Bozas menyerah, tak mungkin bisa menolak keinginan itu, karena Selafie sudah menyetujui keinginannya tadi. Ia pun bergegas melangkah kembali mengikuti Selafie yang masih menggandengnya dengan mesra. Lalu, mereka pun masuk ke sebuah ruangan berpintu kaca. Pintu itu berwarna biru bening, memancarkan warna yang sangat indah dan mengangumkan.
Kata Selafie, "Nah, ini calon penghulu kita nanti, Bozas. Kenalkan…!"
Seorang lelaki agak gemuk dan berambut putih berdiri di balik meja marmer. Lelaki berwajah ceria dan beermata teduh berkharisma tu telah membuat Bozas tertegun tanpa bicara, ternganga tanpa suara. Darah mengalir cepat bagaikan mendidih di sekujur tubuhnya, karena sang calon penghulu itu adalah orang yang sangat di kenal oleh Bozas.
"Papa…?!" sebut Bozas lirih, nyaris tak terdengar karena suara yang keluar sama gemetarnya dengan persendian di tubuh Bozas.