Happy Reading...
***
Sudah tiga hari di skors, tinggal empat hari lagi dia diputuskan akan keluar dari sekolah itu atau masih disana.
Dia sama sekali tak mau menghubungi Arsen. Dia pikir, siapa dia meminta Arsen memberitahu bahwa dirinya tidak seperti apa yang di foto itu.
"Malam minggu nanti kamu harus ke club itu lagi!" suara milik tantenya itu.
"Apa sih Tan? Anak tante aja Dita yang suruh kerja, lagi pula ini rumah Natasha. Bahkan harta Papa, tante abisin gitu aja."
"Diam kamu Natasha! Saya usir kamu dari sini!"
"Tante gak salah ngomong? ini rumah siapa Tan?"
Setelah itu Natasha berlalu ke kamarnya. Tantenya selalu berlaku seenaknya, seolah-olah Natasha membebankan, padahal Natasha adalah tambang emas mereka.
***
Tiga hari Arsen tak sekolah, ia masih bersama Papanya bertemu client-client itu. Ia belum mengetahui perihal di skorsnya Natasha. Aryo belum sempat mengatakannya. Arsen selalu langsung beristirahat setelah pertemuan-pertemuan itu.
Dan saat ini mungkin waktu yang tepat bagi Aryo untuk mengatakan pada Arsen.
"Ada yang harus saya omongin," ucap Aryo, terdengar serius.
"Ngomong aja langsung," jawab Arsen sambil bermain game yang sudah beberapa hari dirindukannya.
"Natasha di skors."
Satu detik...
Dua detik...
Tiga detik...
Arsen mempause game nya. Diam beberapa detik, otaknya berusaha mencerna apa yang di ucapkan Aryo barusan.
"Maksud Lo?"
Aryo memberikan sebuah foto kepada Arsen.
"Tersebar disekolahan," ucap Aryo.
"Hubungin Natasha, suruh dia kesini."
Aryo mengangguk, melaksanakan apa yang diperintahkan tuannya itu.
***
Rambut indah tergerainya kini di cepol, rok span denim selutut, t-shirt putih dibalut jaket denim juga tas mungil punggung. Sangat menggemaskan.
"Hi..."
Natasha tersenyum indah. Cowok dihadapannya kini menatapnya beberapa detik terdiam.
"Arsen!!"
"Masuk!"
Asal kalian tahu, saat ada bel masuk tadi. Arsen tergesa-gesa membukanya. Dia menunggu Natasha sejak dari tadi. Saat Natasha mengabari Aryo mengiyakan suruhannya itu.
Mata Natasha menilik sekeliling Apartemen, tidak ada yang berubah.
Arsen menarik tangan Natasha, memasuki kamar Arsen, melewatinya. Tepat di balkon luas ini ada Sofa menghadap keluar, pemandangan depan dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi.
Sebentar lagi matahari tenggelam. Anak senja? Bisa jadi. Mereka menikmatinya, bukan dengan segelas kopi, tapi dengan beberapa cup ice cream yang dalam kotak pendingin supaya tak mencair, juga wafer coklat yang tersedia di meja.
Arsen membuka satu cup ice cream, ia berikan pada Natasha.
"Makasih."
Arsen mengangguk-angguk, lalu dia juga membuka satu cup lagi untuknya.
"Apa kabar?"
Natasha terdiam, ia sempat berfikir ini adalah kesempatannya untuk meminta tolong pada Arsen.
"Baik. Lo sendiri?"
"Baik. Sekolah gimana, gak ada gue?"
"Hah? Emangnya Lo kemana?"
Arsen menatap lekat kedua mata Natasha. Jadi benar Natasha di skors?
"Biasa, bokap nyuruh gue buat ketemu client-clientnya."
"Oh."
Tidak mau cerita kah Natasha? Arsen menunggu cewek disampingnya ini untuk bercerita dan meminta bantuannya. Dan dengan senang hati dia akan membantu Natasha.
Di luar kontrolnya, Arsen mengusap ice cream yang berada di sudut bibir Natasha. Natasha terdiam beberapa detik, menatap mata Arsen. Keduanya seakan-akan saling mengunci lewat tatapan mata. Dengan disaksikan senja yang akan lenyap digantikan malam.
***