Chereads / Jika Lautan Dalam Melupakanmu / Chapter 24 - Belilah Apa Pun yang Ingin Kamu Beli

Chapter 24 - Belilah Apa Pun yang Ingin Kamu Beli

Ketika Mo Han berbaring, dia melirik ke bawah tempat tidurnya. Xia Qing Yi tidur nyenyak di atas permadani sambil mencengkeram selimutnya, dengan ekspresi kebahagiaan semata di wajahnya. Mo Han tidak bisa mengerti apa yang nyaman dengan permadani di kamarnya ini sehingga gadis itu bersikeras tidur di sini.

Tetapi satu hal yang harus diakuinya adalah Xia Qing Yi sangat tenang saat tidur. Awalnya Mo Han berpikir karena dia adalah tipe orang yang biasanya tidur-tidur ayam, dia tidak akan bisa tidur malam ini. Meskipun Xia Qing Yi tidur tanpa bersuara!

Gadis itu begitu tenang, bahkan napasnya nyaris tak terdengar.

Dalam suasana yang sangat tenang ini, Mo Han tertidur lelap. Pagi hari, dia terbangun karena suara alarmnya untuk pertama kalinya dalam sejarah hidupnya! Sebelumnya, secara alami ia akan terbangun setengah jam sebelum waktu yang ditentukan oleh jam alarm.

Mo Han mematikan jam alarmnya dan duduk tegak. Dia bisa melihat Xia Qing Yi tidur nyenyak di lantai. Rambutnya agak kusut masai dan masih mengenakan pakaian yang diberikannya kemarin. Gadis itu mencengkeram erat permadani dengan satu tangan sambil memeluk sandal milik Mo Han yang ada di bawah tempat tidur dengan tangan yang lain!

Mo Han membelalakkan matanya dan kemudian menyenggol Xia Qing Yi pelan dengan kakinya. "Waktunya bangun!"

Gadis itu mengerutkan alisnya dan berbalik, masih memegang sandal miliknya, sepertinya tidak memperhatikan apa yang sedang terjadi.

"Bangun dan berikan sandal itu padaku." Suara Mo Han kali ini lebih keras.

Xia Qing Yi baru saja bangun dari tidurnya. Dia menatap Mo Han yang sedang mengernyitkan dahi sambil menggosok matanya, masih tidak yakin tentang apa yang terjadi.

Mo Han merenggut sandal itu dari Xia Qing Yi seolah-olah tidak ada yang terjadi, dan berjalan menuju kamar mandi. "Bangun. Hari ini akan kuantar kamu ke rumah sakit untuk memeriksakan diri dan mengganti perbanmu."

Xia Qing Yi bangkit, mengacak-acak rambutnya dan tampak setengah tertidur sebelum kembali ke kamarnya dengan membawa selimut.

Tidak lama kemudian, saat Mo Han masih menyikat giginya, Xia Qing Yi mengamati kamarnya sendiri dan melihat betapa kosongnya kamar itu. Dia masih mengenakan pakaian yang telah diberikan Mo Han padanya. Dia berlari ke kamar mandi dan mengetuk pintu, "Aku tidak bawa baju ganti. Apa yang harus kulakukan? Aku juga tidak punya perlengkapan mandi pribadi."

Saat itulah Mo Han ingat, sejak Xia Qing Yi terbangun di rumah sakit, gadis itu telah mengenakan kemeja katun kebesaran yang telah dia berikan padanya. Gadis itu tidak punya pakaian sendiri.

"Sebelum pergi ke rumah sakit, akan kubelikan beberapa untukmu. Kenakan saja pakaian yang sudah kuberikan padamu sebelumnya. Aku akan memberimu kartu. Pergi saja ke supermarket untuk membeli semua kebutuhan sehari-harimu sendiri setelah kita kembali."

Xia Qing Yi berlalu tanpa banyak bicara, lalu membasuh wajahnya seadanya. Dia tidak melakukan hal lain setelah menyisir rambutnya sehingga cuma duduk di sofa luar dan menunggu Mo Han keluar.

Mo Han mengenakan setelan jas rapi dengan dasi biru. Dia memiliki ekspresi sedingin batu seperti yang dimiliki semua pengacara. Sambil memegang tas kantor, pria itu berjalan menuruni tangga dengan langkah panjang.

"Ayo pergi." Mo Han memanggilnya ketika turun.

Xia Qing Yi mengikutinya ke dalam mobil, dan sambil menyalakan mesin, Mo Han berkata, "Aku tidak tahu apa-apa tentang membeli pakaian. Aku akan mengantarmu di pintu masuk pusat perbelanjaan dan memberimu kartu. Kamu dapat membeli apa pun yang kamu butuhkan, dan setelah selesai berbelanja, hubungi aku."

Setelah mengingat sesuatu sekali lagi, Mo Han melanjutkan, "Oh, tunggu sebentar, kamu tidak punya ponsel, kan?"

"Tidak."

"Kalau begitu aku juga akan membelikanmu ponsel. Akan jauh lebih nyaman kalau begitu."

"Kapan aku pergi ke sekolah?"

"Tidak, sampai lukamu sedikit membaik. Aku akan mengizinkanmu melapor ke sekolah begitu dokter memberikan persetujuannya."

"Apakah sekolahnya jauh dari rumah?"

Bagi Mo Han, kata 'rumah' adalah sesuatu yang sangat asing baginya. Dalam benaknya, sudah lama sejak kata itu muncul. Di dunianya hanya ada lokasi, sedangkan rumah—tidak ada konsep rumah.

"Tidak jauh. Ada asrama di kampus. Jika kamu tidak ingin tinggal di sana, kamu bisa kembali dan tinggal di sini."