Pada mulanya Bi Isah mencoba bertahan dalam kondisi yang serba mencemaskan itu. Tapi lama-lama jiwanya semakin tersiksa. Terutama jika pada malam hari ia berpapasan dengan Yuira di ruang makan, bulu kuduk Bi Isah selalu berdiri meremang dan detak jantungnya menjadi lebih cepat. Sementara itu, Ipah sendiri terang-terangan menyatakan diri tidak betah tinggal dan bekerja di rumah tersebut.
"Kita cari tempat kerja lain aja deh, Mak." keluh Ipah pada suatu malam. "Aku bisa mati ketakutan kalau kita masih tetap bekerja ikut Tuan Nelson."
Bi Isah sulit memberi komentar. Ia hanya menarik napas panjang. Tapi ia mengerti betul kecemasan hati anaknya yang setiap malam tidak pernah berani keluar kamar setelah pukul delapan. Karena pada suatu malam pernah terjadi peristiwa yang membuat Ipah panas dingin dan menggigil ketakutan.
