Happy Reading...
***
Dress merah maroon itu membuat si empu yang memakainya tak nyaman. Beberapa kali bagian bahu juga dadanya ia tarik-tarik untuk ditutup. Tangannya dicengkram kuat, tak boleh pergi kemana-mana.
"Saya tidak mau dirugikan lagi!"
"Saya jamin, dengan penjagaan ketat anak ini tak akan mengecewakan."
Cika-tantenya itu menyeringai. Mucikari itu mengangguk mencoba mempercayai. Ia sebenarnya sudah muak dengan Natasha juga Cika. Namun ternyata pesona juga kabar seorang 'Karina' yang masih gadis juga susah didapatkan menjadi daya tarik sendiri. Rasa penasaran para hidung belang membuat mau tak mau Mucikari itu menerimanya. Natasha masih dikenal dengan nama Karina, makeup tebal membuat wajahnya tertutupi sempurna, tidak ada yang menyadari kalau itu Natasha, kecuali Arsen yang pada waktu itu ternyata mengenalinya.
Demi apapun, Natasha gelisah saat ini. Ia berdoa, siapapun ia mohon menolongnya.
Suara gesekan sepatu dengan lantai begitu terdengar. Saat ini Natasha sedang berada di ruangan VVIP Club ini. Ia yakin tuan muda yang dibicarakan tante juga mucikarinya itu sedang berjalan menujunya. Tanda penghormatan para penjaga itu menandakan penyambutan tuan muda.
Topi hitam, dengan wajah ditutup masker hitam itu membuat sang tuan muda misterius.
Semuanya meninggalkan tempat itu. Ruangan VVIP itu berubah gelap, kaca transparan menjadi hitam menutupi penglihatan, dan menjadikan privasi.
Natasha susah payah meneguk salivanya. Ia ingin menangis sekarang.
"Natasha..."
Natasha mendongak, kenapa orang ini tahu namanya?
Topi hitam juga masker hitam itu dibukanya, memperlihatkan wajah siapa dibaliknya.
"Aryo?"
Aryo tersenyum, ia mengangguk.
"Lo..." ucapan Natasha menggantung. Ia tak berani meneruskan ucapannya.
"Tuan Reza, ingin menemui kamu. Saya tak bisa bicara juga bertemu bebas dengan kamu diluaran. Arsen pasti mengetahuinya."
"Om Reza, ada urusan apa?"
"Saya tidak bisa bicara panjang lebar. Tuan Reza yang akan menjelaskannya."
Natasha mengangguk.
"Kamu bisa tidur di kamar, saya harus terus bersama Arsen. Diluar sana ada penjaga, besok pagi kamu akan diantarkan mereka menemui Tuan Reza."
Natasha mengangguk. "Makasih ya, Yo."
Aryo mengangguk, lalu mengambil topi juga maskernya, pergi meninggalkan Natasha. Setelah kepergian Aryo, Natasha menghela napas lega. Ia benar-benar bersyukur, malam ini tidak terjadi apapun. Setidaknya dia bisa tidur nyenyak malam ini. Terhindar dari suara sopran milik tantenya itu.
***
"Arsen marah kepada Om," Reza membuang napasnya kasar. Entah dimulai dari mana untuk menceritakan pada Natasha.
Pagi-pagi sekali Natasha terbangun. Penjaga yang berjaga diluar ruang VVIP itu mengetuk, memberitahu Natasha kalau Tuannya-Reza sudah menunggunya. Jendela-jendela besar yang memperlihatkan gedung-gedung tinggi diluar sana menjadi view utama ketika duduk di sofa biru tua itu. Ini ruang kantor milik Reza.
"Ini memang salah Om, tidak memberitahu lebih awal pada Arsen."
Natasha bergeming. Dia tidak mengerti arah pembicaraan Om Reza ini. Beberapa menit yang lalu saat sampai dan menuju ruangan ini sempat hening, dan Reza bingung untuk memulai.
"Ah sudah lupakan, nanti kamu akan mengerti sendiri. Om mau memberi surat kontrak untuk kamu."
Bibir Natasha kaku, lidahnya kelu. Ia bingung dengan apa yang dilakukan Reza. Dan apa maksudnya.
"Kontrak?" tanya Natasha kemudian, Ia kesampingkan dulu keingintahuan masalah Arsen dan Papanya itu. Ia memutuskan menanyakan Kontrak apa yang dimaksud.
"Kamu menjadi asisten Arsen, dan tinggal di mansion Om."
Natasha terperanjat kaget. Siapapun pasti akan sama seperti Natasha. Ini terlalu mendadak, tanpa penjelasan apapun dan ini seperti perintah.
"Om tahu, kamu pasti terkejut mendengarnya."
Natasha tak menjawab, itu memang benar. Ia terkejut.
"Begini Natasha, Om tidak mungkin membiarkan kamu dimanfaatkan terus oleh Cika dan Januar."
"Om tahu, tante juga Om saya?"
Reza mengangguk.
"Saya tidak bohong kalau saya sahabat Papa kamu."
Natasha menunduk, menghela napas pelan.
"Saya tahu kamu pasti seperti Papa kamu, Alex. Tidak mau orang lain terlibat masalah kamu, hanya karena tidak mau membebani," ucap Reza.
"Saya akan mengambil rumah itu, supaya menjadi hak milik kamu lagi."
"Tapi, Om..."
"Cukup bekerja menjadi Asisten Arsen," potong Reza.
Natasha tampaknya sedang menimbang tawaran Reza.
"Beri saya waktu beberapa bulan, saya akan mengembalikan Aset yang direbut Januar. Kamu tahu, perusahaan Papa kamu masih berdiri sampai sekarang, namun Januar benar-benar menutupi semua kebenarannya."
Natasha menatap Papanya Arsen.
"Hubungan kami tak sebaik dulu Om."
Reza menghela napas. Apa ini semua ada hubungannya dengan apa yang terjadi.
"Tidak masalah, saya tahu kamu seperti Alex jago menguasai kondisi juga seperti Reina pintar mengambil hati."
"Om, bisa aja."
Reza tersenyum.
"Kami dulu menjodohkan Kamu dan Arsen," ujar Reza.
DEGH...
Ini terlalu mendadak. Telinganya belum siap mendengar pernyataan ini. Natasha tak tahu harus menjawab apa.
"Makanya beberapa waktu lalu saya menyuruh kalian untuk menikah. Tapi saya berfikir kembali, biarkan seperti air mengalir saja. Biarkan perasaan kalian saling berlabuh dengan sendirinya. Saya tidak mau memaksakan perasaan kalian. Tapi saya sangat berharap kalian berjodoh."
Natasha hanya membalasnya dengan senyuman canggung. Jika dibalas di Aminkan, ia kesannya berharap. Jika ditolak, tentu saja itu tidak sopan.
"Saya harus tanda tangan dimana?" tanya Natasha kemudian, menghapus kecanggungan juga memang teringat akan kontrak itu.
"Jadi kamu setuju?"
"Iya Om."
Reza tersenyum senang. Setidaknya ketika Ia sudah menghancurkan perasaan anaknya, ia mencoba mencari obat untuk anaknya. Semoga Natasha bisa menyembuhkan juga memberi pengertian. Menjadikan Natasha asisiten itu hanya opsi saja, lebih dari itu Ia mau keduanya saling jatuh cinta dan memutuskan untuk bersama.
"Semoga anak kita berjodoh Alex," ucap Reza dalam hatinya.
***