Senja mulai mengeluarkan sinarnya yang kuning keemasan, Di hutan yang rimbun mulai kini mulai redup cahayanya. Di tengah remang-remangnya senja, Seorang Pria berparas tampan dengan tubuh tinggi dan berpakaian bak seorang Pangeran berjalan mengendap-endap menunggu buruan nya yang sedang memakan umpan. Dengan busur dan panah di tangannya dia membidik tepat mengenai sasarannya.
"Akhirnya… aku mendapat hewan buruan yang lumayan besar". Pria tadi membawa buruan nya masuk ke dalam gua. Dia disana membuat api untuk membakar daging yang dia tangkap.
.
.
.
.
Hari sudah berganti malam, riuh suara hewan kecil saling bersahutan.
"Hari sudah gelap, sepertinya tempat ini cocok untuk bermalam. Aku harus istirahat agar besok pagi bisa melanjutkan perjalanan kembali.
Di tengah riuh nya suara malam, terdengar samar-samar suara seseorang meminta pertolongan.
"Tolong… Siapapun, Tolong…!". Pria yang tengah beristirahat tadi mendengar suara langsung beranjak dari tempat istirahatnya dan mencari sumber suara.
Terlihat sekelompok orang sedang menyandera wanita di tengah hutan yang rimbun.
"Siapa gadis itu, mengapa mereka menyandera nya?" Perlahan pria itu mendekat untuk mengetahui apa yang terjadi.
Terdengar mereka sedang membicarakan tebusan kepada Kerajaan Galuh Pakuan dengan menjadikan gadis itu sebagai sandera. Pria yang tadi bersembunyi menampakkan diri didepan mereka.
"Sekarang sudah jelas, Kalian adalah sekelompok orang-orang yang perlu diajari sopan santun karena telah berani menyandera seorang wanita yang seharusnya kalian lindungi" Pria tadi tampak membawa pedang di tangannya.
"Hahahah.. Siapa kau berani melawan kami hai anak muda..!".
"Aku hanyalah pengelana jagat yang sedang numpang lewat. Aku meminta kalian Baik-baik, Lepaskan wanita yang kalian sandera..!".
"Hahaha… Anak muda sepertimu berani melawan kami, Apa kau belum tahu siapa kami..? Kami adalah pembunuh bayaran dari tanah Jawa yang di pimpin oleh Tuan Ronggolawe. Bersiap-siap lah untuk menemui ajalmu". Mereka bersiap-siap mengeluarkan senjata mereka masing-masing.
"Aku sudah memperingatkan kalian, Jadi jangan salahkan aku jika kalian nantinya akan terluka..". Pria tadi mengeluarkan Pedangnya. Pedang berbentuk panjang dengan pahatan di tengah berbentuk badan Naga dan pegangan nya dengan bentuk kepala naga.
"Pedang itu…! Apakah itu pedang Naga Buana yang melegenda? Sial.. Cepat, Serang Dia..!" Perintah dari orang yang menyebut dirinya Ronggolawe,
Semua musuh maju secara bersamaan, Mereka menyerang dengan membabi buta. Pria tadi mengeluarkan tenaga dalamnya untuk di salurkan ke pedang yang ada di tangannya, Dia membalas musuh dengan sekali serang.
*Sraaaash….* Suara tebasan angin, Seketika datang angin bergulung yang menghempaskan semua musuh hingga terpental jauh.
"Ampun Tuan, Kami mengaku kalah. Jangan bunuh kami Tuan..!" Mereka mendekat dan memohon ampun.
"Pergilah..! Aku tidak akan membunuh kalian". Pria tadi menuju tempat dimana seorang wanita di sekap.
"Nisanak… (nona) bagaimana keadaanmu, Apakah ada yang terluka?" Pria tadi membukakan ikatan yang melilit nya.
"Terima kasih karena Tuan telah menolong saya. Saya Dewi Wulan Sari, Tuan sendiri siapa?" Tanya Wulan dengan wajah yang merona merah.
"Aku hanya pengelana yang numpang lewat. Orang-orang biasa memanggilku Pemanah Rasa". Karena ketampanan nya Dia diberi julukan Pemanah Rasa.
"Tuan.. saya harus pulang dan… " Belum selesai bicara, Wulan yang sedari tadi berdiri tiba-tiba pinsan karena kelelahan.
(Wulan.. maaf aku harus menggendong mu).
Pria yang menyebut dirinya Pemanah Rasa sebenarnya adalah seorang Pangeran yang bernama Angga Wijaya Kusuma dari Kerajaan Lingga Pura, Putra dari Raja Kusuma Wardana dan Permaisuri Dewi Ambet Kinasih.
Pangeran Wijaya membawa Wulan menuju gua tempat dia singgah. Suhu udara di malam hari begitu dingin hingga membuat Tubuh Wulan menggigil kedinginan.
"Tubuhnya panas dingin. Apa dia terkena demam?. *memandang ke arah Wulan* Tunggulah disini . aku akan mencari obat-obatan dan kayu bakar". Wijaya melangkah pergi, Langkahnya terhenti oleh Wulan yang memegang tangannya.
"Jangan tinggalkan aku.." Ucapnya dengan mata tertutup.
"Rupanya gadis ini sedang mengigau. *membelai wajah Wulan* tenanglah.. aku tidak akan meninggalkanmu. Jadi.. tidur lah dengan tenang". Perlahan Wijaya melepas tangan Wulan yang menggenggam nya erat.