Chereads / T.I.M (treasure in murder) / Chapter 72 - Chapter 71; Case 2: Perdagangan organ bagian 53

Chapter 72 - Chapter 71; Case 2: Perdagangan organ bagian 53

Yang datang adalah Mahesa, senior mereka dari jurusan bedah. Aileen menatap laki-laki di depannya itu dengan tatapan malas sementara Mikha menatapnya dengan tatapan curiga.

"Gak usah senior makasih, lagian Aileen udah mau bantuin aku. Ngomong-ngomong Aileen bukannya kamu pernah bilang kalau kamu gak mau ketemu dia lagi ya? Kok dia muncul lagi sih?"

Tanya Mikha tidak memperdulikan ekspresi wajah mereka yang telah berubah menjadi buruk. Aileen membalas pertanyaannya dengan menaikkan kedua bahunya tanda kalau dia juga tidak tahu.

"Mana aku tahu, gak ngurus juga aku Mikha. Lagian buat apa juga aku ngurusin dia?"

Perkataan Aileen yang terdengar menusuk membuat para gadis itu kesal karena Mahesa pangeran kampus dan orang yang mereka kejar-kejar sejak lama tampak berusaha menolong Mikha dan Aileen tapi mereka malah tampak tidak mau di bantu oleh Mahesa.

"Sok kecantikan."

"Tau dasar rese."

Aileen yang mendengar bisikan mereka tampak tidak mempedulikannya dan mengangkat dua box yang tadinya di angkat Mahesa itu dengan enteng seakan kotak-kotak itu tidak ada isinya, kemudian iapun melirik para perempuan itu dan tersenyum miring kepada mereka.

"Suatu saat nanti kalian bakalan nyesel pernah suka sama makhluk semacam dia, aku bahkan gak nganggap dia manusia."

Ujarnya sambil melenggang pergi sementara Mikha juga tampak membawa beberapa box untuk di bawa ke tempat yang berbeda. Mahesa menatap keduanya dengan tatapan tajam. Aileen pergi ke arah kiri sementara Mikha pergi ke arah kanan. Mahesa mulai memikirkan siapa yang akan dia bunuh duluan. Iapun tersenyum, mengambil salah satu kotak di lantai dan pergi ke arah kanan.

Sementara itu Rei yang mengawasi pergerakan Mahesa lewat minicam panik melihat kejadian tadi. Ia mencari keberadaan Daniel di sekitar Mikha lewat mini cam dan dronenya namun dia tidak menemukan keberadaan Daniel. Tanpa banyak berpikir ia langsung mengambil handphonenya dan menghubungi Daniel.

Di salah satu ruangan kosong Seorang laki-laki berambut hitam yang rambutnya tampak di tata kebelakang dengan gel rambut tampak sedang tidur dengan nyenyak di atas lantai dengan jaket yang ia jadikan sebagai bantal. Mendengar suara keras mengintrupsi tidur siangnya iapun mengambil handphone yang ia letakkan tidak jauh darinya. Melihat nama Rei tertera di handphonenya rasa kantuknya tiba-tiba menghilang dan iapun langsung mengangkat telpon dari Rei.

"Halo?"

"Daniel! Kamu dimana?!! Ini darurat!! Mikha lagi sendirian dan Mahesa lagi ngikutin dia dari belakang!!"

Perkataan Rei membuat Daniel langsung bangun dari posisinya. Mikha bilang seharian ini dia akan terus bersama Aileen jadi Daniel tidak perlu merasa khawatir. Mikha juga menyuruhnya untuk istirahat karena dia memang sudah benar-benar kelelahan iapun setuju dan tidur di ruang kosong ini. Dia sama sekali tidak tahu kalau Mikha akan terpisah dari Aileen.

"Hah?!! Sialan di mana orang itu sekarang?!!"

Tanya Daniel sambil bergegas memakai mantel dan mengambil katana serta pistol yang ia sembunyikan di balik mantelnya.

"Mereka mengarah ke gedung C, kamu harus cepet Daniel."

Daniel memakai sepatunya dan bergegas pergi. Ia merasa marah kepada dirinya sendiri. Kenapa dia tidak memikirkan kemungkinan kalau Mikha akan terpisah dari Aileen? Ia tidak mengerti mengapa dia merasa semarah ini namun ia tetap berusaha bersikap setenang mungkin agar dia dapat berpikir jernih dan berlari secepat mungkin mengikuti sinyal alat pelacak yang tertempel pada kalung Mikha dan jaket Mahesa lewat GPS.

Ditempat lain Mikha tampak berjalan sambil membawa kotak-kotak yang ia bawa ke dalam lab di lantai dua. Di lantai satu orang-orang tampak berlalu lalang ke sana kemari sibuk sendiri dengan tugas mereka tapi di lantai dua tidak ada siapapun. Mikha sadar kalau dia hanya sendirian di sana dan hal itu membuatnya merasa was-was apalagi Mahesa sepertinya juga masih berusaha untuk membunuhnya. Ia ingin menghubungi Daniel untuk menemaninya tapi dia tidak mau mengganggu waktu istirahat Daniel. Iapun mengurungkan niatnya dan memutuskan untuk tidak memberitahukan Daniel dan pergi sendiri. Lagipula ini hanya satu hari dan lagi luka di tangannya sudah pulih, ia bisa melawan Mahesa dengan mudah.

Iapun pergi ke ruangan yang ia tuju tanpa memikirkan apapun lagi dan meletakkan dua kotak yang ia bawa di sudut ruangan. Mikha mengikat rambut panjangnya agar tidak mengganggu dan mulai membersihkan ruangan itu sendirian.

Membersihkan rak dengan kemoceng, menyapu lantai dan menyusun barang yang dia bawa dari dalam kotak tadi. Ketika Mikha sedang asyik menyusun barang tiba-tiba ia bisa mendengar suara langkah kaki dari lorong namun Mikha tidak terlalu memikirkannya sampai kemudian ia mendengar suara pintu ruang praktek yang dia bersihkan terbuka. Otomatis Mikha langsung menengok untuk mengetahui siapa orang yang baru masuk. Ketika melihat Mahesa yang masuk rasa takut mulai menjalar di dalam tubuh Mikha namun ia berusaha untuk berani dan bersikap seakan dia tidak tahu apa-apa.

"Mikha aku simpen di sini ya?"

Ujar Mahesa sambil meletakkan kardus yang dia bawa di pojok ruangan tempat di mana Mikha meletakkan kardus yang dia bawanya tadi. Mikhapun pura-pura tidak terlalu memperhatikannya dan menyusun barang dari kardus yang dia bawa kedalam lemari sambil diam-diam mengambil pisau bedah dari dalam salah satu kardus untuk jaga-jaga kalau Mahesa mencoba untuk menyerangnya.

"Iya-iya terserah kalo udah selesai pergi sana hus-hus."

Usirnya dengan nada bercanda Mahesa terdengar tertawa mendengar nada bercanda Mikha. Mikha mengawasi Mahesa dari kaca lemari yang sedang di bersihkannya, memang tidak terlalu kelihatan namun ia bisa dengan jelas melihat apa yang sedang Mahesa lakukan di belakangnya.

Mahesa tampak mengeluarkan sebuah pisau bedah di tangannya dan mendekati tampak mendekati Mikha dari belakang. Ketika sudah bersiap untuk memutus nadi di lehernya dengan pisau bedah yang di tangannya dari belakang Mikha menghindari serangannya dengan merunduk kemudian menyapu kedua kaki Mahesa hingga ia terjatuh. Setelah itu Mikha langsung berdiri dan berlari keluar ruangan. Mahesa yang sadar Mikha tahu rencananya bangun dan mengejar Mikha. Keduanya berlari di lorong gedung lantai dua dan Mahesa terus mencoba menyerang Mikha namun perempuan itu terus berhasil menghindari serangannya sambil berlari.

"Hebat juga kamu Mikha."

Ujar Mahesa sambil tersenyum dan terus menyerang Mikha dengan pisau bedahnya.

"Tentu, kamu pikir posisiku sebagai ketua geng motor cuma candaan? Lagian kamu bukan orang pertama yang nyoba bunuh aku bego."

Balasnya sambil terus berlari dan menghadang Mahesa dengan benda apapun yang bisa dia temukan di lorong namun Mahesa tidak berhenti mengejarnya. Tanpa sadar Mikha berlari ke arah jalan buntu dan dia meruntuki nasibnya dengan kesal. Apa dunia sudah mulai mencoba untuk membunuhnya lagi? Serius ia merasa kesialannya hanya berhenti saat Daniel bersamanya.

Mikha berbalik melihat Mahesa tampak semakin lama semakin mendekatinya. Wajahnya tampak seperti orang gila namun dia tahu Mahesa tidak gila. Dia haus akan darah ingin segera membunuhnya dan Mikha tahu Mahesa mungkin sudah membunuh orang lain sebelum mencoba membunuhnya. Dari melihat kedua matanya saja Mikha tahu Mahesa sudah terobsesi untuk membunuh seperti dirinya yang dulu terobsesi untuk berkelahi hingga ia menjadi ketua geng motor wanita yang dulu paling di takuti. Apa dia akan mati sebelum menggapai cita-citanya sebagai dokter?

Mikha tampak diam sementara Mahesa tampak semakin mendekatinya. Mikha hanya diam sambil menatap Mahesa ketika Mahesa menyerangnya dengan pisau Mikha langsung memegang tangannya membuat laki-laki itu menjatuhkan pisaunya.

"Aku belum siap buat mati bodoh"

Mikha menendang perut Mahesa membuatnya terbaring di lantai sementara perempuan itu mencoba untuk kembali berlari namun Mahesa sempat memegang kaki Mikha mengambil pisau bedahnya dan memotong otot kaki Mikha hingga ia terjatuh tidak jauh dari Mahesa. Laki-laki itu tampak tersenyum miring padanya.

"Apa hanya itu kemampuan mantan ketua geng motor?"

Mikha menggertakkan giginya dan menendang wajah Mahesa dengan kakinya yang masih bisa bergerak. Iapun berusaha kembali berdiri dengan menyandarkan bahunya pada dinding.

"Aku menolak buat mati di tangan seseorang seperti kamu."

Ujar Mikha sambil menginjak tangan Mahesa dengan sepatu high heelsnya membuat laki-laki itu berteriak. Saat terdengar bunyi grak laki-laki itu berteriak kesakitan sementara Mikha berjalan secepat yang ia bisa menuju lantai satu tidak memperdulikan darah yang keluar dari kaki kirinya. Mahesa dengan wajah kesal tentu langsung mengejarnya sambil memegang pisau di tangan kirinya tidak memperdulikan tangan kanannya yang terluka. Mahesa mengikuti jejak darah yang Mikha tinggalkan dari kaki kirinya yang terluka. Mikha terus berjalan secepat yang ia bisa, dia sempat terhenti saat melihat anak tangga diapun melirik kebelakang menemukan Mahesa sudah semakin mendekatinya. Ia menggertakkan giginya menyesal tidak sempat melukai kaki Mahesa agar dia tidak bisa mengejarnya namun waktu tidak bisa di putar kembali iapun menuruni tangga tidak peduli dengan suasana gedung lantai satu di bawahnya yang terdengar sunyi. Ia mulai berpikir berapa lama ia bermain kejar-kejaran dengan Mahesa. Namun tanpa sengaja dia terjatuh dan kesulitan untuk bangun kembali ketika Mahesa tampak berhasil mengejarnya sambil membawa pisau bedah di tangannya.

Mahesa turun dari tangga secara perlahan untuk membuat Mikha takut namun meski Mikha tampak kesulitan untuk berdiri dia tidak tampak takut namun tetap berusaha untuk mundur kebelakang untuk menjaga jarak dengan Mahesa. Mahesa terlihat sangat marah dan menggenggam kuat pisau di tangan kirinya dengan kuat menahan kekesalannya.

"Berani sekali kamu melukai tanganku sialan."

Mendengar perkataan Mahesa bukannya takut atau kesal Mikha malah tersenyum.

"Kamu seharusnya bersyukur, aku udah ngurangin dosa yang bakalan kamu lakuin di masa depan. Sayangnya kamu masih punya satu tangan. Seharusnya aku menginjek kedua tangan kamu tadi."

Mendengar perkataan Mikha Mahesa yang makin marah berniat untuk langsung menyerangnya, ia mengambil ancang-ancang untuk menusuk pisaunya kepada tubuh Mikha namun tanpa di duga oleh Mahesa seseorang sudah menahan tangannya dan mendekatkan sesuatu yang terasa dingin di belakang tangannya.

"Kamu gak akan bisa kabur."

Mendengar suara yang ia kenali Mikha yang awalnya menutup mata membuka kedua matanya menemukan seorang laki-laki berambut hitam menatap Mahesa dengan tatapan tajam.

"Daniel!"

Daniel melirik ke arah Mikha.

"Maaf aku telat Mikha."

Daniel menekan telapak tangan kiri Mahesa sangat keras hingga pisau di tangannya terjatuh ke lantai membuat suara dentingan saat bersentuhan dengan lantai.