[Chapter 3 (part 6)]
"Alasan ku adalah..."
Julio pun memberitahu alasanya, Sophie nampak sedikit terkejut sekaligus tidak percaya apa yang Julio katakan, namun Julio membuat ia percaya dengan apa yang Julio katakan.
"T-Tidak mungkin, jika dia mengalami seperti itu, pasti dia akan memberitahu ku, karena aku adalah temannya," kata Sophie yang masih tidak percaya.
"Tapi kenyataanya tidak begitu, ia tidak mau teman-temannya terlibat dalam hal itu, ia mungkin berfikir lebih baik menanggungnya sendirian daripada melihat temannya ikut terlibat," jelas Julio.
Sophie pun terlihat seperti sedih dan merasa kesal, ia sedih karena tidak bisa membantu temannya dan ia merasa kesal karena melihat teman terbaiknya mengalami hal itu.
"Julio..."
"Hmm?"
"Apa boleh aku membantumu?"
Julio pun nampak kebingungan, ia tidak tahu harus menjawab boleh atau tidak. Julio pun menunduk sambil berfikir.
"Aku mohon, aku juga ingin membantu teman ku, aku tidak bisa membiarkan hal ini."
Julio pun menghela nafas.
"Baiklah, aku akan mengizinkan mu ikut dalam hal ini, tapi kau tidak boleh membahas hal ini dengan siapapun, ini hanya kau dan aku saja yang tahu, jika sampai ada yang tahu dan tersebar, maka semua ini akan gagal, kau paham!"
Sophie pun mencabut pisau yang tertancap, lalu mengeluarkan tatapan seperti orang yang sedang haus darah.
"Tenang saja, jika ada yang tahu, maka orang itu hanya meninggalkan namanya saja."
"T-Tidak perlu seperti itu juga."
Akhirnya Julio dan Sophie sepakat untuk menyelesaikan masalah ini. Saat Sophie ingin menaruh pisaunya kembali, namun ia tiba-tiba terjatuh.
*brugh*
"S-Sophie kau kenapa!?"
Julio pun berlari mendekati Sophie dan membantunya bangun.
"A-Aku..."
"Kau kenapa?"
"A-Aku kehabisan tenaga karena terlalu banyak bicara."
"Eh!? Ada yang seperti itu kah?"
Sophie pun semakin lemas dan tidak kuat untuk bangun.
"Sudah jangan bangun dulu, sini pisau nya biar ku taruh di dapur,"
Sophie pun duduk dan Julio pun menaruh pisau yang dibawa Sophie tadi di dapur.
"Maaf," lirih Sophie.
"Tidak, tidak apa-apa... mungkin ini karena kau jarang berbicara," kata Julio lalu mendekati Sophie.
"Ya sepertinya begitu, aku pun bisa berbicara kembali seperti ini dengan orang lain karena Bella, seandainya dia—."
"Sudah, jangan banyak bicara, sini biar aku gendong."
Julio pun jongkok di depan Sophie.
"Apa kau yakin? Aku kok bisa istirahat sebentar disini."
"Hei, jika Aku meninggalkan mu disini pasti Bella akan marah padaku dan pasti si cebol itu juga langsung menendangku lagi, jadi aku mohon jangan membuatku terkena masalah."
Sophie pun sedikit tertawa, entah apa yang membuatnya tertawa.
"Kenapa kau tertawa?"
"Tidak, Tidak apa-apa," kata Sophie sambil tersenyum tipis.
"Ya sudah, ayo."
Julio pun menggendong Sophie keluar ruang eskul, tidak lupa mereka Julio mengunci ruangannya. Saat sampai di pintu depan gedung, Terlihat Selvia,Herry,Bella,Lily dan adiknya sedang menunggu mereka.
Bella yang melihat Sophie sedang di gendong oleh Julio langsung berlari mendekati Julio dan Sophie.
"Sophie kau tidak apa-apa!?" tanya Bella yang terlihat begitu khawatir.
Sophie hanya mengangguk, lalu Julio pun menurunkannya.
"Hebat juga kau bisa lolos dari Sophie," kata Lily sambil mendekati mereka.
"Jadi kau memang sudah tahu ya ," kata Julio yang merasa jengkel.
"Hmph!"
"Oh iya, dimana Jessica?" tanya Julio.
"Sudah pulang," jawab Herry
"Ooh."
"Hey Julio, sebenarnya kalian itu melakukan apa? Sampai-sampai Sophie terlihat kehabisan tenaga begitu?" tanya Herry
"A-Aku terlalu banyak bergerak, jadi aku banyak terlalu banyak menghabiskan tenaga," kata Sophie, yang membuat semuanya menjadi salah paham.
Lily dan Selvia pun menatap Julio seperti seekor serangga yang menjijikan.
"Tidak kusangka, kamu sampai berbuat seperti itu," kata Selvia.
"Dasar menjijikan, orang seperti mu memang harus di musnahkan."
Lily pun sudah siap untuk menghajar Julio, Julio nampak panik, Julio menoleh ke arah Bella dan Herry, namun mereka hanya tersenyum.
"Maaf ya Julio, kali ini aku tidak bisa membantu."
"Wahai sahabatku, maafkan aku tidak bisa membantu mu kali ini."
"Kalian berdua! Aku mohon ban—."
Julio tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena ia merasakan akan di habisi oleh 2 orang gadis yang sudah salah paham...
"Julio bersiaplah..."
Mereka berdua perlahan mendekati Julio. Namun, mereka berdua berhenti melangkah, Julio merinding karena merasakan aura gelap di belakang mereka berdua dan itu adalah adiknya.
"Kakak…"
"S-Sophie tolong jelas— eh!? Kenapa kau tidur di saat-saat begini!"
Julio yang melihat Sophie tertidur di gendongan Bella terlihat pasrah.Chelsea menatap kakaknya seperti orang kerasukan. Ia berjalan menuju kakaknya sambil mengepalkan tangannya, Selvia dan Lily karena sedikit ketakutan melihat Chelsea yang berjalan perlahan mendekati kakaknya seperti seorang yang kerasukan iblis.
"C-C-Chelsea... percayalah pada Kakak mu ini, Aku tidak melakukan apapun, aku berani bersumpah!"
Julio sudah sangat ketakutan melihat Chelsea seperti itu.
"Oh begitu..."
Julio sedikit bernafas lega karena ia berfikir Adiknya sudah percaya dengannya.
"Kakak fikir aku percaya?"
"Eh?"
*Bugh*
Chelsea pun memuku Julio tepat mengarah lambungnya, Julio pun tidak sadarkan diri karena sebuah kesalahpahaman.
***
Di sebuah taman yang indah, wanita dan dua orang anak sedang bermain bersama, mereka terlihat sangat gembira, terlukis senyum yang begitu indah di wajah mereka.
"Ibu.. ibu.. apa ayah akan kembali?" pertanyaan sang anak membuat wanita itu tersentak.
"Ibu tidak tahu..."
mendengar jawaban wanita yang merupakan ibu dari kedua anak itu membuat raut wajah kedua anak itu nampak sedih. Sang ibu mengelus kedua kepala anaknya.
"Nak, walau ayah tidak ada disini, masih ada ibu disini, jangan bersedih begitu... ibu janji akan selalu bersama kalian… jadi jangan bersedih ya."
Perkataan sang ibu pun membuat senyum mereka kembali.
Kedua anak itu pun memeluk wanita itu dengan erat, mereka saling menyayangi satu sama lain... namun...
***
"U-Uh… aku dimana?"
Julio pun kebingungan, ia mendapati dirinya berada di kasur, ia menoleh ke samping dan melihat Chelsea sedang tertidur.
"Oh iya, aku pingsan di pukul Chelsea karena kesalah pahaman."
Tiba-tiba seseorang membuka dan itu adalah Selvia.
"Ah Julio, kamu sudah sadar,"
"Selvia, Ini dimana."
"UKS"
"Ooh... lalu yang lain kemana?"
"Mereka sudah pulang."
Julio pun menghela nafas lalu memegang perutnya.
"U-Uh... sakit sekali, karena kesalahpahaman aku jadi di pukul begini."
Selvia pun tertawa.
"Adik mu kuat juga, dia berhasil menaklukan kakaknya dengan sekali pukul."
"Mungkin sebaiknya aku tidak usah membuatnya marah."
Julio pun mengelus kepala adiknya, lalu Chelsea pun mengigau.
"Kakak... maaf..."
"Loh dia mengigau."
"Sepertinya dia merasa bersalah kepadamu."
Mereka berdua pun tersenyum sambil memandangi Chelsea yang tengah tertidur.
"Oh iya, kenapa kau masih berada disini?" tanya Julio.
"Menunggumu bangun, mana mungkin aku membiarkan mu disini hanya berdua dengan adikmu."
"Khawatir denganku?"
"Ya aku khawa—. Eh? T-Tidak! Bukan begitu, h-hanya saja—."
"Heee... kenapa? Kok jadi gugup begitu?"
Julio pun menggoda Selvia, biasanya Julio bersikap dingin kepada orang lain. Namun, ketika berbicara dengan Selvia, sikap Julio yang dingin itu menghilang.
*Pltak!*
Julio pun di jitak oleh Selvia karena terus menggodanya.
"Aduh... sakit, kau itu kenapa?"
"Berhenti menggoda ku bodoh!"
Julio pun tertawa...
"Hahahaha... maaf,maaf."
Selvia pun mengembungkan pipinya dan memalingkan pandangannya.
"Sudah, jangan marah begitu."
Selvia pun tersenyum, ia seakan merasa lega. Lalu, ia pun menghadap ke Julio.
"Begini Julio... Aku mau memberitahu mu sesuatu, ini penting..."
Julio merasa tersentak, karena Selvia berkata begitu sambil bersikap malu-malu.
"Sebenarnya..."
"(Heh, apa ini... tidak, tidak mungkin Selvia akan... Tidak tidak!... mana mungkin Selvia menyatakan itu...)" kata Julio di dalam hati.
Jantung Julio berdetak kencang, ia merasa tidak karuan, detak jantungnya makin cepat, makin cepat...
"Sebenarnya... Sekarang sudah sore hari... apa kau tidak mau pulang?"
*dug*
Detak jantung Julio seakan berhenti, ternyata Selvia hanya memberitahu kalau sudah sore hari. Julio pun menghela nafas.
"Haah... aku fikir ada apa..."
"Hee, memangnya kau berfikir aku akan melakukan apa? Jangan-jangan kau berfikir aku akan menyatakan cinta padamu ya?"
"Tidak."
"Ayolah jangan berbohong begitu."
"Terserah kau saja."
"Jih, marah dia."
Julio pun membangunkan Chelsea.
"Hey Chelsea ayo bangun."
"5 menit lagi~"
"Kebiasaan buruknya muncul dah."
Selvia pun tertawa kecil. Lalu, Julio pun menggendeong Chelsea.
"Ayo pulang. Kau tidak mau disini teruskan?" kata Julio, dengan sikap dinginnya yang muncul kembali
"Heee... Julio jangan marah begitu dong~."
Selvia pun mengejar Julio dan mereka pun pulang kerumah mereka masing-masing.
***
Di malam hari, di tempat tinggal Julio.
Julio dan Chelsea masih belum tidur, Chelsea sedang menonton tv, sementara Julio sedang memikirkan rencananya untuk esok hari.
Chelsea yang melihat kakaknya sedang melamun mencoba untuk menyadarkannya.
"Kakak~"
Julio masih terdiam.
"Kakaak~"
Julio masih terdiam.
Chelsea pun menarik lengan kakaknya.
"Kakak! Kenapa sih melamun terus."
"Eh? Ah. Tidak, tidak ada apa-apa."
"Bohong!"
"Serius, tidak ada apa-apa."
"Aku ini adikmu, Aku tau kakak sedang memikirkan sesuatu."
Julio pun menghela nafas.
"Iya,iya. Aku memang sedang memikirkan sesuatu."
"Memikirkan apa?"
"Kamu tidak boleh tahu."
"Cih, beritahu lah Aku, mungkin aku bisa membantu."
"Kalau begitu apa kau tau tentang kasus ketua osis SMA yang menolak semua yang ingin menjadi anggota eskulnya."
"Tau."
"Eh?. Serius?"
"Iya, itu memang sedang di bicarakan oleh murid-murid SMP."
"Apa kau tau apa masalah yang timbul karena itu?"
Chelsea mengangguk.
"Mungkin aku hanya mendengar, tidak tahu itu benar atau tidaknya, tapi aku dengar kalau..."
Chelsea pun memberitahu masalah yang timbul karena kasus itu dan Julio menanggapi nya dengan serius.
"Jadi begitu ya, ternyata benar dugaanku, terima kasih ya, Adikku."
Julio pun mengelus kepala Chelsea dan Chelsea pun bersandar di pundak Kakaknya karena merasa nyaman dengan elusannya tadi.
"Hey kamu tidak punya rasa malu kah?" tanya Julio.
"Memang kenapa?"
"Sudah kelas 3 smp masih manja dengan Kakaknya."
Mendengar perkataan Kakaknya, wajah Chelsea pun memerah karena merasa malu.
"B-Berisik! Lagipula tidak ada yang melihat! A-Aku juga tidak peduli apa yang orang lain katakan soal ini! Hmph!"
Julio pun tersenyum dan tertawa kecil.
"Oh iya, Kakak. Memangnya kenapa Kakak ingin tahu tentang itu?"
"Tentang apa?"
"Masalah ketua osis SMA 1."
"Yah, secara tidak langsung Kakak terlibat dengan masalah itu, karena permintaan dari seorang guru."
"Oh begitu."
Wajah Chelsea nampak khawatir.
"Jangan khawatir begitu. Aku bisa menjaga diriku sendiri, jadi Kamu jangan khawatir begitu ya."
Julio pun mengelus kembali kepala Adiknya itu agar ia tidak memikirkan keadaan dirinya.
"Kakak..."
Chelsea tersenyum.
"Iya aku percaya, kalau kakak bisa menjaga diri," kata Chelsea, Chelsea pun bersandar kembali dan tertidur di pundak Julio.
"Sepertinya memang mustahil untuk tidak terkena masalah..."
To be continue
=========================