Happy Reading...
***
Pagi itu.
Arsen fikir semuanya baik-baik saja. Arsen fikir semuanya berjalan sebiasanya. Hidupnya yang jauh dari orang tua, ia masih bisa maklumi. Jarang bertemu dengan kedua orang tuanya Ia masih bisa bersabar, tanpa ucapan-ucapan sayang dari kedua orang tuanya, Ia masih terima.
Mamanya yang jarang pulang bahkan hampir tidak pernah pulang ke Indonesia memiliki alasan. Papanya yang selalu menyuruh menikah, dan Papanya yang lebih sering ada di Indonesia bukan tanpa alasan. Dia yang selalu dipaksa untuk ikut meeting Papanya, dia yang selalu dijaga atau bahkan dimata-matai Aryo mungkin, supaya tak mengetahui yang sebenarnya.
"Sudah berapa lama?" terdengar dingin, bercampur dengan suasana mencekam karena beberapa orang di sana yang diam. Tak berbicara barang sedikitpun.
Amplop yang berisi surat tergeletak di meja, beberapa menit yang lalu Arsen membukanya.
"Kakak..." suara anak kecil yang sedang duduk diantara kedua orang tuanya itu, mendapat tatapan tajam dari Arsen. Demi apapun dari detik ini Arsen membenci orang-orang yang berada di sekelilingnya.
"Arsen, Mama..."
"Bertemu Arsen, hanya untuk ini?"
Mamanya yang sedari tadi berada di sampingnya, merasakan penyesalan yang mendalam. Ia harusnya memberitahu sejak awal. Tapi ia khawatir mengganggu psikologis Arsen yang saat itu masih kecil yang beranjak remaja. Ia juga menyesal karena jarang menemui anaknya yang kini sudah beranjak dewasa dan tampan.
Arsen menggelengkan kepalanya, tak percaya dengan apa yang terjadi hari itu. Dan hari itu terjadi saat pagi hari dimana Arsen akan menemui Bu Reta menyelesaikan masalah Natasha. Akibat moodnya yang berantakan karena kejadian itu akhirnya berakibat fatal pada Natasha juga.
***
Pagi ini, Arsen sudah bersiap akan ke sekolah. Wajah kerasnya akan nampak kembali Pagi ini. Jangan salahkan Arsen, yang membuat dirinya yanag sekarang adalah kedua orang tuanya. Tidak akan ada lagi Arsen yang ramah, Arsen yang tunduk pada Natasha. Arsen sudah memutuskan, dia akan menjadi Arsen versi terbaru. Tidak akan ramah pada siapapun termasuk Aryo, Arsen kecewa padanya.
"Arsen, mobilnya udah siap."
"Panggil Gue Tuan."
Aryo mengangguk, ia mengerti. Siapa yang tidak kecewa, ketika seseorang yang sudah dipercaya dan ia menghianati dimana ketika tahu kebenaran yang terjadi tapi malah memilih diam begitu saja. Tapi Aryo memiliki alasan untuk ini. Ia tidak bermaksud ingin mengecewakan Arsen.
Beberapa pengawal sudah berjajar menunduk sebagai penghormatan untuk Tuan mudanya. Arsen berjalan angkuh, seragam yang dikeluarkan dari celana, almamater abu yang disampirkan di bahunya juga tas punggung yang ia lemparkan pada Aryo tadi, saat dia keluar kamar. Kini Arsen berada di Mansion. Ia akan menciptakan sebuah neraka untuk keluarga yang baru saja hadir.
Arsen senyum smirk. Ketika kakinya menampakan di mobil mewah yang ia beli tadi malam dan dengan sifat egoisnya, mobil itu mau tidak mau harus ada pagi ini. Reza-papanya itu berusaha sebisa mungkin mewujudkan keinginan Arsen. Reza sadar ini salahnya.
"Berangkat, Pak."
Mobil mewah itu melaju, akan membelah jalanan. Seiring melajunya mobil Arsen menutup matanya. Menahan segala emosi yang sudah terkumpul di dadanya.
***