Chereads / Boneka Beruang Biru Muda / Chapter 13 - BAB 7

Chapter 13 - BAB 7

Pukul 13.30 aku sampai di tempat pemakaman. Setelah memakirkan mobil, aku menuju gerbang dan menguatkan hati memasuki area pemakaman. Aku berjalan ke dalam sambil mengingat letak makan keluargaku yang telah diberitahu oleh dokter.

Setelah beberapa saat, aku menemukan makam keluargaku yang masih baru dengan tanah merah dan taburan bunga yang terlihat segar. Pertahananku hancur, aku tidak kuat membendung lagi air mata di kelopak mataku. Aku menangis sejadi-jadinya sambil meraung-raung. Rasa sakit hatiku muncul kembali setelah aku mencoba menguburnya dalam-dalam. Lelah rasanya menangis terlalu lama hingga aku pun tertidur disana.

"Dek, bangun dek. Kamu ngapain tidur disini?" Aku mendengar suara itu sambil membuka mataku perlahan-lahan. Lalu, aku melihat sekeliling dan melihat kakek penjaga pemakaman di belakangku sambil memegang sapu lidi.

"Ah, iya kek maaf tadi saya ketiduran disini," kataku sambil mengucek mata.

"Yasudah, kamu cuci muka dulu sana. Nanti langsung pulang saja, sudah jam empat sore," kata kakek itu sambil membantuku bangkit.

"Iya kek. Terimakasih kek," kataku kepada kakek itu. Kakek itu membalas dengan senyum dan melanjutkan pekerjaannya.

***

Aku sampai di rumah pukul lima sore. Aku segera membersihkan diri dan menuju kamar tidur. Rasanya lelah sekali hari ini. Aku pun tertidur lebih awal dari biasanya. Aku tertidur pada pukul delapan malam dan rasanya nyaman sekali.

***

Aku tersadar dari kenangan masa lalu itu saat lagu yang dimainkan piano tua itu tiba-tiba berhenti. Aku masih menatap punggung kakakku, tetapi aku menyadari ada sesuatu yang aneh, ada satu barang yang harusnya tidak ada di dalam tas besar. Perlahan kepala laki-laki yang duduk di depan piano itu berputar menoleh ke arahku sambil tersenyum, senyum yang sangat mengerikan yang lebarnya sampai ke pipi. Mataku terbelalak kaget saat melihat itu. Aku sadar dia bukan kakakku, dia orang lain yang menyerupai kakakku. Aku memperhatikan mulutnya yang mengucapkan sesuatu.

"Kita akan tinggal bersama dan kau akan memainkan piano itu untukku selamanya," kata laki-laki itu kepadaku sambil menyeringai memperlihatkan gigi-gigi taringnya. Lampu tiba-tiba mati dan aku tidak bisa menggerakkan tubuhku.

"S... s.... siapa kamu?" tanyaku dengan susah payah.

"Kamu tidak mengenaliku? Hihihi..." tawanya terdengar sangat mengerikan.

Dia perlahan berjalan ke arahku, kulihat wujudnya berubah-ubah, membesar, mengecil, membesar, mengecil, begitu seterusnya. Hingga tepat di depanku, dia memperlihatkan wujud kecilnya, bentuk yang sangat aku kenali setiap detailnya dengan warna yang kontras dengan kegelapan malam.

***