"Tapi itu kayak beneran,nyata Ra..." Andita hampir frustasi untuk meyakinkan temannya itu. Entah kenapa, ia merasa perlu untuk Amara tau dan percaya padanya. Ia pun masih tak mengerti kenapa mimpi itu teramat dalam hingga membuatnya seperti sakit jiwa, di tertawakan oleh setiap orang yang mendengar ceritanya.
Amara menahan tawa saat wajah cemberut Andita tak terkendali.
"Oke... Oke... trus jadi maksudmu aku bunuh diri karena kamu nikah gitu?" Ujarnya meledek.
" Ya aku gak tau? Di ingatan terakhirku, kita sudah didalam kamar dengan tanganmu yang memegang kater."
Amara ketawa lagi. Gadis berkerudung itu terbahak-bahak. Semakin membuat Andita frustasi dan ingin mencekik sahabatnya itu sekarang juga.
"Trusss bagaimana dengan Rama?" Andita dengan wajah super seriusnya, namun alisnya berkerut jelas. ragu untuk menyampaikan tentang Rama. Karena ia sangat yakin Amara akan semakin mentertawainya.
"Rama siapa???" Tanya Amara acuh.
"Rama Ra... dia laki-laki dalam mimpiku. Dia pengantin laki-lakinya, Rama itu... " Ujar Andita diujung frustasi.
"Astagaaaa... nih anak!! kelamaan jomblo lu ya...?" Amara menepuk jidatnya. Kali ini ia percaya bahwa temannya itu benar-benar mimpi.
"Aku serius Ra. Aku tau Rama. aku kenal dia. Kamu juga kenal dia. Nih ya, bahkan kalo aku bisa melukis aku bakal lukis mukanya dengan jelas. Orangnya tinggi, wajahnya tirus agak brewok, badannya gak besar gak juga terlalu kurus..."
"Oke... Oke... stop... stop... Gue percaya"
Bukannya bahagia Andita malah bingung. Dan tidak yakin dengan statement barusan.
"Gue percaya, kalo lu benar-benar halu." Tambahnya lagi menekan setiap kata-katanya.
Andita menghelas nafas berat. Percuma. Tak akan ada yang percaya. Dia sendiri pun jika mendengar hal seperti ini dari orang lain akan menganggap orang tersebut gila.
Seorang anak kecil berlari membawa balon. Ia mengerutkan kening, bayangan anak itu jelas terekam dalam benaknya. Ia sudah pernah melihat anak itu sebelumnya. Dengan baju, warna, sepatu yang sama.
Seketika sekelabat bayangan samar-samar terbersit dikepalanya. Dan ia langsung terkesiap
"Nah Ra... Lu liat anak yang pegang balon?"
Amara geleng kepala. Apa lagi kali ini? namun ia hanya menurut.
"Aku udah pernah liat anak ini. Persis gak ada bedanya."
"berarti Lu dejavu tolol." Ucap Amara dongkol.
"Enggak... Tunggu dulu. Nama anak itu Mei. Balonnya akan meledak. dan dia akan menangis. Ibu-ibu jilbab merah bakalan datang nyamperin" Ujar Andita meragu dengan kuat. Namun ia akan benar-benar takjub pada kegilaannya jika semua yang ia ucapkan itu terjadi.
Amara semakin mengerutkan kening. Namun sesaat kemudian mereka dikejutkan suara balon meledak, disusul suara tangisan dan Ibu-ibu jilbab merah menghampiri dengan memanggil "Mei... sayang. Hei sayang, udah ya gak usah nangis."
Hening.
Amara menutup mulutnya, terperanjat. Berbalik menatap Andita yang melotot karena shock, takjub dan apapun itu yang membuatnya bahagia dan konyol secara bersamaan.
Bagaimana mungkin ini bisa terjadi. Ia tidak punya leluhur peramal, apalagi bakat melihat mada depan, sama hantu aja dia takut, jadi tidak mungkin dia indigo dan apapun itu sejenisnya.
yang pasti.
Dia tidak gila.
"What the hell is this???" Pekik Amara.
"Lu Indigo??? kejeduk dimana lu?? habis kecelakaan?? kok bisa??? ahh gak mungkin??? apa gue yang lagi mimpi??" Amara menepuk pipinya. Sejurus kemudian ia harus terpekik lagi saat Andita menamparnya tanpa aba-aba.
"Lu gak mimpi. Sebentar lagi akan ada cowok keluar dari lift, Stelan casual dengan kamera pocket di tangannya. Seorang bapak-bapak dibelakangnya menyenggolnya dan kameranya jatuh. Lu tau kameranya jatuh dan terseret dimana? tepat didepan kita." Ujar Andita setengah gila, karena tak bisa menjelaskan kenapa semua itu bisa ada didalan kepalanya.
Amara semakin penasaran. Bell tanda pintu lift terbuka. di susul segerombolan orang keluar. Amara cekat menangkap satu-satunya laki-laki yang focus pada kameranya. Yang akhirnya bernasib malang persis yang di gambarkan oleh Andita barusan.
Tanpa sadar Amara ternganga ketika lelaki jangkung tersebut menghampiri meja mereka dan membungkuk mengambil kameranya.
"Aaaahhh. Kamera gue??" Ringisnya mengangkat kameranya yang pecah.
Andita menyembunyikan wajahnya. Entah kenapa ia merasa takut. Kenyataan bahwa ia tidak gila membuatnya senang. Namun bersamaan dengan itu, bahwa mimpi yang ia ceritakan bukanlah mimpi biasa. Entah itu adalah kenyataan atau sebuah mimpi peringatan? Ia masih belum tau. Tapi yang pasti akan ada hal yang terjadi. persis seperti yang ada dikepalanya.
Bayangan Amara memegang pisau kembali hadir membuat Andita tanpa sadar meremas bajunya kuat.
Amara terus menatap seksama laki-laki tersebut. Merasa diperhatikan, lelaki tadi menoleh, dan melempar senyum terpaksa kemudian berlalu.
Andita menoleh ke Amara yang masih takjub pada lelaki barusan, entah terpesona dengan kenyataan ucapan Andita? atau terpesona akan ketampanan lelaki tersebut.
"Percaya gak percaya. Dia adalah Rama" Ucap Andita lirih. membuat bulu tengkuk Amara merinding.
Mereka saling tatap. Amara benar-benar tak percaya. Andita, ia berpikir keras ada apa dengan dirinya?