Chereads / T.I.M (treasure in murder) / Chapter 56 - Chapter 55; Case 2: Perdagangan organ bagian 43

Chapter 56 - Chapter 55; Case 2: Perdagangan organ bagian 43

Memang tidak aneh rumah seperti itu ada banyak jebakannya dan ini memang sudah biasa mereka hadapi apalagi Adnan dan Daniel yang sering kali menyusup kemanapun.

"Jebakannya emang kayak gimana?"

"Liat aja sendiri nanti, area berbahaya udah aku tandain pake warna merah jalan yang aman udah aku tandai pake garis hijau."

Angga hanya berdecak mendengar Rei yang sama sekali tidak memberi tahukan mereka jebakan seperti apa yang akan mereka hadapi nantinya. Rei memang lebih suka memberikan pesan dari pada bicara dengan mulutnya, tapi dia bisa jadi cerewet saat bersama dengan Aileen belakangan ini. Beberapa menit kemudian Rei meletakkan mangkuk yang sudah ia habiskan isinya ke atas wastafel dan berjalan ke arah pintu.

"Eh? Kamu mau kemana Rei?"

Tanya Aksa yang mengingat Aileen tidak memperbolehkannya untuk pergi kemana-mana.

"Aku mau pergi sebentar buat nyari udara segar."

"Oh, jangan terlalu lama. Kalau Aileen tahu aku ngebiarin kamu keluar apartemen aku yang bakal kena marahnya."

Rei tidak menjawab dan pergi begitu saja meninggalkan Aksa yang menghela nafas yang melihat Rei melakukan apapun sesuka hatinya. Tidak lama kemudian gambar denah rumah digital itu terkirim pada handphonenya dan saat ia buka muncul hologram denah rumah tersebut dan tidak lama baginya untuk menemukan keanehan yang di katakan Rei. Bagian tempat yang berbahaya di tandai dengan titik berwarna merah oleh Rei sementara jalan yang aman di tandai oleh garis berwarna hijau.

"Gudang tujuan utama kamu Angga, biar aku yang urus dokter gila itu."

"Kamu mau berkeliling? Apa gak masalah? Kamu liat titik merahnya banyak banget kan?"

"Itu gak masalah lagian Lily itu tanggung jawab kamu dan aku yakin waktu dia bangun kamu adalah orang pertama yang pingin dia liat."

"Itu kalau dia bangun..."

"Jangan pesimis Angga. Kamu masih punya harapan. Selama Lily masih bernafas masih ada harapan buat dia."

"Aku tahu..."

"Kalau gitu berhenti murung. Lily gak akan suka ngeliat kamu kayak gini."

Ujarnya sambil menepuk punggung Angga dengan keras yang hanya di balas senyuman palsu olehnya. Ia ingin berharap tapi ia takut. Ia takut kalau ia terlalu berharap pada akhirnya ia akan kecewa.

***

Aksa dan Angga keluar dari dalam mobil van yang mereka gunakan setelah memarkirkannya di tempat yang aman, keduanya memasang alat komunikasi di telinga mereka dan masuk kedalam pekarangan rumah dengan hati-hati.

Keduanya melihat sekeliling dan menutupi semua layar kamera CCTV dengan tembakan berbentuk cairan lengket yang akan terus menempel pada CCTV selama tiga hari. Setelahnya keduanya berjalan ke arah sebuah jendela dan masuk kedalam sana. Aksa dan Angga masuk kedalam ruangan yang sepertinya adalah ruang baca. Ruangan itu di penuhi oleh rak yang berisi buku-buku tebal.

Melihat sebersih apa ruangan ini mereka tahu jika sang pemilik rumah sangat sering ke sini dan membaca buku yang ada di ruangan ini. Keduanya pun membuka pintu namun tiba-tiba keduanya mendengar suara aneh. Keduanya yang merasakan ada sesuatu yang melempar benda ke arah mereka berdua langsung melompat. Ratusan jarum tampak beterbangan kearah mereka membuat Aksa dan Angga terus menghindari jarum jarum itu melewati ruang tamu menuju ke arah dapur. Ketika mereka sampai ke dapur tembakan jarum itu berhenti dan keduanya menghela nafas lega.

"Rei bilang ini rute yang paling aman, apa dia lagi ngerjain kita?"

Tanya Angga yang merasa curiga mengingat Rei memang sangat jahil.

"Kayaknya gak, dia mungkin jail tapi dia gak mungkin ngejailin kita sampai sejauh ini."

"Bener juga. Tapi kalau perangkap di sini menurut Rei gak terlalu berbahaya perangkap macam apa yang terpasang di area lain rumah ini?"

"Pertanyaan bagus tapi aku gak mau tahu."

Ujar Aksa sambil berjalan ke arah tangga, tapi tanpa sengaja Angga menekan sebuah tombol di lantai dan membuat lantai itu bergerak. Otomatis Aksa langsung mundur dan naik ke atas tangga secepat mungkin sementara Angga dengan secepat kilat lari ke arah gudang yang ia tuju. Angga cepat-cepat membuka pintu gudang kemudian masuk kedalam. Ketika ia berbalik lantai yang tadinya tampak terbuat dari kayu itu sudah berubah bentuk menjadi sebuah kolam berisi cairan.

"Aku ngerasa ini bukan air..."

"Entah kenapa aku juga ngerasa kayak gitu..."

Angga dan Aksa tanpa sengaja melihat kursi, meja makan dan beberapa pot tanaman hias di ruangan itu tampak langsung meleleh membuat ia dan Aksa menelan ludah melihatnya.

'Ini cairan asam. Dokter itu bener-bener udah gila!!'

Pikir keduanya, skarang Angga kebingungan. Ia tidak tahu bagaimana cara ia bisa keluar sementara kolam asam itu membuatnya tidak bisa lewat. Bagaimana cara ia mengeluarkan Lily dari tempat ini?. Aksa mungkin bisa kabur dari sini lewat atap tapi dia tidak! Sekarang ia mulai meragukan perkataan Aksa. Rei benar-benar sedang mengerjai mereka!!

"Aksa masih yakin Rei gak lagi ngejailin kita?"

"Aku sekarang gak terlalu yakin, udahlah aku bakalan cari cara buat ngeluarin kamu nanti. Tapi sekarang kamu harus pergi ke ruangan rahasia itu dan amanin Lily kalau dia bener ada di sana."

"Aku tahu, aku pergi ke sana sekarang."

Angga menutup pintu dan mulai meraba-raba tembok. Ia menemukan sebuah tombol tapi bukannya membuka pintu lantai itu malah kembali bergerak dan berganti menjadi lantai dengan duri duri besar. Ia menahan teriakannya dan tetap mencari tombol yang benar untuk membuka pintu itu. Dia tidak menyangka kalau akan ada jebakan seperti ini di rumah yang hanya di tinggal oleh satu orang tapi untungnya lukanya tidak terlalu dalam karena ia menggunakan sepatu khusus yang di buat oleh Rei. Seandainya dia menggunakan sepatu biasa kakinya sekarang mungkin sudah berlubang cukup dalam dan Aileen akan mengomel. Yang jadi masalah dia sama sekali tidak tahu tombol mana yang benar tapi ia tetap berusaha mencari tombol yang benar. Tanpa sengaja ia menekan sebuah tombol lagi dan pintu itupun terbuka.

Iapun masuk kedalam ruangan itu sambil menahan rasa sakit di kedua telapak kakinya. Seketika rasa sakit di kedua kakinya itu sirna ketika melihat wajah yang ia kenali ada di dalam sebuah tabung raksasa. Perempuan itu tampak seperti tidur dengan tubuh yang tertutupi sebuah dress putih dan selang-selang yang menghubungkannya dengan sebuah mesin untuk menjaga agar ia tetap hidup. Dia masih tampak cantik sama seperti saat terakhir kali ia melihatnya.

"Lily..."

Angga menyentuh tabung kaca raksasa yang berisi Lily di dalamnya itu namun tiba-tiba saja ia merasakan tubuhnya melemas.

'Sial... apa duri-duri yang aku injek tadi beracun?...'

Rasa sakit kembali menjalar di kedua kakinya tapi ia tetap berusaha mempertahankan kesadarannya dan menghubungi Rei lewat alat komunikasinya.

***

Di waktu yang sama Rei sedang berada di halaman rumah sambil menunggu Aileen untuk kembali ke apartemen.

"Dia mungkin gak akan pulang. Dia pasti lagi sibuk ngurus anak angkatnya. Kalau gak terlalu perlu gak akan aku suruh kembali deh."

Pikirnya sambil mengingat saat Aileen dengan sengaja mencium pipinya tadi sore saking senangnya ia pinjamkan motor. Kalau Aileen sesenang itu di pinjamkan motor olehnya saat ia sedang agak terburu-buru ia akan sering-sering meminjamkan motornya, tapi ia tidak mau melakukannya. Dia selalu ingin berada di dekat Aileen jadi mengantarnya pulang pergi ke kampus adalah salah satu hal yang ia sukai apalagi dengan cara itu Aileen tidak akan terlalu mencurigainya. Ia sepertinya hanya akan meminjamkan motornya kepada Aileen di saat darurat seperti tadi saja. Tiba-tiba ia merasakan alat komunikasi khususnya bergetar, Rei langsung memasangkan alat komunikasinya di telinganya dan menjawab panggilan itu.

"Ada apa?"

"Rei aku menemukan Lily. Bisa tolong bawa Aileen secepat mungkin?, Kayaknya aku terkena racun waktu gak sengaja ngaktifin salah satu jebakan."

Rei menepuk wajahnya sendiri mendengar perkataan Angga. Baru saja ia berpikir untuk tidak menghubungi Aileen agar ia bisa memiliki waktu dengan anak-anak angkatnya dia malah terkena masalah. Reipun cepat-cepat mencari keberadaan Angga lewat alat pelacak yang terpasang pada pakaian khususnya, ia melihat Angga memang sedang berada di lab rahasia tapi jalan menuju lab itu tampak tertutup oleh kolam asam. Rei menggertakan giginya melihat situasi ini. Situasi Angga sekarang benar-benar berbahaya!!

"Udah aku bilang hati-hati kan!! Aku bakalan ke sana sekarang!!"

Angga hanya tertawa mendengar Rei yang terdengar agak kesal kepadanya sementara Rei sudah kesal karena Angga malah tertawa ketika kondisinya saat ini bisa di bilang tidak terlalu pantas di tertawakan. Iapun kembali masuk ke dalam ketika ia melihat Adnan tampak berdiri sambil membawa segelas susu di tangannya.

"Lho kak buru-buru banget, bukannya kakak di larang kerja sama kak Aileen ya?"

"Kalau si bodoh itu gak ceroboh aku gak akan mungkin kerja."

Gerutunya sambil menatap Adnan dengan tampang datarnya

"Eh?!! Apa terjadi sesuatu sama Angga dan kak Aksa?"

Tanyanya sambil meletakkan gelasnya dan menghampiri Rei yang tampak berdiri di depan pintu ruang makan utama.

"Lebih tepatnya Angga yang ceroboh, ambilin beberapa peralatan di markas. Aku harus nelpon Aileen. Si bodoh itu terluka"

"Apa yang kakak butuhin?"

"Pisau sinar laser, bawa yang ukurannya paling besar."

"Buat apa? Tumben pake benda itu."

"Ngerusak dinding sarang 'lalat' yang udah bikin kita kerepotan selama seminggu ini."

"Eh kenapa harus di rusak?"

"Rumah itu di kelilingi perangkap berbahaya kita gak akan bisa masuk lewat pintu depan karena ada pintu jebakan yang akan membuat kita terjebak di ruang bawah tanah sementara di pintu belakang ada banyak jebakan beruang yang udah di modifikasi. Kalau salah langkah kakimu bisa kepotong."

Mendengar hal ini Adnan tampak tidak terlalu kaget dan menjawab.

"Apa rencana kak Rei?"

"Pokoknya bawa aja dulu pisau lasernya dan masukan ke dalam bagasi mobil. Oh iya aku hampir lupa, bawa juga tembakan pembeku. Ada kolam asam di dalam rumah itu kalau gak kita hancurin rumahnya tanpa ngelakuin apa-apa sama kolam itu aku takut air di sekitar sini bakalan jadi tercemar."

Mendengar hal ini Adnan mengangguk.

"Aku ngerti, aku bakal masukin semuanya kedalem mobil van."

"Bagus, cepet."

Adnan kembali mengangguk dan masuk kedalam lift untuk pergi ke markas dan mengambil peralatan sementara Rei pergi ke garasi untuk menyiapkan mobil sambil menelpon Aileen. Dia menunggu beberapa saat sebelum kemudian ia mendengar suara anak kecil.

"Halo?~"