Ling Mo Han sama sekali tidak menghiraukan si pengemis yang ada di belakangnya, dan dia hanya melebarkan langkah kakinya sambil terus berjalan. Dia sedang berpikir kalau si pengemis kecil itu mungkin tuan muda dari keluarga kaya, yang diam-diam kabur dari rumah untuk bersenang-senang.
Sejak awal ketika si pengemis kecil memeluk erat di kakinya, dia tidak merasakan kerendahan hati dari pengemis itu. Dia juga memiliki kedua mata yang tajam, dan tidak seperti yang dimiliki oleh pengemis pada umumnya. Setelah mendengar keinginan si pengemis untuk pergi ke Hutan Sembilan Jebakan, dia lebih yakin kalau anak muda itu ingin kesana hanya demi bersenang-senang.
Kalau anak muda itu tidak takut dengan kematian, dan masih mengikutinya menuju Hutan Sembilan Jebakan. Dia tidak akan bertanggung jawab jika sesuatu yang buruk terjadi pada si pengemis itu.
Melihat paman di depannya tidak menghiraukannya, Feng Jiu pun tidak mengatakan apapun, dia hanya mengikutinya, sambil berlari beberapa langkah di belakangnya. Tapi, kalau melihat lebih dekat lagi, mereka akan melihat kalau langkah kakinya sedikit aneh, karena kecepatannya saat bergerak tidak lebih lambat dari Ling Mo Han.
Keduanya berjalan dengan si pengemis berada di belakang. Ling Mo Han di depan tidak berhenti sama sekali untuk beristirahat, begitu juga dengan Feng Jiu. Karena waktu akan habis, dia harus segera pergi ke Hutan Sembilan Jebakan dan mencari obat untuk menghilangkan racun di dalam tubuhnya, atau hidupnya akan benar-benar berhenti di dunia begitu saja.
Namun, tubuh ini dulunya milik seorang nona muda dari keluarga kaya. Setelah berlari sehari semalam tanpa makan dan minum, badannya sudah tidak kuat lagi. Kedua kakinya terasa sakit dan berat, langkahnya pun menjadi lambat, dan sosok Ling Mo Han di depan semakin menjauh darinya.
Namun, dia masih sanggup sampai di tepi Hutan Sembilan Jebakan saat fajar menyingsing keesokan harinya, dan dia tidak menemukan tanda keberadaan paman itu.
"Huff! Aku lelah sekali!" Dia pun terjatuh ke tanah, terengah-engah. Keringatnya mengalir seperti sungai, dan dia juga kelaparan. Dia merasa sedikit pusing dan agak mual.
Sejak kemarin hingga sekarang, yang dia makan hanyalah apel yang dia curi dari kios buah, dan telah dicerna tanpa sisa. Perutnya terasa kosong, dan dia menginginkan paha ayam untuk dimakan saat itu juga. Dia beristirahat sebentar untuk mengatur nafasnya, dan setelah mengelap keringatnya, dia berdiri lalu menatap ke arah Hutan Sembilan Jebakan di hadapannya, senyuman penuh rasa was-was pun terlihat di wajahnya.
"Hehe! Sepertinya aku bisa menangkap daging liar di Hutan Sembilan Jebakan..." Hanya memikirkanya saja membuat dia menelan ludah. Dia pun segera melangkahkan kaki untuk memasuki hutan itu.
Pepohonan yang lebat dan tumbuhan yang berlimpah. Cahaya matahari yang menyinari atas kepalanya sedikit tertutupi dan bau lembab tanah serta aroma rerumputan yang tertiup oleh angin mulai tercium.
Feng Jiu memegang tangkai yang dia patahkan dari pohon, dan mengayunkannya ke kiri dan kanan sambil berjalan. Dengan melakukan hal itu, di satu sisi dia bisa menyingkirkan rumput liar di jalannya, dan di sisi lain, dia mengusir ular berbisa yang bersembunyi di balik rerumputan.
Perjalanannya melambat, karena kedua matanya mencari jenis tanaman obat yang tertutupi oleh rumput liar.
Dia telah mempelajari racun yang ada di tubuhnya, dan itu mungkin akan sulit untuk di hilangkan, tapi bagi orang seperti dia yang sangat mahir dalam bidang pengobatan dan semua jenis racun, hal itu terbilang mudah. Tentu saja, dengan catatan dia bisa menemukan tanaman obat yang dia butuhkan, atau bahkan jika dia seorang Dewi Pengobatan sekalipun, dia tidak akan bisa menghentikan racun di tubuhnya tanpa tanaman itu.
Mungkin karena dia masih berada di tepi luar. Walaupun dia berhasil menemukan beberapa jenis tanaman obat, mereka semua hanyalah jenis yang umum. Dan daging hewan liar yang membuatnya meneteskan air liur, hampir mustahil menemukannya. Bahkan setelah berjalan lebih dari satu jam, dia tidak melihat ada tanda-tanda hewan hidup yang bisa dimakan, yang ada hanyalah kadal-kadal yang bersandar di ranting pohon.
Dia benar-benar kelaparan sampai membuatnya merasa lemas. Dia melihat beberapa tanaman Creeping Woodsorrel yang bisa dimakan yang tumbuh di antara rerumputan liar dan dia mengambil sebagian besar dari tanaman itu lalu mengunyahnya sembari berjalan. Meskipun batang dari tanaman obat itu terasa asam, bunganya tercium sedikit harum. Mungkin itu tidak cukup banyak, tapi setidaknya bisa mengganjal perutnya yang kosong.
"Hei? Ternyata aku bisa menemukan Tree Root Berries disini?" Dia berlari dengan terkejut ketika dia melihat tanaman obat yang tumbuh di kaki pohon, dan itu adalah salah satu tanaman yang dia cari selama perjalanan ini sebagai obat penawar racunnya.