapannya yang terakhir akan kehangatan.
Zheng Yan mengerjap dan menepiskan ingatannya tersebut. Ia menggelengkan kepalanya menjawab Mo Yongheng.
"Sia-sia saja. Kalau memukulinya ada gunanya, sudah sejak dulu aku membuatnya cacat."
"…."
Kali ini, Mo Yongheng tertegun.
Pria itu mengangkat alisnya terkejut.
"Hei, apa maksud tatapanmu ini? Aku melemparkan tas tanganku ke arahnya, kau tidak lihat?" berbicara tentang ini, Zheng Yan menoleh dan melihat kalau tasnya masih berada di lantai.
Tas berwarna putih tersebut menjadi kotor, mungkin sudah rusak.
"Itu, bangkainya masih ada di sana. Kalau Zheng Hao masih berani mencari gara-gara denganku, aku mungkin akan berganti menggunakan tas dari logam. Aku akan menghancurkan kepalanya dengan tas itu!"
"…."