"Cie yang baru di cium sama suami tercinta~"
Goda Mikha sambil tersenyum jahil kepada Aileen yang tampak berjalan cepat tepat beberapa langkah di depan ia dan Reyna.
"Ih Mikha apaan sih!"
Wajah Aileen tampak agak memerah karena malu membuat Reyna dan Mikha tertawa kecil melihat wajahnya. Aileen tampak sangat manis dengan kedua pipinya yang memerah semerah buah strawbearry buah kesukaannya.
"Kenapa sih Aileen masih aja nolak kalian itu cocok kok."
Komentar Reyna membuat Aileen cemberut dan mengembungkan kedua pipinya seperti anak kecil.
"Reyna kenapa kamu gak berpihak sama aku?"
"Aileen kamu boleh gak peka tapi jangan lebih parah dari Reyna Aileen."
Perkataan Mikha membuat Aileen tertawa sementara wajah Reyna terlihat agak memerah mendengar Mikha mengungkit masalah percintaannya dengan Rui empat tahun yang lalu.
"Mikha kenapa kamu ungkit-ungkit masalah percintaan ku?"
"Mbak Reyna aku cuma ngomongin kenyataan oke? Inget gak se gak peka apa kamu sama Rui dulu? Kalo gak ada kak Rendi gak tau deh nasib Rui gimana. Kasian tahu dia gak di pekain mulu sama kamu."
Dulu seperti sekarang Reyna adalah anak perempuan yang sangat terkenal di kalangan guru dan murid. Banyak siswa yang ingin menjadi pacar Reyna tapi Reyna tidak melirik mereka semua. Dia sibuk sendiri dengan pekerjaan sambilannya saat itu dan memberikan perhatian penuhnya kepada adiknya Diana yang saat itu masih berusia empat tahun. Alhasil Rui yang menyukai Reyna juga kesulitan mendekatinya dan selalu meminta saran kepada Rendi yang yang merupakan teman dekatnya, Rendi tentu menceritakan hal ini kepada Aileen yang adalah teman dekat Reyna. Aileen hanya bisa tertawa mengingat masa-masa saat Rui sering meminta saran dari dirinya lewat Rendi karena malu. Tapi Aileen tiba-tiba berhenti menyadari kalau ia di samakan dengan Reyna.
"Hei tunggu dulu aku gak separah Reyna."
"Aileen dia berani nyium kamu itu udah kode keras, jangan lari dari kenyataan Aileen."
Perkataan Mikha di balas anggukan setuju oleh Reyna tapi kemudian tiba-tiba Reyna berhenti mengangguk dan menatap Aileen.
"Aileen gak ada yang gak mungkin. Lagian apa kurangnya Rei di mata kamu sih Aileen?"
Baru saja Aileen ingin membalas perkataan Reyna ketika tiba-tiba seorang laki-laki tampak berlari ke arah ia Reyna dan Mikha seakan di kejar oleh sesuatu. Aileen menatap laki-laki yang ia kenali itu dengan tatapan aneh. Dia sudah membunuh beberapa orang di kampus ini dan dia bahkan pernah mencoba membunuh Aileen. Apa yang membuatnya ketakutan seperti itu?.
Ketika Mahesa melihat Aileen ia berhenti berlari dan langsung menatapnya dengan tatapan horor. Aileen yang melihat Mahesa terkejut ketika melihatnya masih hidup tersenyum mengejek di dalam hatinya, sebenarnya dia ingin membalas perbuatan Mahesa kepadanya tapi dia tidak mau membuat keributan apalagi dia tidak sedang sendirian saat ini. Aileenpun menatap Mahesa dengan tatapan datar sementara Reyna menatapnya dengan tatapan aneh dan bertanya padanya.
"Hah? Senior kenapa? Kayak yang habis liat hantu aja."
Pertanyaan Reyna tidak di jawab oleh Mahesa. Laki-laki itu malah hanya diam dengan kedua mata yang membulat melihat Aileen, saat itu Mikha langsung sadar kalau Mahesa terlibat dengan apapun yang terjadi pada Aileen beberapa hari yang lalu. Namun Mikha tidak ingin Mahesa tahu kalau dia sudah tahu jadi dia hanya menatap kejadian itu dengan tatapan datar. Melihat Mahesa hanya diam Aileen mengeluarkan sebuah kotak hitam dari tasnya dan berkata.
"Halo lagi senior, terimakasih atas hadiahnya beberapa hari lalu. Tapi senior tahu kan aku gak suka menerima hadiah dari laki-laki yang gak terlalu aku kenal? Ini aku kembaliinn."
Reyna menatap Aileen dengan tatapan bingung, dia dan Mikha selalu bersamanya kemanapun Aileen pergi jadi jika Mahesa memberikan sesuatu kepada Aileen mereka akan langsung tahu. Kapan Mahesa memberikan kotak itu kepada Aileen?
Mahesa tidak tahu kenapa Aileen bisa masih hidup setelah ia menguncinya dalam kamar mandi yang telah ia lempari bola berisi gas beracun di dalamnya itu. Dari wajah kedua teman Aileen dan para mahasiswa dan mahasiswi lain sepertinya Aileen tidak mengatakan kejadian itu kepada siapapun. Tapi kenapa? Mahesa tidak mau tahu apa yang ada di dalam fikiran Aileen saat ini dan apa yang sedang Aileen Rencanakan, ia mengambil kotak yang Aileen berikan padanya dan Aileen berjalan melewatinya begitu saja dengan Reyna yang mengikuti Aileen dari belakang bersama Mikha yang sempat meliriknya juga. Setelah Aileen pergi Mahesa membuka kotak itu, isinya adalah bola gas beracun yang ia tahu telah kosong karena bola itu telah dia tandai dengan nomer dan itu adalah bola yang sama dengan bola yang Mahesa lemparkan kepada Aileen waktu itu dan sebuah kertas bertuliskan.
'Thanks for the gift :)'
Mahesa merasa tidak suka dan menganggap yang di lakukan Aileen sebagai bentuk penghinaan. Ia harus segera Membunuh Aileen sebelum dia melaporkan apa yang dilakukannya kepada Aileen. Tapi sebelum itu ia harus segera menyelesaikan tugasnya untuk membunuh Mikha. Ia ingin lihat bagaimana ekspresi Aileen saat melihat salah satu sahabatnya itu ia bunuh. Mahesapun pergi meninggalkan tempat itu sambil mengambil bola bergambar angka satu itu kedalam jaketnya.
Rei menghela nafasnya lega melihat Mahesa masih tidak sadar dia sedang di kerjai olehnya karena dia menggunakan wajah Aileen saat pertama kali menakuti Mahesa. Bukankah tidak akan seru kalau dia sadar lebih cepat? Dia masih ingin menyiksa orang itu. Riku yang juga melihat kejadian itu dari laptop Rei juga hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kebodohan Mahesa.
"Papa bilang dia pintel, kok liku gak yakin?"
Tanya Riku tidak yakin, dia sudah memperhatikan orang ini bersama ayahnya selama beberapa hari ini tapi dia terlalu bodoh untuk menyadari kalau dia sedang di kerjai. Bukankah melihat ibunya masih hidup berarti hantu yang dia lihat juga palsu? Tapi entah karena mereka sedang beruntung atau bagaimana orang itu bahkan tidak sempat memikirkan kemungkinan itu.
"Iya dan itu yang menakutkan, kalau pelakunya bodoh akan mudah menangkapnya tapi ketika seorang jenius mulai membunuh akan sulit menangkapnya."
Riku mengangguk mengerti dengan apa yang ayahnya maksud. Kalau orang itu bodoh mereka mungkin sudah menangkapnya tapi sepertinya dia cukup pintar. Buktinya dia tidak tertangkap sampai sekarang dan membuat ayah dan ibunya kesulitan sampai sekarang. Dia bahkan berani mencoba membunuh ibunya dengan trik kotor.
"Sebental, emang bukti yang mama sama papa kumpulin belum cukup? Mau Liku bantu?"
Tanyanya dengan wajah polos, Rei menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan Riku dan mengusap kepalanya. Belakangan Riku belajar kepadanya dan karena dia memiliki otak yang pintar dia menyerap semua yang Rei ajarkan dengan sangat cepat. Riku bahkan juga minta untuk di ajari meretas dan dia mempraktekkan semua yang dia ajarkan Rei dengan mudah seakan dia sedang bermain game. Rei tidak merasa aneh mengingat Riku tidak punya teman seumurannya dia sudah pasti mencari hiburan yang lain. Ketika anak seumurannya main bersama teman-temannya Riku lebih suka membaca karena dia sudah sangat tahu kalau mereka tidak akan mau main dengannya. Rei juga melihat Riku bisa mengalahkan semua musuh dalam game yang dia mainkan dengan mudah dan Riku sudah pasti merasa bosan dan menginginkan tantangan yang baru. Jika seandainya Aileen tahu di balik wajah polosnya Riku sebenarnya adalah anak yang punya pemikiran lebih dewasa dari umurnya ia mungkin akan merasa sedih. Tapi mau bagaimana lagi? Saat seusianya dia juga punya masalah yang hampir sama jadi ia bisa memakluminya.
"Gak usah, untuk sekarang Riku masih harus banyak belajar. Riku masih belum siap, tapi suatu saat nanti kalau terjadi apa-apa sama papa papa mau Riku ambil alih."
Riku mengangguk mendengar perkataan Rei dan menatapnya dengan tatapan serius meninggalkan topeng anak polos yang selalu dia gunakan selama ini di depan semua orang di hadapan Rei.
"Liku bakal belusaha."
***
Hari Rabu tanggal 23 di bulan Maret yang dingin karena cuaca yang berangin beberapa orang tampak tidak mempedulikan cuaca yang dingin bahkan ada beberapa gadis yang tetap keluar rumah dengan pakaian serba mini mereka. Berbeda dengan Aileen yang tampak memandang mereka dengan tatapan aneh, oh ayolah cuaca sedingin ini dan mereka tetap ingin tampil bak model di atas catwalk? Sungguh fikiran bodoh pikirnya. Mereka berbeda sekali dengan Aileen yang malah tampak menggunakan sweeter coklat di atas kemejanya dan celana panjang hitam yang membuatnya terlihat seperti kutu buku. Tapi dia tidak peduli yang penting dia merasa nyaman dan hangat di cuaca dingin seperti saat ini.
"Aileen bisa tolong bantu bawain kotak-kotak ini ke lab?"
Tanya Mikha sambil menatap beberapa tumpuk box yang sepertinya berisi peralatan lab seperti gelas ukur dan pipet. Hari ini Mikha juga mengenakan pakaian yang kurang lebih sama dengan Aileen dan dia tersenyum melihat jalan pikiran mereka yang tidak jauh berbeda. Aileenpun bangun dari posisi duduknya dan menatap sekitarnya melihat ada beberapa perempuan yang malah diam saja tidak membantu mereka sama sekali.
"Kenapa harus aku? Bukannya ada tuh yang duduk di sana gak ngapa-ngapain Mikha? Kenapa gak suruh mereka?"
Sindiran Aileen sepertinya terdengar oleh para perempuan itu, mereka tampak agak tersinggung dan menatapnya dengan tatapan tajam tapi Aileen tidak mempedulikannya meski sebenarnya mereka adalah seniornya yang mengulang karena nilai yang tidak cukup untuk lulus.
"Oh mereka? Aileen mereka kan cuma numpang nama doang, waktu di suruh mereka malah bilang takut kukunya patah lah takut gak kuat ngangkat lah."
Mikha yang ikut melengkapi sindirannya membuat Aileen berusaha keras untuk menahan tawanya.
"Lah kalo kayak gitu bukannya mereka gak usah masuk jurusan kedokteran sekalian ya? Gimana kalo mereka liat darah coba?"
Para gadis itu tampak kesal melihat hal ini, tapi mereka tidak ingin terlihat seperti orang bodoh dan membela diri karena apa yang dikatakan oleh Aileen semuanya itu benar dan mereka bersedia mendaftarkan nama hanya karena satu lasan. Tiba-tiba sosok laki-laki berambut pirang yang menggunakan kaos putih dan jaket hitam datang menghampiri Aileen dan Mikha membuat para gadis itu menyesal tidak membantu mereka tadi. Mahesa tampak mengangkat sebagian kotak yang tersisa.
"Mikha biar aku aja yang bantu, biarin aja mereka yang gak mau bantuin."