Hari ini adalah hari yang cerah.
Pagi ini setelah aku menghabiskan sarapanku dan menangis di pelukan Ernha, aku pergi ke halaman. Disamping kebun bunga kecil disamping rumah, ada sebuah pohon yang rindang yang dahannya menghadap kearah bangunan kota di bawah sana. Kota dengan tembok batu sebagai pagarnya dan deretan bukit hijau berbatu jauh setelah tembok. Pemandangan yang dapat dilihat dari atas sini sangat indah.
Tempat ini cocok untuk dijadikan tempat bersantai.
Mansion rumah ini berada di pinggir hutan, pohon-pohon dan tumbuhan lainnya diluar pagar rumah tumbuh berantakan, sedangkan didalam pagar tanaman dan berbagai jenis tertata rapi dan sederhana. Sekilas aku melihat perbedaan itu, aku tau betapa rajinnya pengurus taman di rumah ini mengurus halaman rumah ini, jauh sebelum kami berada disini.
Namanya Kadhan, pak tua Kadhan. Kulihat dari rambut putih dan kerut wajahnya, mungkin umurnya sekitar 70-an. Seharusnya pak tua seumuran itu sudah harus duduk di kursinya dan beristirahat tapi dia tidak. Di punya badan yang kekar dan otot yang mengerikan membungkus bengunan tubuh besarnya.
Nerhy bercerita bahkan ia sampai ketakutan saat pertama kali sampai di rumah ini dan melihat Kadhan.
Aku tidak tau bagaimana otot sebesar itu bisa terbentuk, yang jelas aku pasti akan mencari tau.
Entah sudah berapa kali aku melihatnya tapi hasilnya tetap sama.
"Status! Analisis! Identify! Analisis data kemampuan Adellard! Penilaian identifikasi penuh!"
Apapun kata atau kalimat yang kuucapkan tampilan dan hasilnya tetap sama, tak berubah.
---
Nama individu : Adellard
Usia : 5 tahun
Ras : manusia asli
Informasi selanjutnya belum memenuhi syarat
---
Hanya itu saja yang ditampilkan. Saat pertama kali melihatnya aku benar-benar mengutuk dalam hati.
Apanya yang belum memenuhi syarat! Apa-apaan analisis seperti ini, kalau cuma ini semua orang pun juga tau dengan hanya melihat dan menanyakan lama. Dewa Armil! Apa ini memang kemampuan yang berguna!? Sialan kau!
"Aduh!"
Dan setiap kali aku mengutuk dan menggerutu padanya seperti itu, kepalaku akan sakit sekejap, seperti berdenyut dan pening lalu hilang.
Mungkin ini memang sifat asli manusia yang ada pada diriku, serakah. Saat rasa sakit itu datang, ingatan bahwa aku ini sebenarnya dikasihani olehnya menyadarkanku akan posisiku.
"Ok, ok... maafkan aku."
Ia bahkan sudah mengantispasinya sejak awal. Mungkin ia sengaja membatasi keterampilan analisis ini dengan beberapa syarat untuk sebuah tujuan, dan disamping itu ia juga telah membuat pengaturan hukuman setiap kali ada keburukan yang dituju padanya.
Jenius, ia bukan orang sembarangan yang berbuat setengah-setengah, ia memperhitungkan segalanya. Benar, ia adalah dewa.
"Arhg!!! Kenapa aku malah memuji dia??? Meskipun ia dewa dan dermawanku ia juga orang asing!." Kesalku.
Apa jangan-jangan aku sudah terpengaruh cuci otak?...
Cuci otak? Mungkin semacam pengaruh yang membuatku untuk tetap memuja dan memuji keberadaannya sebagai dewa?. Apa itu buruk?
Aku memikirkannya lagi... dari awal aku tidak punya tujuan yang jelas, aku nekat bunuh diri hanya untuk hidup di dunia yang berbeda, namun setelah sampai disini... aku juga belum memikirkan apa cita-citaku di dunia baru ini. Aku baru berpikir untuk menikmati sihir dan keunikan dunia ini saja.
Tidak apa-apa, jika itu bisa membantuku untuk mendapatkan kebahagiaan dan tujuan, maka biarlah. Aku akan menikmatinya.
~~~
Aku pergi berkeliling.
Halaman sekitar rumah terbilang cukup luas dan bersih, dan interior rumah juga terlihat rapi dan bersih. Rumah ini adalah bangunan 2 lantai dengan tinggi satu lantainya yang mencapai sekitar 6 meter dan atapnya adalah keramik merah yang disusun menjadi bentuk segitiga. Ada lebih dari 10 kamar tidur dan ruangan-ruangan lain dengan fungsi penyimpanan. Tepat di pintu masuk depan adalah ruang tamu yang tak lupa dengan dekorasinya dan di bagian belakang rumah adalah dapur, sumur dan tempat mencuci.
Sebuah gudang taman, parkir kereta dan kandang kuda kecil terletak disamping kanan rumah. Kuda-kuda itu terlihat sehat, sepertinya Kadhanlah yang membersihkan dan memberikan kuda itu setiap harinya.
Dan dibelakang rumah, dekat dengan pagar perbatasan dengan hutan ada sebuah gubuk kayu kecil. Meski ku sebut kecil, ukurannya sama dengan rumahku dulu di kehidupanku sebelumnya, rumah kecil hanya dengan satu lantai.
Ini adalah rasa penasaranku, sejak aku melihat bangunan ini yang tampak seperti sengaja dibangun agak jauh dari rumah mansion, dan melewati sepetak lapangan kecil diantara keduanya, aku jadi ingin melihat ke dalamnya dan mengetahui isinya. Mungkin ini adalah gudang lain yang menyimpan berbagai peralatan lain, peralatan berkebun?. Tapi jika ini gudang kenapa harus ada palang kayu yang menutupinya dan larangan "dilarang masuk" tertulis di pintu kayunya.
Oke, ayo abaikan saja peringatan itu. Aku jadi gatal ingin membuka pintu itu dan masuk ke dalam, mungkin aku akan menemukan sesuatu yang menarik di dalamnya.
Aku menarik palang kayu itu lalu mendorong pintu yang sudah longgar itu.
Awalnya hanya ada gelap sampai cahaya benar-benar menerangi semuanya saat pintu terbuka. Aroma logam dan karat tercium olehku saat aku melihat jejeran batangan logam yang tergantung di dinding dan selusin yang tertumpuk di dalam kotak kayu. Itu terlihat seperti pedang.
Sekali lagi aku merasa tampilan yang jelas dari dunia yang berbeda. Ini adalah dunia dengan teknologi yang belum berkembang dan masih menggunakan pedang sebagai senjata. Meskipun kuno, itulah yang membuatnya terlihat menarik.
Bukan hanya pedang, ada juga belati dan pisau yang juga tampak sudah karatan. Selain dari itu ada juga tempat tidur dari jerami di sudut ruangan palu-palu dan banyak peralatan logam yang aku tidak tau fungsinya berada di dekat perapian.
Dari semua benda logam yang aku lihat ada satu yang membuatku tertarik. Benda itu memantulkan cahaya matahari dengan baik seperti layaknya cermin. Saat aku benar-benar menggapainya dengan tanganku, itu adalah sebuah pedang di dalam sarungnya. Gagangnya bewarna putih dan sarungnya bewarna perak mengkilap, dan sebuah ukiran dari garis-garis bercahaya meliputi sarungnya itu.
"Keren..."
Entah mengapa aku merasa ada kekuatan misterius dari pedang ini.
"Tidakkah kau melihat larangan masuk di pintu!"
Tiba-tiba suara kasar yang berat mengejutkanku dari belakang.
"Ah?!... Kadhan?"
Itu adalah Kadhan, pengurus rumah ini. Apa ia yang menutup tempat ini dan membuat larangan itu? sepertinya aku baru saja membuatnya marah dengan melanggarnya.
"Apa tuan Varlort tidak pernah mengajarkanmu bagaimana membaca tuan muda."
Tidak, memang tidak pernah.
"Itu... sebenarnya aku diajarkan oleh tutor." Jawabku jujur.
"Urhg..." wajahnya berubah masam.
Kadhan? Kenapa kau membuat wajah seperti itu? aku mengatakannya dengan jujur.
Kadhan mendekat padaku dan mengambil pedang yang dari tadi kuperhatikan itu. Ia mengambilnya dariku dan meletakannya di tempat yang tak bisa ku capai.
Kenapa kau pelit sekali!?
Sekilas ia menatapku dengan tatapan yang menyeramkan, sepertinya ia marah.
"Ini bukan tempat bermain tuan muda, jadi tolong keluar."
Masih dengan tatapan menyeramkan itu ia menunjuk keluar dan mengusirku, oh kau benar-benar pak tua dengan kepribadian yang buruk.
Sayangnya, aku hanyalah bocah 5 tahun, tidak mungkin aku melawan. Jadi dengan pasrah aku keluar dari tempat ini sambil menurunkan bahu.
Di dunia ini ada yang namanya sihir, sesuatu yang dapat membuat yang mustahil menjadi nyata, kekuatan yang sangat besar, tapi sayangnya aku tidak bisa menggunakannya. Kesampingkan tentang aku yang mengeluarkan petir itu, aku bahkan tidak sadar melakukannya. Keterampilan analisis ku juga tidak berguna. Bayannganku tentang dunia sihir yang fantastis baru saja hancur, aku masih harus bersabar.
Untuk menjadi kuat hanya ada satu jalan, aku harus melatih ototku.
Dan yang pertama terbayang dikepalaku adalah ksatria berpedang, pedang.
Bukankah Kadhan punya banyak pedang? mungkin ia juga menguasai beberapa teknik berpedang, atau mungkin tidak.... pasti! Setidaknya ia pasti memiliki satu teknik saja.
Mungkin aku bisa memintanya untuk mengajarkanku.
Setelah sampai di depan gudang pedang itu, aku berhenti dan berbalik kebelakang, melihat Kadhan berjalan kearahku.
"Kadhan, bisakah kau mengajarkanku_"
"_Tidak"
Hey! Aku bahkan belum menyelesaikan kalimatku!
Ia sudah tau apa yang kupikirkan?
Dasar pak tua!
Saat Kadhan sudah sampai diluar gudang pedangnya, ia menutup pintu juga memasaknya kembali dengan balok kayu, lalu menunjukan telunjuknya padaku.
"Aku benar-benar akan menghukummu jika kau membuka pintu ini lagi, tuan muda."
Kemudian ia pergi meninggalkanku setelah mengancamku seperti itu. Aku jadi semakin kesal dengan pak tua ini, harusnya ia sadar umurnya!
"Haah! Kau pikir aku akan menurutimu!? Dasar pak tua sialan. Aku tidak akan menyerah! Aku pasti akan memaksamu mengajarkan ilmu berpedang padaku! Lihat saja!"
Aku meneriakkannya dengan keras sambil menunjuk ke arah dimana Kadhan pergi, aku tidak peduli meski ia mendengarnya.
~~
Pertama aku memutuskan untuk berlatih sendiri. Aku akan mulai dengan latihan yang paling mudah, Push-up 100 kali, sit-up 100 kali, scout jump 100 kali, dan lari 100 kali putaran keliling rumah setiap pagi dan sore. Untuk menguasai beladiri aku harus melatih tubuh lemahku ini dulu menjadi kuat.
"Tuan muda, tolong jangan memaksakan diri." kata Nerhy yang selalu mengikutiku dan menemaniku saat latihan.
"Tidak apa-apa Nerhy, aku akan terus melakukannya sampai ia menerimanya."
Aku tidak akan menyerah tentang meminta Kadhan untuk mengajariku berpedang setiap kali bertemu dan setiap aku selesai latihan pagi dan sore.
Dan tiap kali aku bertanya.
"Kadhan, ajarkan aku_"
"Kadhan, aku kau ajarkan aku_"
"Kadhan, tolong ajarkan aku_"
Jawabannya selalu, "tidak" sebelum aku menyelesaikan kalimatku.
Suatu hari aku melihat tupai belang yang selalu mengambil buah yang ditanam Kadhan. Tupai itu selalu saja lolos saat aku mencoba untuk menangkapnya, larinya sangat cepat dan gerakanya gesit.
"Tuan muda, apa yang kau lakukan?"
"Aku ingin menangkap tupai itu, ia sering mencuri buah ditaman."
Waktu itu entah perasaan apa yang merasukiku, aku merasa bersemangat, senang dan ingin tertawa, rasanya seperti kembali menjadi anak-anak. Benar... aku hampir tidak menyadarinya aku adalah anak-anak saat ini, meski pikiran mentalku adalah milik remaja 18 tahun, tapi insting dan tubuhku saat ini adalah bentuk dari seorang anak kecil.
Keceriaan seperti ini adalah apa yang seharusnya dimiliki bocah laki-laki normal.
Aku mengejar tupai itu sampai ke hutan.
"Tuan muda, tunggu... jangan pergi ke hutan!."
Nerhy terus memanggilku saat aku berlari masuk ke dalam hutan, tapi aku mengabaikannya.
"Tuan muda! tuan muda Adellard! Tunggu aku!."
Ia terdengar sangat khawatir dan mencemaskanku, dan dengan segera ia pun juga mengikutiku masuk ke dalam hutan.
Aku berlari sangat cepat, melompati semak dan batu, memanjat pohon saat tupai itu juga memanjat hingga akhirnya aku berhasil mendapatkannya. Latihanku ternyata cukup membuahkan hasil, karena saat ini tanpa kusadari aku sudah masuk cukup jauh ke dalam hutan hanya dengan berlari sebentar saja.
Pohon disini cukup lebat sampai-sampai aku bingung dimana jalan keluar untuk kembali ke rumah. Saat ditengah kebingungan ini sambil terus memegang tupai belang ditanganku aku mendengar sebuah teriakan,
"Kyaaaa...."
Itu adalah teriakan Nerhy! Ia dalam bahaya.
Saat itu juga aku langsung berlari ke sumber suara.
Pikiranku kacau dan panas, aku hanya bergerak dengan mengikuti insting dan reflek tubuhku saat melewati batu dan semak-semak.
Setelah sampai aku jadi benar panik.
"Tidak, tidak, tidak, Nerhy!.
Seekor laba-laba raksasa menusukkan kakinya di perut Nerhy dan menembusnya sampai ke batang pohon tempat Nerhy terpojok. Darah bercucuran dari lubang besar di perut Nerhy dan muntah darah yang keluar dari mulutnya. Matanya melotot dan menegang, Nerhy....
... Melihatku datang dan ia tersenyum.
Aku tidak ingin mengakuinya, aku tidak ingin mempercayainya, apa yang kulihat di depan mataku saat ini aku tidak ingin melihatnya.
Tapi ternyata itu memang nyata berapa kalipun aku mengedipkan mata itu tidak berubah.
"Tidak mungkin..."
Aku marah, aku melotot pada laba-laba yang juga menatap ke arahku. Dengan amarah menyelimuti hatiku, aku melompat dan melancarkan tinjuku padanya.
"Uarhg...."
BAAM
Aku mengenai kepalanya, ia tidak sempat untuk memblokir seranganku sehingga aku berhasil mengenainya.
"Apa??"
Tapi,... aku hanya menghancurkan 2 matanya saja, tanpa melukai kepalanya, itu belum cukup. Ia punya 8 mata dan kulit yang keras, juga 2 kaki depan yang bagaikan pedang baginya. Ia sangat kuat.
Tiba-tiba ia melancarkan serangan, ia memukulku dengan kaki depannya sampai aku terlempar ke batang pohon.
"Bhuahrg...."
Aku memuntahkan darah karena pukulan keras itu.
Tidak mungkin aku bisa menang melawannya, ia terlalu kuat dan begitu besar. Apakah aku akan...
Tidak! aku tidak ingin kehidupan keduaku berakhir secepat ini. Aku bahkan telah mencelakai Nerhy, aku telah membunuhnya bagaimana mungkin aku bisa mati dengan rasa bersalah ini? Aku tidak ingin mati!
Kalau saja aku lebih kuat.
Kalau saja aku tidak ceroboh.
Kalau saja aku mendengarkan kata-kata Nerhy.
Penyesalan mulai merasupi pikiranku, dan tanpa kusadari monster laba-laba itu sudah mendekat dan bersiap menikamku.
Aku sempat melihatnya mengangkat kakinya, tapi tidak begitu jelas karena pandanganku mulai kabur. Aku tidak bisa bergerak.
Yang benar saja aku akan mati?
SLAP
Tiba-tiba bayangan hitam muncul dan membelah monster laba-laba itu dengan pedang besarnya. Hanya itu yang kulihat sebelum akhirnya ku pingsan.
**
Saat aku membuka mataku, aku sudah di rumah, terbaring diatas kasur, dan Nerhy berada disampingku.
Sontak aku terkejut senang, dan berniat mendekatinya, tapi tubuhku tidak bisa bergerak sehingga aku memanggilnya.
"Nerhy! Nerhy kau masih hidup?"
Tapi ia tidak bangun saat aku memanggilnya, malah aku mendapat jawaban dari luar.
Ernha masuk setelah membuka pintu kamar ini.
"Tuan muda! kau sudah bangun?."
Saat kulihat Ernha masuk dan mendekatiku, aku menangis...
"Ernha maafkan aku, maafkan aku... karena salahku Nerhy."
"Hmm... Tidak apa-apa tuan muda, tidak apa-apa... putriku sudah melakukan tugasnya dengan baik untuk menjaga anda."
"Tapi, tapi... ini salahku, kalau saja aku tidak lari ke dalam hutan, kalau saja mendengarkan kata Nerhy.... maafkan aku."
Aku menangis, karena rasa bersalah ini... dari segala hal paling ku benci di dunia ini atau pun di duniaku sebelumnya adalah, kesalahanku yang membuat orang yang sayangi terluka. Aku marah pada diriku sendiri.
"Sudahlah... itu sudah cukup jika anda menyadari dan mengakui semua kesalahan anda tuan muda... anda adalah yang terbaik, tidak pernah kutemukan bangsawan seperti anda yang sangat peduli pada pelayannya."
"Huaa...."
Setelah itu aku menangis di pelukan Ernha sampai Nerhy terbangun.
**
Apa yang kuketahui setelah Nerhy terbangun, juga saat Moris dan Kadhan datan ke kamar ini adalah. Ternyata yang menyelamatkanku dan Nerhy adalah Kadhan, ia membunuh monster laba-laba dengan sebuah pedang besar dan membawa kami ke mansion. Ia juga melemparkan sihir penyembuh pada Nerhy dan diriku setelah membawa kami ke kamar ini.
Ternyata pak tua ini mampu dalam pedang dan sihir.
Segera setelah aku mendengar cerita itu darinya, aku langsung turun dari tempat tidurku dan menundukan kepala.
"Tolong ajarkan aku berpedang! Aku tidak ingin kejadian ini terulang kembali, aku ingin menjadi kuat untuk melindungin apa yang penting bagiku! Tolong Kadhan jadilah guruku!."
"Ti_"
Sepertinya Kadhan tidak dapat menolak, setelah menerima permohonan sopanku, ditambah tatapan penuh harap yang ditunjukan oleh semua orang di ruangan ini, ia menyerah.
"Haah... baiklah, pelatiha akan dimulai segera setelah anda sembuh."
"Yeah..."
Dan begitulah akhirnya aku mendapatkan alasan dan tujuan yang kuat untuk menjadi kuat, dan pelatihan pedangku bersama Kadhan pun dimulai.
***
.
.