"Kenapa, master? Kenapa? Kenapa..."
Huang Yanchen berlutut di tanah di luar Istana Saint Yuanchu. Wanita itu menangis, bahkan tidak sanggup lagi berdiri. Satu-satunya hal yang diingatnya adalah tatapan dingin Zhang Ruochen sebelum beranjak pergi dari sana.
Semakin dingin tatapan itu, maka semakin terasa sakit pula hatinya.
Suara Permaisuri Chi Yao terdengar dari dalam. "Kau sudah membuat keputusan dalam hidupmu. Karena kau sudah memilih di sisiku, maka kau harus kehilangan dia. Bahkan aku, sebagai dewa, tidak bisa menyeimbangkan keduanya, apalagi dirimu."
"Tapi..."
"Tidak ada tapi. Setelah kau memutuskan sesuatu, maka kau harus menjalaninya."
Suara Permaisuri Chi Yao terdengar sangat dingin. Setiap kata-katanya seperti gunung es yang menghujam jantung Huang Yanchen.